Lelaki itu mengernyitkan dahi saat merasakan denyutan nyeri di perut dan kepalanya yang terasa seperti terhantam batu besar. Dan refleks memegangi kepalanya yang terasa berat, mata kanannya terbuka perlahan dan mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang asing.
Tubuhnya berbaring di atas tempat tidur disebuah ruangan yang seluruh dindingnya di dominasi warna putih, ada pula selimut yang menutupi sebagai tubuhnya.
Penciumannya mengendus bau harum masakan yang menguar di udara. Dengan menahan sakit yang luar biasa diperut dan kepalanya, lelaki berusia 25 tahun itu bangkit dari posisi berbaringnya lalu melenggang keluar.
Dan sesampainya diluar kamar. Tak terlihat seorang pun berseliweran di rumah yang memiliki dua lantai tersebut. Dengan langkah tenang, ia berjalan kearah dapur yang sepertinya berada di lantai satu rumah itu.
Dan benar saja, sesampainya di sana. Ia melihat seorang gadis berdiri coklat panjang berdiri membelakanginya, gadis itu sibuk memasak dengan sebuah ponsel menempel di telinganya.
"Terus masukan apa lagi setelah bumbu tumis dan dagingnya? Garam, gula dan penyedap rasa seberapa banyak yang perlu dimasukkan? Lalu kecap asin atau manis yang harus digunakan, lalu apa perlu tambahkan saos tiram juga atau tidak?!"
"KAU ITU SUDAH DEWASA, TETAPI KENAPA PAYAH SEKALI DALAM HAL MEMASAK?!" bentak seseorang diseberang sana. Hingga membuat Nara terlonjak kaget.
"Ma, apa kau sengaja ingin membuat putrimu yang cantik ini sampai terkena serangan jantung dadakan, hah!!" Nara tak mau kalah. Ibunya benar-benar menyebalkan. "Sudahlah, sebaiknya aku memesan makanan dari luar saja!!"
Nara memutuskan sambungan telfonnya begitu saja lalu berbalik dan... "Omo!!" Dia dikejutkan untuk kedua kalinya. Kali ini oleh kemunculan pemuda yang ditolongnya semalam. "Senior, kau sudah sadar? Duduklah dulu, aku akan segera memesan makan dari luar untuk sarapan." Pinta Nara pada pemuda tersebut.
"Senior?" Mata lelaki itu memicing dan menatap Nara penuh tanya. "Apa aku mengenalmu? Sepertinya kau salah mengenali orang," ucapnya dingin.
"Hah?! Apa yang kau katakan, salah mengenali orang bagaimana? Jelas-jelas kau adalah seniorku di rumah sakit masih mau pura-pura tidak mengenaliku segala. Senior!! Sungguh, bercandamu tidak lucu!!"
"Bercanda?! Memangnya siapa yang bercanda, aku memang tidak mengenalmu, Nona!!" Lelaki itu menegaskan.
"Sstt, jangan berisik. Seniorku menelfon, pasti dia akan mengomeliku." Ucap Nara tanpa sadar. Tiba-tiba matanya membulat. "Tunggu dulu," lalu pandangannya bergulir pada ponsel dan lelaki yang sedang menatapnya itu. "Ini senior menghubungiku, jika kau bukan senior, lalu kau siapa?! Dan kenapa wajahmu sama persis dengan senior?!" Nara menatapnya penuh tanya.
Lelaki itu mendengus. "Bukankah sudah aku bilang, aku bukan seniromu. Kau salah orang, namaku Zian, dan mungkin saja yang kau maksud itu adalah Devan. Saudara kembarku!!" Jelas pemuda itu yang ternyata bernama Zian.
Nara mengangguk paham. "Oh, jadi kalian berdua kembar." Matanya tiba-tiba membulat sempurna saat menyadari satu hal. "WHAT?! KALIAN BERDUA KEMBAR?!" pekiknya tak percaya.
Dan pekikan keras itu sampai ke telinga orang yang sedang menghubunginya, yang pastinya adalah Devan. "Nara, apakah di rumahmu ada seorang pemuda yang wajahnya mirip denganku?" Tanya Devan memastikan.
"Benar, semalam aku menemukannya terkapar di depan pagar rumah dalam keadaan terluka parah. Dan sekarang orang itu berdiri dihadapanku dengan tatapan membunuh!!" Jawab Nara.
"Tahan dia tetap di-sana, aku akan segera kerumahmu."
"Tapi~"
Tut... Tut... Tut..
Sambungan telfon itu diputus begitu saja oleh Devan. Padahal Nara belum selesai bicara, gadis itu mendengus berat. Lalu ia menatap Zian yang juga menatapnya.
Pantas saja Nara merasa ada yang aneh dan janggal dengan lelaki di depannya ini. Karena seingatnya seniornya adalah orang yang hangat dan sopan. Tapi lelaki yang berdiri dihadapannya ini dingin dan bermulut tajam, bahkan cara dia menatap orang lain saja seperti seekor singa yang hendak menerkam mangsanya.
Nara menggaruk tengkuknya. "Maaf, aku sudah salah mengenalimu. Aku pikir kau adalah senior karena wajah kalian yang sama persis. Duduklah dulu, dan sebaiknya jangan terlalu banyak bergerak. Luka di perutmu bisa mengalami pendarahan lagi." Tutur Nara menjelaskan.
"Kenapa kau menolongku? Apa kau tidak takut jika aku adalah seorang penjahat ataupun buronan yang sedang di kejar oleh polisi?"
Nara menggeleng. "Takut sih ada, tapi bagaimana pun juga aku adalah seorang dokter. Dan tugasku adalah menyelamatkan nyawa manusia, tanpa pandang bulu. Baik itu orang biasa maupun penjahat sekalipun. Jika perlu pertolongan, aku pasti akan menolongnya selama itu berhubungan dengan nyawa manusia." Jelas Nara. Kemudian gadis itu beranjak dari hadapan Zian dan pergi begitu saja.
Zian tertegun mendengar ucapan gadis itu. Baru kali ini dia bertemu dengan seorang gadis yang tidak menunjukkan ketertarikannya sama sekali.
Gadis itu bersikap biasa saja, tidak seperti kebanyakan gadis yang pernah ia temui sebelumnya. Yang selalu berlomba-lomba untuk mendekatinya, bahkan tak sedikit dari mereka ada yang sampai rela membuka kedua kakinya secara lebar-lebar dan cuma-cuma.
"Zian..."
Perhatian pemuda itu terlaihkan. Seorang menghampirinya dengan raut wajah cemas penuh kekhawatiran. Namun dia juga tampak lega saat melihat adiknya baik-baik saja meskipun tubuhnya penuh luka.
"Syukurlah kau baik-baik saja. Apa kau tau bagaimana panik dan cemasnya aku saat mendengar kau menghilang sementara mobilmu hangus terbakar. Papa sampai tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan mu." Ujar pemuda itu yang pastinya adalah Devan.
Zian menyeringai sinis mendengar apa yang Devan katakan. "Mencemaskanku? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah anak dia hanya kau saja, aku ini hanya sampah, jadi untuk apa mencemaskan bajingan sepertiku?!" Ujar Zian dengan tatapan sinisnya.
"ZIAN CUKUP!! Kau salah paham, selama ini papa sangat menyayangimu, hanya kau saja yang tidak pernah bisa merasakan kasih sayangnya!!"
Zian menatap Devan dengan pandangan meremehkan. "Aku tidak bodoh, Devan Lu. Sejak kapan dia memikirkan ku, bukankah anaknya hanya kau saja?! Selama ini dia hanya menganggap diriku sebagai anak pembawa sial!!"
Plakkk...
Devan menampar pipi Zian dengan keras. Membuat mata Nara yang tidak sengaja melihatnya membulat terkejut. Pasalnya ini pertama kalinya dia melihat seniornya tersebut emosi. Dan sementara itu, Devan langsung menyesali perbuatannya yang sudah menampar Zian.
"Zian, maaf. Aku~"
"Kau memang brengsek. Aku membencimu!!" Zian beranjak dari hadapannya dan pergi begitu saja.
Nara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Suasana macam apa ini? Kenapa dua saudara yang sepertinya tidak akur itu harus bertengkar di rumahnya?! Membuat Nara pusing saja. Dan jika dilihat dari sikap mereka barusan, sepertinya hubungan Zian dan Devan sangat tidak baik. Meskipun penasaran, tetapi Nara tidak akan melewati batasannya.
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
jinnie
ini mungkin maksudnya gadis berambut coklat panjang ya ?
2023-01-15
1
Nurma sari Sari
wow baru aja sadar, masih sakit semua, malah ditambahin lagi dengan tamparan, tega....!!!
2022-10-04
1
Chi Ara
gadis berdiri coklat panjang....!!!???
q gagal paham thor
2022-10-03
2