Zian berhenti di depan sebuah ruang inap tempat sang ayah di rawat. Dari luar ruangan, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana perlakuannya pada Devan, dia tersenyum begitu hangat sambil menggenggam lelaki itu.
Pemuda itu tersenyum sinis, memang hanya Devan yang ada di hati kedua orang tuanya, sementara dirinya hanyalah gumpalan debu yang tidak ada artinya sama sekali dimata mereka.
Dan melihat kedekatan mereka berdua, membuat Zian teringat kembali akan semua hal menyakitkan yang pernah dia alami dimasa lalu. Yang membuat dia akhirnya membenci Devan dan kedua orang tuanya. Zian menutup matanya saat sekelebat bayangan masa lalu melintas di ingatannya.
Flashback:
Zian menghampiri sang ayah dengan tidak sabar. Dia ingin segera menunjukkan hasil ujian yang dia peroleh di semester ini. Zian memperoleh rangking 1, dan Zian ayah dan ibunya bangga pada pencapaiannya kali ini.
Remaja berusia 13 tahun yang baru saja duduk di bangku sekolah menengah pertama itu menghampiri sang ayah yang sedang berada di ruang kerjanya. Tanpa permisi, dia masuk ke dalam ruangan itu.
"Pa," panggil Zian kecil. Sang ayah mengangkat kepalanya dan menatap sekilas pada sang putra.
"Ada apa, Zian?"
"Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan pada, Papa." Ucapnya dengan wajah bahagia.
Tuan Lu menatap sang putra penasaran. "Apa itu?"
"Pa, hari ini aku mendapatkan rang~" Zian menggantung kalimatnya karena kemunculan sang ibu yang begitu tiba-tiba.
"Yan," Tuan Lu melewati Zian begitu saja dan menghampiri sang istri yang tampak panik dan cemas.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada Devan?" Tuan Lu menatap istrinya dengan cemas.
Wanita itu mengangguk. "Dia demam dan mengeluh sakit di dadanya. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit." Ucapnya yang kemudian di balas anggukan oleh Tuan Lu. Mereka tak menghiraukan Zian yang masih berdiri di ruangan itu. Bahkan sang ibu tidak melirik sedikit pun kearahnya.
Zian menatap kepergian mereka berdua dengan nanar. Jika Devan yang sakit, mereka sangat panik. Tapi jika dirinya yang sedang sakit, mereka berdua bersikap seolah-olah tidak peduli. Mereka tidak pernah membawanya ke dokter dan hanya memberinya obat penurun panas biasa. Sementara Devan yang sakit, mereka akan langsung panik dan membawanya ke rumah sakit besar.
"Pa, aku tadi belum selesai bicara. Setidaknya biarkan aku menyelesaikan ucapanku dulu." Ucap Zian sambil menahan pergelangan tangan ayahnya.
"Zian, nanti saja ya. Kakakmu sakit dan Papa harus membawanya ke rumah sakit."
"Tapi Pa~" lalu pandangan Zian bergulir pada sang ibu. "Ma, maukah kau mendengarkan sebentar apa yang mau aku tunjukkan pada kalian berdua?" Zian menatap sang ibu penuh harap.
Wanita itu memegang bahu Zian dan menatapnya sendu. "Zian, jangan sekarang ya. Kakakmu sedang sakit dan butuh perawatan. Jadi nanti saja ya," ucapnya mencoba memberi pengertian.
Zian menyentak tangan sang ibu dari pundaknya. "AKU HANYA MEMINTA KALIAN UNTUK MELUANGKAN WAKTU SEBENTAR SAJA, HANYA SATU MENIT UNTUK MENDENGARNYA, TAPI KENAPA TIDAK MAU?! AKU JUGA PUTRA KALIAN, TAPI KENAPA HANYA DEVAN, DEVAN DAN DEVAN SAJA YANG KALIAN PEDULIKAN?! SEBENARNYA KALIAN ANGGAP AKU INI APA?!" bentak Zian penuh emosi.
Setelah menahannya selama bertahun-tahun. Emosi Zian akhirnya meledak. Dan tanpa menghiraukan seruan ibu dan ayahnya, Zian melenggang pergi. Dia berlari ke kamarnya di lantai dua.
"Kalian sangat menyebalkan. Aku benci kalian semua!!"
Flashback End:
Zian membuka matanya kembali dan menghela napas. Salah satu ingatan masa lalu yang sangat menyakitkan. Selalu Devan yang pertama, orang tua mereka tidak pernah berlaku adil padanya dan hanya Devan yang disayangi oleh mereka berdua.
Tattoo berukuran besar di tubuh Zian merupakan pemberontakan pertama yang dilakukan oleh pemuda itu. Tattoo bukanlah hal yang baik bagi penduduk Korea karena mengingatkan pada Japok, sebuah organisasi mafia yang pernah berkuasa pada masanya.
Dua puluh sampai tiga puluh tahun yang lalu, bahkan orang dilarang untuk memperlihatkan tattoo di tempat umum.
Maka tindakan Zian saat itu yang membuat tattoo berukuran besar di tubuhnya merupakan tindakan dianggap mencoreng martabat keluarga bagi ayahnya yang sangat konservatif dan memicu amarah sang ayah dan mendiang kakeknya.
Zian diusir keluar dari rumahnya. Dan saat itu usianya belum genap 17 tahun, dan kejadian hari itu membuat kebencian Zian semakin mendarah daging.
"Kau masih disini?" Nara berpapasan dengan Zian ketika hendak pulang. Keadaan sudah terkendali, dan semua pasien sudah mendapatkan perawatan.
"Hn, kenapa belum pulang? Bukankah yang lain sudah pada pulang, masih menunggu Devan?"
Nara menggeleng. "Aku menunggu pagi, hari ini aku tidak membawa kendaraan sendiri dan pasti sudah tidak ada kendaraan umum di jam segini." Jelasnya.
"Segera siap-siap, aku antar kau pulang. Kebetulan rumah kita juga satu arah." Ucap Zian.
Nara mengangguk. Dia tidak bisa menolak permintaan Zian. Lagipula Nara sendiri sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat. Seharusnya hari ini bukan jadwalnya untuk lembur, akan tetapi insiden kecelakaan beruntun yang menahannya untuk tetap berada di rumah sakit sampai jam 2 dini hari.
Karena terlalu lelah dan matanya tak bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya Nara tertidur di mobil Zian. Kepalanya bersandar pada kaca mobil dan setengah tertunduk, membuat sebagian rambut panjangnya yang terurai menutupi wajah cantiknya.
Mobil Zian berhenti di depan pagar rumah Nara. Pemuda itu turun untuk membuka pagar sebelum memasukkan mobilnya ke rumah yang memiliki dua lantai tersebut.
Zian menoleh dan mendapati gadis disampingnya tengah tertidur. Melihat Nara tertidur pulas, membuat Zian tidak tega untuk membangunkannya. Pemuda itu melepas sabuk pengaman Nara lalu membawanya masuk ke dalam.
Kepala Nara bersandar pada dada bidang Zian yang tersembunyi dibalik kemeja hitamnya. Sesekali mata dingin dan tajam itu menatap wajah ayu yang sedang terlelap itu, polos seperti bayi yang baru lahir. Sudut bibir Zian tertarik keatas, membentuk senyuman kecil dibibir Kiss able-nya.
Perlahan, Zian menurunkan Nara dan membaringkan gadis itu di tempat tidurnya lalu menyelimuti tubuh Nara sampai sebatas dada. Setelah itu Zian melenggang pergi meninggalkan kamar Nara menuju halaman dimana mobilnya berada.
Tiga puluh menit lebih berkendara. Zian tiba di mansion mewahnya. Dengan tenang, Zian menaiki tangga menuju kamarnya dilantai dua. Ia lelah dan ingin segera beristirahat. Zian menghidupkan lampu kamarnya dan dikejutkan dengan keberadaan seorang wanita yang sedang berbaring di tempat tidurnya.
"Siapa kau, dan siapa yang mengijinkan-mu masuk ke kamarku?!" Zian menatap wanita itu dengan dingin.
"Aku Adel, tuan Alex yang memanggilku kemari. Dia bilang Bos besarnya kesepian dan membutuhkan kehangatan, aku disuruh menunggu disini." Jelasnya.
"Keluar!! Aku tidak berminat padamu!!"
"Tapi~"
"Mati atau keluar sekarang juga?!" Zian memberikan dia pilihan.
Zian menodongkan sebuah pistol padanya. Membuat wanita itu langsung berkeringat dingin. Dia pun memilih pergi dari pada mati konyol ditangan iblis seperti Zian.
Pemuda itu menghela napas, Zian membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia pasti akan membuat perhitungan dengan Alex nanti dan memberinya sedikit pelajaran.
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Kerimpak Kaca Luya
💚🌹💚🌹💚
2022-11-14
1
Chi Ara
gmn dia masuk rumah???
2022-10-03
1
yumna
habislah kau alex besok ktmu zian
2022-09-13
1