BRAKKK...
Doorrr... Doorrr... Doorrr...
Zian membuka matanya mendengar suara seperti benda terjatuh disusul dengan suara rentetan s*njata dari halaman depan Mansion mewahnya. Pemuda itu menyibak selimutnya lalu berlari kearah balkon.
Dibawah sana, anak buahnya sedang berkelahi melawan sekelompok penyusup yang datang menyerang kediamannya. Tanpa membuang banyak waktu, Zian pun bergegas kembali ke dalam. Dengan sigap ia menyambar kemejanya yang tergeletak begitu saja di sandaran sofa.
"Zian, suara keributan apa itu? Kenapa aku seperti mendengar suara temb*kan di luar?"
Langkah Zian terhenti di depan pintu kamarnya. Lantas dia menoleh dan menatap sosok gadis yang sedang duduk ditempat tidurnya sambil menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Nara, apapun yang terjadi. Jangan coba-coba untuk meninggalkan kamar ini. Tempat ini diserang, suasana diluar sangat genting dan berbahaya. Tetaplah disini dan jangan pergi kemana pun!!"
"Apa? Diserang?! Oleh siapa?"
"Musuhku!! Untuk itu tetaplah disini demi keselamatanmu!!" Pinta Zian dan berlalu.
Nara turun dari tempat tidur Zian lalu berlari kearah pintu, berniat untuk menyusul Zian. Tapi sialnya pintu itu malah tidak bisa dibuka karena terkunci secara otomatis. Sepertinya Zian sengaja mengunci pintu kamar itu dari luar supaya Nara tidak bisa pergi kemana-mana.
Lalu Nara berlari kearah balkon untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya. Kedua matanya membelalak sempurna melihat m*yat-m*yat bergelimpangan dihalaman depan mansion mewah Zian. Membuat rumput hijau itu seketika menjadi lautan darah.
Nara berjalan mundur, tubuhnya gemetar hebat, lututnya terasa lemas. Seumur-umur, ini pertama kalinya dia melihat insiden dan peristiwa semenyeramkan itu. Pemb*nuhan dan m*yat-m*yat bergelimpangan di depan matanya.
Gadis itu jatuh terduduk dilantai saat melihat bagaimana cara Zian dan orang-orangnya membanta! mereka semua. Sangat kejam, keji dan tak berperasaan. Bahkan tak sedikit dari mereka ada yang leh*rnya nyaris putus, isi p*rut terurai karena sabetan sajam pada perutnya.
"Hoek!!" Nara berlari ke kamar mandi saat merasakan mual yang luar biasa pada perutnya. Jika posisinya berada di meja operasi, keadaannya tak akan seperti ini.
Nara memang sudah terbiasa dengan hal-hal yang berhubungan dengan org*n tub*h manusia, dia sering menemani Devan melakukan operasi besar. Tapi keadaan saat ini tidaklah sama, dan itulah yang membuat Nara ingin muntah.
"Hoek, sungguh menjijikkan!!"
Dan sentara itu...
Keadaan diluar mansion benar-benar sangat kacau. Dua kelompok mafia besar yang selama ini bermusuhan saling menghunuskan senjata dan berusaha untuk menghabisi.
Dor!
Dor!
Dor!
Suara desing peluru saling menyahut menghantam keheningan malam di Mansion mewah milik Zian. Percikan api timbul dari butiran logam yang terpental pada dinding beton dan tiang-tiang tinggi di mansion mewah tersebut.
"Sial!! Kita kalah telak, jika begini terus kita semua bisa mati konyol disini. Perintahkan untuk mundur pada anak buahmu yang tersisa."
"Baik, Kak Zee. Mundur!!!"
"Yakk!! Mau kabur kemana kalian?!" Seru max dan Felix bersiap mengejar mereka. Akan tetapi segera dihentikan oleh Zian.
"Tidak perlu dikejar, tidak ada gunanya juga. Biarkan mereka pergi, segera obati luka-luka kalian dan bereskan m*yat-m*yat ini!!" Perintah Zian pada anak buahnya.
Pemuda itu menyeka darah segar yang berasal dari luka di pelipis kanannya. Lalu melenggang masuk ke dalam dan pergi ke kamarnya di lantai dua.
Selain luka di pelipisnya, ada juga luka lain di lengan kanan atasnya.
.
.
Cklekk...
Nara mengangkat wajahnya saat mendengar suara decitan pintu kamar di buka dari luar. Zian melenggang memasuki kamar itu, dia terluka meskipun tidak parah. Nara bangkit dari posisinya lalu menghampiri Zian.
Gadis itu menyambar beberapa lembar tisu untuk menghentikan pendarahan ringan pada pelipis dan lengan atasnya. "Duduklah, lukamu perlu dijahit dan diobati." Ucap Nara sambil mengunci manik mata Zian yang sedang menatapnya, datar.
"Tubuhmu gemetar, apa kau ketakutan?" Zian memastikan.
Nara mengangkat kembali wajahnya dan menatap Zian dengan pandangan tajam. "YA!! TENTU SAJA AKU KETAKUTAN, DAN BAGAIMANA MUNGKIN AKU TIDAK KETAKUTAN SAAT MELIHAT PEMBANTAIAN LANGSUNG DI DEPAN MATAKU!!" Teriak Nara di depan muka Zian.
Gadis itu menyeka air matanya. Apa masih perlu dipertanyakan lagi seberapa takut dia saat ini. Zian menghela napas berat, lalu dia menarik Nara kepelukannya dan mencoba untuk menangkannya. Tubuh Nara gemetar hebat, gadis itu benar-benar ketakutan setengah mati.
Mereka berpelukan selama beberapa detik tanpa suara. Dan saat Nara sudah mulai tenang, kemudian Zian melepaskan pelukannya. Dia meminta gadis itu untuk membantu mengobati luka di pelipis dan lengannya. Nara tidak menolak dan mengiyakan permintaan Zian.
-
-
"Kau mencintai gadis itu?"
Devan mengangkat wajahnya setelah mendengar suara sang ayah masuk dan berkaur di telinganya. Kemudian dia meletakkan ponselnya diatas meja kerjanya. Tuan Lu datang untuk memeriksakan kondisi tubuhnya.
"Pa, kau sudah datang. Maaf, tadi aku sibuk jadi tidak sempat memastikan kapan kau akan datang kemari."
"Kau belum menjawab pertanyaan Papa, Devan. Apa kau mencintai, Nara?" Tanya Tuan Lu sekali lagi.
Devan menggeleng. "Tidak, Pa. Kami hanya sekedar berteman saja. Dan hubunganku dengannya tak lebih dari sebatas senior dan junior. Lagipula sudah ada orang lain yang sedang dekat dengannya saat ini dan aku tidak mau menjadi perusak hubungan mereka." Ujarnya.
"Memangnya siapa orang yang sedang dekat dengannya? Kenapa kau seperti sangat berusaha agar tidak membuat mereka terpisah?" Tuan Lu menatap Devan penasaran.
"Zian, dialah orang yang dekat dengan Nara saat ini. Aku tidak ingin Zian semakin membenciku, dan aku tidak mau berebut perempuan dengan saudaraku sendiri." Ujarnya.
Tuan Lu tersenyum tipis. "Kau memiliki hati yang hangat dan lembut, Nak. Kau memang putra kebanggaan Papa dan Mama. Ya sudah, Papa menemui dokter Kim dulu." Ucap tuan Lu yang kemudian dibalas anggukan oleh Devan.
"Baik, Pa."
-
-
Nara memagut dirinya di depan cermin. Tubuhnya dalam balutan dress selutut bermotif mawar besar. Ia berencana pergi ke-acara reuni tahunan, di-sana Nara akan bertemu dengan teman-teman lamanya semasa sekolah dulu.
Setelah memastikan tak ada yang kurang pada penampilannya. Nara menyambar tasnya dan melenggang pergi meninggalkan kamarnya. Dia tidak pergi sendirian, Nara tak ingin dipermalukan lagi seperti tahun lalu karena dia sendiri yang tidak memiliki pasangan.
Deru suara mobil yang memasuki halaman rumahnya mengalihkan perhatiannya. Zian sudah datang menjemputnya, dan Nara tak bisa membuat pemuda itu menunggu terlalu lama. Karena Zian paling benci menunggu.
Mereka berdua akan kembali bersandiwara sebagai pengantin Palsu, Nara akan mengakui Zian sebagai suaminya di depan teman-temannya. Dan Zian tak keberatan sama sekali, karena dia merasa memiliki hutang budi pada Nara.
"Wow, kau sangat tampan, Tuan Muda Lu." Nara memberikan pujiannya pada Zian.
Zian tampak begitu gagah dalam balutan pakaian gelapnya, meskipun tanpa jas ataupun tuxedo, tapi hal tersebut tak sedikit pun mengurangi ketampanannya.
Sebuah celana bahan hitam, kemeja yang senada dengan warna celananya yang dibalut Vest V-Neck abu-abu gelap. Dia kancing teratas kemejanya di biarkan terbuka dan lengannya digulung sampai sebatas siku. Begitu tampan dan Cool.
"Kau terlalu memuji, Nona." Ucap Zian. Pemuda itu menghampiri Nara, dia meraih tangan gadis lalu menyematkan sebuah cincin di jari manisnya.
"Zian, apa ini?"
Zian menatap gadis itu dengan serius. "Orang akan semakin yakin jika kita adalah pasangan," ucap Zian menjawab kebingungan Nara. Dia mengangkat tangannya dan menunjukkan sebuah cincin yang sama pada Nara. Gadis itu tersenyum lembut, ternyata Zian sudah menyiapkan semuanya dengan matang.
"Ayo berangkat sekarang, kita sudah hampir terlambat."
Zian mengangguk. "Baiklah,"
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
jinnie
cieeee. modus aja si zian 😅
2023-01-15
0
yumna
yeeee nara d kash ccin yg d.pesan zian
2022-09-13
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
uuuuh....... kepalsuan yg akn menjadi nyata
2022-09-10
1