Senyum mengembang di sudut bibir Haris yang sudah tiba di halaman rumahnya. Baru saja ia mendapat hadiah besar dari Ainaya, dan itu tak mampu diungkapkan dengan kata-kata.
Merapikan penampilannya lagi sebelum turun dari mobil. Ini tak hanya kejutan untuknya, namun juga bagi Jihan yang tak bisa hamil.
Nampak sang istri sudah menunggu di depan teras. Menyambut kedatangannya dengan hangat.
"Dari mana saja, Mas?" tanya Jihan yang sudah bergelayut memeluk Haris.
"Ada urusan sedikit, aku punya kabar baik untuk kamu." Mengusap lembut pucuk kepala Jihan lalu menciumnya.
Begitulah sikap Haris pada istri pertamanya. Lembut dan selalu mesra di setiap waktu, dan itu jauh berbeda saat berada dengan istri keduanya.
"Kabar apa?" Jihan mengikuti langkah sang suami menuju ruang tengah. Keduanya duduk bersejajar dan berhadapan.
"Aku punya rencana bagus supaya mama tidak menyuruh kita bercerai lagi."
Jihan mengerutkan alis. Menerka-nerka rencana Haris. Selama ini mereka memang sudah cukup sabar menghadapi mamanya yang selalu menuntut minta anak, dan saat ini sudah kehabisan akal untuk membujuknya. Pasrah dengan keadaan.
"Apa?" Jihan tak begitu penasaran.
"Sekarang kamu pura-pura hamil saat di depan mama?" pinta Haris penuh harap.
Seketika itu juga Jihan manggeleng. "Gak, bagaimana kalau mama tahu, pasti dia akan marah?"
Haris tersenyum. Tangannya mengusap lembut pipi wanita yang ia nikahi lima tahun lalu.
"Mama gak akan tahu. Kamu cukup pura-pura hamil saja. Dan nanti jika waktunya melahirkan, kita akan keluar kota," ungkap Haris seperti yang ia pikirkan selama ini.
"Lalu kita akan mengambil anak siapa?" tanya Jihan memastikan.
"Itu urusanku, pokoknya kamu lakukan apa yang aku suruh." Haris meraih ponsel yang ada di saku celananya lalu menghubungi mamanya. Mengatakan akan datang dan memberi sebuah kejutan.
Jihan membisu. Mendengarkan percakapan antara suami dan ibu mertuanya. Meskipun masih ragu, ia harus melakukan itu supaya bisa disayang.
"Nanti kamu minta sesuatu seperti orang hamil supaya mama percaya," pinta Haris antusias. Ia ingin sandiwara ini berjalan dengan lancar hingga Ainaya melahirkan bayinya.
Jihan menatap punggung Haris yang mulai menjauh. Ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun yakin bahwa suaminya itu berniat baik padanya. Memakai baju yang lumayan longgar atas permintaan Haris. Meskipun ia sedikit tak nyaman, namun tetap ia pakai demi sandiwara yang akan dimulai.
Hanya butuh waktu tiga puluh menit mereka sudah tiba di depan kediaman orang tua Haris, dan itu sukses membuat Jihan ragu untuk turun. Sebab, Mama mertuanya tak menyukai kehadirannya, bahkan sering meminta mereka untuk berpisah.
"Bagaimana kalau mama tahu ini hanya hamil bohongan?" tanya Jihan takut. Menarik tangan Haris yang hampir membuka pintu mobil.
Haris menghela nafas panjang.
"Pokoknya mama jangan sampai tahu, dan lakukan saja apa yang aku suruh, pasti semua ini akan berhasil," ucap Haris kembali meyakinkan.
Jihan ikut turun, bagaimanapun juga ia harus melakukan itu demi keutuhan rumah tangganya.
Haris menggenggam tangan Jihan. Memamerkan kemesraannya di depan bu Ida yang sudah memasang wajah merengut.
"So—sore," sapa Jihan ragu.
Tidak ada jawaban, Bu Ida tetap fokus dengan ponsel yang ada di tangannya, bahkan tak menghiraukan kedatangan Haris. Itu bukan hal yang tabu. Sebab, Jihan memang sering diabaikan dan tak dianggap.
"Papa di mana, Ma?" tanya Haris memecahkan keheningan.
"Di kamar. Ngapain cari papamu?" tanya Bu Ida tanpa menatap.
Haris tersenyum. Kemudian duduk di samping mamanya. Merangkul pundak wanita itu, sedangkan satu tangannya mengambil ponsel yang ada di depannya.
"Aku punya kejutan untuk, Mama," ucap Haris penuh teka-teki.
"Apa?" Ida masih cuek. Apapun yang akan dikatakan Haris, menurutnya bukanlah hal yang penting.
"Jihan hamil, Ma," ungkap Haris meyakinkan.
Seketika itu juga Ida mendongak, menatap Jihan yang berdiri di samping sofa. Ucapan Haris bagaikan mimpi di siang bolong. Kembali menatap Haris dengan lekat. Memintanya untuk mengulang sekali lagi.
"Jihan hamil," ulang Haris dengan lugas.
Bak terguyur bongkahan air es, hati Ida terasa sejuk mendengar ucapan dari putra semata wayangnya. Setelah sekian lama menanti, akhirnya saat itu tiba juga. Jihan hamil, itu artinya ia akan menjadi seorang nenek.
Buliran bening menetes membasahi pipi Ida. Saking bahagianya hingga bibirnya terkunci. Tangannya menjulur ke depan menyentuh perut rata sang menantu.
"Akhirnya mama akan menjadi seorang nenek," pungkasnya dengan bibir bergetar.
Jihan ikut duduk di samping Ida. Tersenyum melihat perubahan Ida padanya. Bahkan, berbanding balik dengan saat dirinya datang.
"Iya, sebentar lagi mama akan memiliki seorang cucu. Aku bahagia bisa memberikan apa yang mama inginkan."
Jihan memeluk Ida yang semakin sesenggukan. Itu bukan tangis kesedihan melainkan tangis bahagia.
Haris yang ada di belakang mereka hanya bisa diam membisu.
Mama memang akan menjadi seorang nenek, tapi bukan dari rahim Jihan, melainkan rahim Ainaya. Istri kedua ku.
Sedikitpun Haris tak merasa bersalah sudah membohongi mamanya. Justru menganggap itu adalah jalan menuju kebahagiaan bersama dengan Jihan.
Tak berselang lama, seorang pria berkacamata dengan dandanan rapi keluar menghampiri Haris.
"Ada apa ini? Sepertinya ada yang lagi senang."
Haris menyambut Sang papa yang tersenyum saat melihat Ida dan Jihan saling berpelukan.
"Menantu kita hamil, Pa. Itu artinya sebentar lagi kita akan punya cucu." Ida melepas pelukannya, wajahnya berseri-seri dengan kabar kali ini.
Pak Indrawan ikut bahagia. Pasalnya, ia pun sudah merindukan kehadiran makhluk mungil dari mereka. Keturunan keluarga Mahendra yang akan menjadi ahli waris dan penerus di perusahaannya.
"Sudah berapa minggu?"
Kebingungan melanda saat Jihan mendengar pertanyaan papa mertuanya.
Wajah nya mendadak panik dan kebingungan. Menatap Haris sebagai tanda meminta bantuan.
"Baru empat minggu." Haris menjawab dengan cepat.
Ia tak ingin mereka curiga dengan sandiwaranya yang sudah disusun rapi.
"Baiklah, malam ini mama akan mengundang kerabat kita, anggap saja sebagai rasa syukur karena sebentar lagi akan memiliki cucu."
Ida Menghubungi kerabat jauh dan meminta mereka datang ke rumah.
Berbeda dengan Haris yang nampak santai, Jihan sedikit takut sudah membohongi semua orang. Meskipun ini rencana Haris, tetap saja menyangkut dirinya.
Setelah kedua orang tua Haris pergi dengan urusan masing-masing, ia langsung mendekati Jihan.
"Tenang saja, mama dan papa gak akan tahu yang sebenarnya."
Jihan lebih tenang, setidaknya Haris memberikan semangat demi kebaikan mereka berdua.
Pertanyaan kembali muncul di benak Jihan. Ia penasaran dengan sosok wanita yang mau menyerahkan anaknya. Namun, untuk saat ini belum waktunya untuk bertanya mengingat rumah mertuanya sangat ramai.
Apa mas Haris memiliki wanita lain?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
yukmier
iya haris menikah lagi tanpa seijinmu jihan
2024-05-26
0
neng ade
jahat amat itu si Haris .. hal yg sensitif itu dibuat sandiwara.. ga ada kebohongan yg sempurna .. nanti juga ketahuan kebohongan kalian ..
2023-02-05
3
Aulia_ Zahra8944
cerita Macam apa ini...🤔🤔
2022-11-17
0