Nara dan Devan memasuki sebuah restoran yang letaknya bersebelahan dengan rumah sakit tempat mereka bekerja. Sudah waktunya makan malam, dan mereka menyempatkan diri sebentar untuk makan malam sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Kedatangan keduanya cukup menarik perhatian. Cantik dan tampan, sungguh perpaduan yang sempurna. Begitulah yang dipikirkan orang-orang. Mereka pasti mengira jika keduanya memiliki hubungan special, meskipun pada kenyataannya, hubungan mereka berdua tak lebih dari senior dan junior.
Nara memperhatikan sekelilingnya. Dia sedikit kurang nyaman dengan tatapan orang-orang itu padanya. "Senior, bagaimana kalau kita pindah tempat saja. Disini membuatku kurang nyaman. Lihat saja bagaimana orang-orang itu menatap kita," ujar Nara setengah berbisik.
"Sudah biarkan saja, tidak perlu dihiraukan. Anggap saja orang-orang itu sebagai patung," jawab Devan menimpali.
Mereka berdua duduk dimeja dekat jendela. Tak lama kemudian seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka berdua. Setelah memesan, mereka berbincang sambil menunggu pesanannya datang. Ada beberapa hal yang membuat Nara begitu penasaran.
"Oya, senior. Kenapa kau tidak pernah bercerita padaku jika sebenarnya kau itu memiliki saudara kembar?" Nara menatap Devan penasaran.
"Karena kau tidak bertanya. Lagipula hubunganku dan Zian sangat tidak baik, jadi apa yang perlu diceritakan?" Devan tersenyum perih.
Nara memicingkan matanya. "Kenapa bisa begitu? Tapi betul juga, sikapnya padamu sangat dingin saat kau datang menemuinya kemarin. Bahkan dia berbicara dengan nada tinggi dan kasar, apa sesuatu terjadi diantara kalian berdua?" Nara bertanya dengan hati-hati.
"Sejak kecil, hubungan kami berdua memang kurang baik. Zian sangat membenciku karena orang tua kami yang selalu memperlakukanku dan dia secara berbeda. Sejak kecil aku memiliki daya tahan tubuh yang sangat lemah dan juga sering sakit-sakitan, itulah kenapa mama dan papa lebih memperhatikanku dan sedikit mengabaikan Zian."
"Zian selalu menjadi yang kedua sementara aku yang selalu mereka utamakan. Sebenarnya orang tua kami tidak pilih kasih, mereka memberikan perhatian lebih padaku karena aku sering sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit. Zian tidak terima dan menganggap jika kasih sayang mereka berat sebelah."
"Dan karena kurangnya kasih sayang serta perhatian dari mama, papa. Zian tumbuh menjadi pemuda liar dan suka berbuat onar. Saat usianya baru menginjak 17 tahun, dia terlibat tawuran dengan antar geng hingga membuat dia dan teman-temannya masuk penjara selama satu Minggu."
"Bukannya jera dan sadar akan kesalahannya, semakin hari tingkahnya malah semakin menjadi-jadi. Mabuk-mabukan, balap liar, membuat tindik dan tatto, serta masih banyak lagi hal buruk yang dia lakukan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang dia terima." Terang Devan panjang lebar.
Devan sangat ingat betul. Dulu mereka berdua sangat dekat dan saling menyayangi, bahkan Zian selalu melindunginya disekolah, tetapi sikapnya berubah ketika mereka mulai duduk di kelas 4 sekolah dasar. Sikap Zian menjadi sangat dingin padanya, dan sejak saat itu Devan kehilangan sosok adik yang hangat dan selalu melindunginya.
"Jadi begitu ceritanya, miris juga. Pasti juga tidak mudah ada di-posisinya, dibeda-bedakan oleh orang tua sendiri memang sangat tidak enak. Meskipun aku tidak pernah mengalaminya, tetapi sedikit banyak aku bisa memahami perasaannya." Ujar Nara.
"Memang, dan sekarang papa sangat menyesali apa yang terjadi dimasa lalu. Dia ingin sekali memperbaiki semuanya, tetapi sudah terlambat. Zian... tak mau memaafkannya!!"
-
-
Zian menoleh saat mendengar suara decitan pintu dibuka. Sosok Nara masuk sambil menenteng sesuatu ditangannya. Hanya dengan melihatnya sekilas, Zian langsung tau yang Nara bawa adalah makanan.
"Aku membawakanmu makan malam, pasti kau belum makan. Aku akan segera menyiapkannya untukmu." ucap Nara lalu membawa makanan itu kemeja makan dan menatanya di piring dan mangkuk.
"Kau tidak makan?" Zian memastikan.
"Aku sudah makan malam diluar, kau makan saja. Aku ke kamar dulu," kemudian Nara beranjak dan pergi begitu saja.
Sekujur tubuhnya terasa lengket semua dan Nara hendak mandi serta mengganti pakaiannya. Bekerja seharian membuat tubuhnya tidak nyaman, mungkin setelah mandi dia akan merasa lebih baik.
Setelah mandi dan berganti pakaian. Nara turun ke lantai satu dan mendapati Zian yang sedang duduk di sofa ruang keluarga. Dia tidak melihat satupun piring maupun mangkuk kotor diatas meja makan, di wastafel juga tidak ada. Semua sudah dibereskan.
Kemudian Nara menghampiri Zian sambil membawa potongan buah segar yang sudah dia kupas sebelumnya. "Ayo makan buah dulu," Nara lalu meletakkan buah-buahan itu diatas meja.
"Kau terlihat lelah, sebaiknya pergi istirahat."
Nara menggeleng. "Nanti saja, lagipula ini masih terlalu awal. Bagaimana dengan luka diperutmu, apa ada keluhan selama aku tidak ada di rumah?" Nara memastikan.
"Tidak ada, lukanya baik-baik saja ." Jawabnya. Nara mengangguk paham. "Apa kau sendirian tinggal disini? Dimana keluargamu?"
"Mereka ada di America, aku sendirian disini karena ingin hidup mandiri. Mereka pulang enam bulan sekali, dan itupun ke rumah utama." Jelas Nara.
"Kau putri tunggal?"
Nara menggeleng. "Bukan, aku putri bungsu. Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang sangat menyebalkan. Dia tinggal di America bersama mama dan papa." Jawabnya.
Keheningan menyelimuti kebersamaan mereka berdua. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Zian maupun Nara. Mereka sama-sama bingung harus mengobrolkan apa. Sama-sama kehabisan topik untuk dibicarakan. Zian adalah orang yang dingin, dan Nara bingung harus bagaimana bersikap padanya.
"Hoam...! Aku ngantuk, pergi tidur dulu. Sebaiknya kau jangan tidur terlalu malam. Tidak baik untuk kondisimu saat ini." Nasehat Nara seraya bangkit dari duduknya.
Zian mengangguk. "Ya, aku tau," jawabnya singkat.
"Aaahh,"
Buru-buru Zian menahan tubuh Nara sebelum berciuman dengan lantai. Gadis itu hilang keseimbangan setelah kaki kanannya tidak sengaja menabrak kaki meja.
Sebelah tangan Zian melingkari pinggang ramping Nara, sedangkan tangan Nara memeluk leher pemuda itu. Hingga kontak mata pun tak bisa terhindarkan. Mereka saling menatap dengan jarak yang sangat dekat.
Susah payah Nara menelan salivanya. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat dari sebelumnya ketika menatap mata itu. Dingin namun begitu indah. Nara pun segera sadar dan bangkit dari posisinya saat ini.
"Te..Terimakasih, aku ke kamar dulu." Ucapnya gugup.
Buru-buru Nara meninggalkan Zian dan pergi ke kamarnya. Wajahnya memerah seperti tomat matang. Tak ingin Zian sampai melihatnya Nara pun buru-buru pergi. Dia tidak ingin terlihat konyol di depan orang lain apalagi orang itu seorang laki-laki.
Sedangkan Zian hanya mendengus dan menggelengkan kepala melihat tingkah gadis penolongnya. Dia terlihat begitu menggemaskan ketika sedang gugup dan panik. Nara benar-benar gadis yang unik. Itulah yang Zian pikirkan.
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
jinnie
ehm...dah mulai...
2023-01-15
0
Nurma sari Sari
nah loh mulai ada debar asmara, awas jantungan terlalu sering berdebar. 😀
2022-10-04
1
yumna
bntar lagi zian bucin m nara
2022-09-10
1