Ainaya terjepit dalam keadaan yang rumit. Di satu sisi ia ingin pergi sejauh mungkin untuk menghindari perjodohan itu. Namun, di sisi lain ada paman dan bibi yang membutuhkan dirinya. Sebab, Haris mengancam akan membuat mereka sengsara jika perjodohan itu batal.
"Baiklah, aku menerima perjodohan ini." Dengan berat hati Ainaya menerimanya.
Andik, sang asisten mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Ia mengatakan bahwa pernikahan akan dilangsungkan hari ini juga. Dan fakta itu membuat Ainaya kembali tak terima.
"Kenapa harus sekarang?" protes Ainaya dengan cepat.
Haris tersenyum sinis. Mencondongkan kepalanya ke depan.
"Apa kamu tidak membaca isi perjanjian tadi?" cetus Haris mengingatkan.
Ainaya membisu. Bagaimana bisa Haris berbicara seperti itu, bahkan sampai kapanpun ia tak pernah lupa bahwa sebentar lagi akan menjadi istri kedua Haris Mahendra.
"Aku ingin kita segera menikah dan secepatnya punya anak, jadi untuk apa di tunda. Itu hanya akan membuang-buang waktu saja,'' jelasnya.
"Aku tahu itu, tapi aku juga butuh waktu." Suara Ainaya tercekat di tenggorokan. Percuma saja ia membantah, toh ujung-ujungnya kalah juga.
Ainaya kembali ke kamar. Menatap nanar kebaya putih yang menggantung di depan lemari. Berjalan pelan mendekati dan menyentuh baju itu.
Seharusnya baju seperti ini dipakai orang yang bahagia. Bukan orang yang sedih sepertiku.
Ainaya menumpahkan air matanya. Ingin sekali menjerit, namun ia tahan demi kehormatan bibi dan pamannya.
Tak berselang lama, suara mobil berhenti di depan rumah. Ainaya bergegas memakai baju pemberian Haris serta memakai make up tipis untuk menyamarkan matanya yang sedikit bengkak. Duduk di depan cermin. Mencoba sekuat apapun, air matanya terus mengalir menunjukkan sisi kerapuhannya.
"Nay, cepat keluar!" teriak bibi diiringi suara ketukan.
Ainaya bergeming. Matanya tak teralihkan dari pisau yang ada di samping botol parfum nya.
Mungkin mati akan menjadi jalan satu-satunya ia bisa lepas dari jeratan seorang Haris, begitulah pikirnya.
Ainaya memegang pisau itu dengan tangan gemetar, seolah-olah sudah siap kehilangan nyawanya.
Lebih baik aku banyak dosa daripada harus menikah dengan dia.
Disaat Ainaya sudah siap untuk menghabisi nyawanya sendiri, tiba-tiba saja sebuah tangan kekar menepis pisau itu dari tangannya hingga jatuh.
"Kamu apa-apaan sih?" pekik paman tak terima.
"Sekarang cepat keluar atau Haris kehabisan kesabaran," imbuhnya. Membantu Ainaya mengusap air mata lalu menariknya keluar dari kamar. Lantas, duduk di samping Haris yang sudah berada di depan penghulu.
Beberapa orang pun menyaksikan acara sakral yang penuh dengan tekanan tersebut.
"Apa Kalian sudah siap?" tanya penghulu serius.
"Sudah, Pak." Hanya Haris yang menjawab, sedangkan Ainaya menundukkan kepala. Sedikitpun tak ingin melihat Haris ataupun yang lainnya.
"Bagaimana dengan Mbak Ainaya? Apa Anda sudah siap?"
Hampir lima menit suasana menjadi hening karena Ainaya tak menjawab. Bibi yang ada di belakang pun menggeser duduknya lalu mencubit pinggang sang keponakan.
"Siap, Pak?" jawab Ainaya lugas.
Prosesi akad nikah dimulai. Di sinilah Ainaya masuk dalam sebuah perangkap, dimana ia tak bisa mundur lagi. Jalan satu-satunya adalah menerima nasib yang menimpa.
"Sah…" ujar para saksi serempak.
Beberapa tamu yang hadir menengadahkan tangan. Begitu juga dengan Ainaya, meskipun ini adalah paksaan, ia berharap tidak terlalu tersakiti dengan statusnya.
"Mulai hari ini kamu adalah istriku, jadi kamu harus nurut semua perintah ku," ucap Haris setelah mencium kening Ainaya.
Haris menghampiri Andik yang dari tadi berdiri di samping pintu depan.
"Apa Jihan menelponku?" tanya Haris pada sang asisten.
"Tidak, Tuan," jawab Andik memeriksa kembali ponsel milik Haris.
"Mungkin Nyonya asyik jalan-jalan dengan teman sosialitanya," lanjutnya.
"Kalau begitu kamu katakan padanya, kalau malam ini aku tidak pulang."
Setelah memberi perintah, Haris menghampiri paman dan bibi serta Ainaya. Sedangkan, beberapa tamu sudah mulai berhamburan meninggalkan tempat itu.
"Malam ini aku dan Ainaya akan menginap di hotel." Mengeluarkan kartu dan memberikan pada paman.
"Pinnya ada di situ, dan paman berhak menggunakannya."
Menarik tangan Ainaya dan mengajaknya keluar.
"Lepaskan! Sakit," keluh Ainaya mencoba mencengkal tangan Haris, namun tenaganya yang sangat kecil tak mampu melawan pria tersebut.
Haris mendorong tubuh mungil Ainaya hingga terhempas di mobil, setelah itu mengungkungnya. Menatap manik mata sang istri yang nampak sendu.
"Siapkan diri kamu, aku tidak mau menunda malam pertama kita." Membuka pintu mobil.
Setibanya di kamar hotel, Haris memerintahkan Ainaya membuka baju.
"Gak, aku gak mau," tolak Ainaya mencengkeram kancing kebaya nya yang masih terkait. Berjalan mundur menghindari Haris yang terus mendekatinya.
"Jangan membuatku emosi, Nay. Kamu sudah mau menikah denganku, itu artinya juga siap melayaniku." Haris menegaskan.
"Jangan sekarang, Mas. Aku belum siap." Ainaya menghentikan langkahnya saat punggungnya menabrak lemari. Kini ia merasa terpojok dan tak bisa menghindar lagi.
Sementara Haris sendiri sudah melucuti jas dan kemeja nya. Tak peduli dengan rengekan Ainaya, yang pasti ia harus segera menjalankan misi terselubungnya.
"Jangan panggil aku, Mas. Tapi panggil aku Tuan."
"Baik, Tuan."
Hati Ainaya hancur berkeping-keping. Kini masa depannya benar-benar hancur saat Haris berhasil menangkapnya.
Malam pertama yang seharusnya menjadi malam yang istimewa itu kini berubah menjadi malam kelam yang menyakitkan. Ainaya hanya bisa meneteskan air mata saat Haris berhasil merenggut mahkotanya dengan kasar, bahkan selama berhubungan pria itu terlihat penuh nafsu, bukan karena cinta dan kasih.
Hingga beberapa menit kemudian, Haris ambruk di sisi Ainaya, pria itu tak merasa bersalah dengan perbuatannya. Justru menganggap ini adalah awal dari kebahagian dengan istri pertamanya, yaitu Jihan.
Aku berharap kamu cepat hamil.
Haris meringkuk memunggungi Ainaya, begitu juga sebaliknya.
Hampir semalaman penuh Ainaya tak bisa memejamkan mata. Tubuhnya terasa remuk akibat ulah brutal Haris. Kedua matanya bengkak dan memerah karena kelamaan menangis.
Haris yang merasa terusik dengan suara isakan Ainaya itu pun membuka mata lalu menoleh ke arah sumber suara.
Menatap punggung Ainaya yang naik turun dengan posisi duduk di samping ranjang.
Ia terbangun, menggeser tubuhnya hingga berada di belakang Ainaya.
Tanpa aba-aba Haris menaikkan tubuh Ainaya ke atas ranjang.
"Kamu mau apa, Tuan?" tanya Ainaya dengan bibir bergetar. Takut melihat wajah Haris yang nampak penuh hasrat.
Haris mendekatkan bibirnya di telinga Ainaya yang saat ini berada di bawahnya.
"Karena kamu menggangguku, aku akan mengulangi yang semalam," bisiknya sambil melanjutkan aksinya.
Ainaya menggeleng. Namun, tak bisa lari karena tubuhnya terlalu lemah, sehingga kejadian yang menyakitkan itu terulang lagi.
Bahkan, saat ini lebih sakit karena Haris melakukannya dengan kasar, sedikitpun tak ada belas kasihan pada Ainaya yang meronta minta dilepaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
yukmier
sekarang jahay ntar bucinnya g ketulungan
2024-05-26
0
Siti Aminah
baru nyimak thor
2024-01-24
0
Tati Suwarsih Prabowi
sungguh teganya
2023-01-20
0