Zian hanya menatap datar pada wanita yang terbujur kaku diatas tempat tidurnya dengan bersimbah darah. Keadaannya cukup mengenaskan, Zian menghabisinya dengan kejam.
Tak ada sedikit pun penyesalan tersirat dari raut wajahnya meskipun satu nyawa baru saja melayang ditangannya. Dia terlihat santai menghisap rokoknya sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidurnya.
"Bos, Anda memanggil saya?" Seorang pria memasuki kamar Zian.
"Bereskan mayat ini dan minta seseorang untuk mengganti tempat tidurku, kemudian bakar sampai tak tersisa,"
"Baik, Bos."
Zian bangkit dari duduknya seraya menyambar kemeja hitamnya yang tergeletak di lantai lalu memakainya. Pemuda itu melenggang keluar dan menghampiri Alex yang sedang berdebat dengan salah satu tangan kanannya yang bernama Jimin.
"Hyung, ayolah. Kau jangan pelit begitu, kenapa kau selalu saja perhitungan padaku. Padahal aku cuma memakai sebentar mobilmu, itupun tidak menghabiskan sampai satu liter bensin, dan kau malah meminta ganti padaku sebesar 5 juta ribu won, apa itu masuk akal?!"
"Tentu saja masuk akal. Mobil itu baru aku beli sekitar dua jam yang lalu. Aku sebagai pemilik belum mencobanya dan kau malah mendahuluiku, kan bensinnya jadi berkurang, body mobilnya jadi kotor dan bannya tidak mulus lagi. Dan total kerugian yang aku alami setelah kuhitung-hitung sebesar 5 juta ribu won!!"
Jimin menggaruk rambutnya dengan frustasi. Bagaimana dia bisa membayar denda, sedangkan uangnya sudah habis untuk membiayai dua kucing liarnya. Dan di ATM-nya yang tersisa kurang dari 10 juta won. Lalu jika dia berikan pada Alex, bagaimana hidupnya untuk beberapa waktu ke depan.
"Baiklah, nanti aku transfer. Tapi sekarang ngutang dulu. Bos, datang sepertinya dia ada perlu denganmu, aku pergi dulu!!" Dan kedatangan Zian Jimin manfaatkan dengan baik.
"Yakk!! Bocah, jangan kabur kau!!" Teriak Alex namun tetap tak digubris oleh Jimin. Pria itu mendengus berat, dia benar-benar rugi besar.
Zian mendengus panjang. "Sehari saja, apa tidak bisa kalian berdua tenang sedikit?!" Tegur pemuda itu lalu mendaratkan pantatnya di sofa. Dengan lincah jari-jarinya menuang wine ke dalam gelas yang kosong lalu meneguknya.
Baru saja Alex hendak membuka bibirnya untuk bertanya pada Zian. Tapi hal tersebut dia urungkan ketika melihat salah seorang anak buah Zian turun dari lantai dua sambil menyeret sebuah kantong hitam besar, di dibelakangnya beberapa orang tampak sedang menurunkan tempat tidur berukuran king size yang penuh noda darah.
"Kau menghabisi maninanmu lagi?" Alex menatap Zian tak percaya.
"Dia tidak berguna dan merepotkan, jadi untuk apa dipertahankan?! Aku paling benci dituntut dan diatur, maka itulah hukuman yang layak untuknya!!" Ujar Zian dengan santainya.
"Dasar psaycho, memb*nuh manusia seperti membunuh lalat saja. Kau benar-benar iblis yang terlahir dalam wujud malaikat!!" Ucap Alex sambil menggelengkan kepalanya.
Entah sudah berapa banyak nyawa wanita panggilan yang berakhir ditangan Zian. Tak hanya satu dua saja, tetapi puluhan.
Setiap bulan pasti ada satu dua wanita yang hidupnya berakhir dengan tragis ditangan pemuda itu, dan alasan Zian menghabisi mereka selalu sama, mereka membosankan!! Dan yang beruntung akan mendapatkan imbalan uang yang sangat besar.
Memanggil para wanita ke kediamannya untuk melayaninya. Bukan berarti Zian mengijinkan mereka untuk berbuat seenaknya. Sampai detik ini, senjata tempur Zian belum pernah sekalipun bersarang di dalam lubang buaya para wanita panggilan yang ia undang datang.
Meskipun mereka tidak merasakan langsung milik Zian yang begitu mengairahkan di dalam diri mereka, tetapi mereka sudah puas dengan permainan yang pemuda itu yang hanya memakai barang pengganti miliknya.
Dan alasan Zian sangat sederhana, hanya pada wanita yang berhasil meluluhkan hatinya dan benar-benar dicintainya dengan sepenuh hatilah yang layak merasakan miliknya secara langsung. Tetapi sayangnya sampai detik ini belum ada satu perempuan pun yang berhasil menarik perhatiannya apalagi mendapatkan cintanya.
"Kau mau pergi kemana?" Tanya Alex melihat Zian bangkit dari duduknya.
"Rumah sakit, aku dengar tua Bangka itu masuk rumah sakit pagi ini karena kondisinya yang kembali memburuk. Jadi aku ingin memastikan apakah dia masih hidup atau sudah mati!!" Ucap Zian dan berlalu.
Alex hanya bisa terdiam menatap kepergian Zian. Rasa benci yang dia miliki pada sang ayah sudah mendarah daging, membuat ikatan yang seharusnya terjalin dengan kuat menjadi renggang dan berantakan.
-
-
Nara menghampiri Devan yang baru saja keluar dari ruang rawat ayahnya. Gadis itu menatap sang senior dengan tatapan bertanya. Raut wajah Devan menunjukkan jika keadaan tidak baik-baik saja.
"Senior, bagaimana keadaannya? Paman Lu baik-baik saja bukan?" Nara memastikan.
Devan menggeleng. "Kondisinya menurun lagi, padahal kemarin dia terlihat baik-baik saja. Tapi tiba-tiba semalam memburuk dan pagi ini malah kesulitan bernapas, makanya langsung aku larikan kemari." Jelas Devan.
Nara menepuk bahu Devan dan menatapnya dengan sendu. "Banyak-banyak berdoa saja semoga keadaan Paman lekas membaik," ucap Nara. Devan mengangguk.
"Dia masih hidup atau sudah mati?!"
Suara dingin terlewat datar itu menginterupsi perhatian Nara dan Devan. Keduanya menoleh dan mendapati kedatangan seorang pemuda yang memiliki wajah bak pinang di belah dua dengan Devan. Dia memakai pakaian serba hitam, dari atas sampai bawah.
"Zian, jaga bicaramu. Apa begini sikapmu saat tau jika papa kita sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja?!" Devan menatap sang adik dengan marah.
"Dia papamu, bukan papaku. Karena sejak awal anaknya hanya kau saja, tidak ada yang lain!!"
"Kau~"
"Cukup, ini rumah sakit. Jika ingin ribut sebaiknya jangan disini!!" Bentak Nara menghentikan perdebatan mereka berdua. Pandangan Nara lalu bergulir pada Zian. Sepasang mata coklatnya mengunci mata kanan milik Zian. "Dan kau, jika datang kemari hanya untuk mencari keributan, sebaiknya kau pergi saja!!"
Zian mendorong Nara dan menghimpitnya di tembok. Sebelah tangannya mencengkram rahang gadis itu dan menatapnya tajam. Membuat Nara meringis kesakitan.
"Zian, apa yang kau lakukan?! Lepaskan Nara," pinta Devan menuntut.
"Sebaiknya jangan ikut campur. Urus saja papamu yang sakit-sakitan itu!!"
"Zian kau~" Devan menggantung kalimatnya dan tak melanjutkan ucapannya.
Pandangan Zian terkunci pada mata Nara dan menatapnya tajam. "Kau pikir dirimu siapa bisa mengaturku?! Jangan kau pikir dengan menyelamatkan nyawaku, malah kau bebas berbicara denganku. Jangan lewati batasanmu, Nona!!" Zian melepaskan cengkramannya dan pergi begitu saja.
Devan menghampiri Nara. "Kau baik-baik saja?" Nara mengangguk. "Maafkan sikapnya. Dia menang kasar dan tempramennya juga sangat buruk. Sebaiknya kau jangan sampai menyinggung perasaannya. Akan sangat berbahaya jika dia sampai lepas kendali, adikku seperti iblis!!"
Nara menatap kepergian Zian. "Senior tenang saja, aku tau bagaimana cara menghadapinya. Lagipula dia tidaklah sekejam yang terlihat, adikmu masih bisa tertolong, asalkan ada kehangatan dan kelembutan di dalam hidupnya." Ujar Nara.
"Aku tidak mengerti," Devan menggelengkan kepala.
"Memang tidak perlu harus dimengerti. Sudah, ayo lanjut bekerja lagi. Aku tidak mau sampai lembur lagi malam ini!!" Ucap Nara dan pergi begitu saja.
"Nara, tunggu aku!!"
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Elisabet Linarosy
cowok tanpan yg sadis
2024-04-30
0
jinnie
astaga zian, ternyata kamu sangat kejam 😱
2023-01-15
0
jinnie
jimin... park jimin.. ?!? 😅
2023-01-15
0