Kecelakaan Beruntun yang melibatkan 20 motor, 1 bus sekolah, dan beberapa mobil pribadi. Sedang menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Berbagai stasiun televisi bahkan terus menyiarkannya. Sedikitnya ada 17 korban yang meninggal dan 50 lebih yang terluka baik yang terluka parah maupun ringan.
Suasana di Seoul hospital malam ini begitu sibuk. Para perawat dan seluruh tim medis yang bekerja di rumah sakit bertaraf internasional itu tampak berlalu lalang. Banyak pasien terluka yang harus mereka tangani.
Devan mendekati Nara yang sedang duduk disebuah kursi panjang di depan ruang inap pasien. Lelah terlihat jelas di raut wajahnya. Devan membawa dua botol air mineral lalu memberikan satu pada Nara.
"Minum dulu, kau bisa dehidrasi karena kekurangan cairan."
Nara menerima air mineral itu sambil tersenyum lebar. "Terimakasih, Senior." Ucapnya dengan senyum yang sama. Dan Devan hanya mengangguk tipis, menanggapi ucapan Nara.
"Sebaiknya kau istirahat sebentar. Kau terlihat pucat, jangan sampai jatuh sakit." Ucap Devan memberi nasehat.
Nara menggeleng. "Bagaimana aku bisa istirahat dengan tenang sementara yang lain sibuk bekerja." Jawab Nara. Dia menolak saat Devan memintanya untuk istirahat. Tentu dia merasa tidak enak pada yang lainnya. "Senior, ayo kita bekerja lagi," Nara bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja.
Devan menghela napas berat. "Dasar keras kepala!!"
-
-
Zian meninggalkan kediamannya dan pergi ke rumah sakit tempat Nara bekerja. Dia melihat di berita jika Seoul Hospital menjadi rumah sakit satu-satunya yang menampung semua pasien korban kecelakaan beruntun. Dan rumah sakit itu adalah tempat Nara bekerja.
Tak hanya sendiri. Dia membawa beberapa anak buahnya. Zian tau jika rumah sakit itu membutuhkan banyak sukarelawan untuk membantu menangani para pasien yang tak sedikit jumlahnya. Mungkin mereka memang tidak sehebat para tim medis, akan tetapi tenaga mereka bisa meringankan beban mereka.
Mobil Zian berhenti di halaman rumah sakit. Ia segera masuk ke dalam begitupun dengan anak buahnya. Kedatangan mereka di sana tentu saja mengejutkan semua pihak, banyak yang ketakutan karena tubuh mereka yang tinggi besar dan tampang mereka yang sedikit sangar.
"Nona cantik, biar aku membantumu. Pasien ini harus dibawah kemana?"
"Ru..ruang melati." Jawabnya gugup.
"Tidak perlu takut, kami bukan penjahat kok. Kami datang untuk membantu, jika ada yang perlu diangkat atau di dorong. Serahkan saja pada kami."
"Ba..Baiklah,"
Zian menyapukan pandangannya mencoba mencari sosok Nara, tapi sulit karena banyaknya perawat dan dokter yang terus berlalu lalang. Sampai ia melihat dua orang yang sangat ia kenal berjalan beriringan. Melihat hal tersebut membuat perasaan Zian menjadi tidak nyaman.
Baru saja dia hendak pergi dari sana, tapi sebuah suara menghentikannya. "Zian, tunggu!!" Seru orang itu yang pastinya adalah Devan. "Kau baru datang ya, kenapa sudah mau pergi lagi?" Tanya Devan pada sang adik.
"Aku rasa disini juga percuma, tidak berguna!! Karena aku bukan dokter sepertimu, pergilah dan lanjutkan saja pekerjaanmu." Zian hendak beranjak pergi, namun segera ditahan oleh Devan.
"Tapi aku rasa seseorang sangat membutuhkan bantuan saat ini,", ucap Devan sambil menunjuk Nara.
Zian mengikuti arah tunjuk sang kakak dan mendapati gadis itu yang tengah kesulitan menangani seorang pasien karena terus meronta dan berteriak histeris. Dia takut jarum suntik, dan memiliki phobia pada darah hingga beberapa kali pingsan.
Dan saat ketika orang itu pingsan, Nara dan beberapa perawat langsung mengambil tindakan cepat. Namun setiap kali kapas berlumur alkohol menyentuh lukanya dia akan berteriak histeris lalu pingsan lagi. Dan begitu terus sampai berkali-kali.
Tanpa sepatah kata pun. Zian menghampiri Nara lalu berdiri disampingnya. Dan kemunculan Zian tentu saja sedikit mengejutkan gadis itu. "Diam dan jangan banyak drama, atau kupatahkan kakimu ini!!" Zian menatap orang itu yang tampak sangat ketakutan, dan dia pun mengangguk tanpa mampu berkata apa-apa.
Lelaki setengah baya itu menggigit bajunya dan matanya membelalak saat cairan antiseptik menyiram lukanya. Dia ingin berteriak seperti tadi, akan tetapi suaranya tidak mau keluar dan tertahan di tenggorokannya. Kemunculan Zian membuat pria itu tak berdaya sama sekali.
Dan setelah sepuluh menit luka itu pun berhasil diatasi, lukanya sudah ditutup perban dan Nara serta yang lain bisa berlatih pada korban yang lain.
"Nara!!" Zian menahan Nara ketika gadis itu hendak jatuh karena pusing tiba-tiba. "Kau kenapa?"
Nara menggeleng. "Aku tidak apa-apa. Mungkin karena sedikit kelelahan, tapi oke kok." Ucapnya meyakinkan.
"Duduklah dulu, kau pucat. Apa kau sudah makan?" Nara menggeleng. Zian menghela napas. "Tunggu disini dan jangan pergi kemana pun. Biar aku belikan makanan untukmu," ucapnya lalu berdiri. Namun suara seseorang dari arah belakang menginterupsinya.
"Tidak perlu, Nak. Bibi sudah menyiapkan makan malam untuknya," sahut seseorang dari belakang. Sontak Nara dan Zian menoleh, seorang wanita setengah baya menghampiri mereka berdua.
Mata Nara membulat sempurna. "Mama!!" Serunya setengah tak percaya. "Kenapa Mama bisa ada disini? Lalu Mama datang dengan siapa?" Tanya gadis itu memastikan.
"Kakakmu, bagaimana pun juga dia seorang dokter yang akan bekerja di rumah sakit ini. Jadi Mama rasa datang lebih awal tidak ada salahnya," ujar Nyonya William. "Sebaiknya kau makan saja dulu, kau terlihat pucat, jangan sampai jatuh sakit karena tidak makan."
Nara tersenyum dan mengangguk. "Baik, Ma." Ucapnya menimpali.
"Ya sudah, kalian lanjut ngobrolnya. Mama akan membantu kakakmu dan yang lain. Nak, Bibi minta tolong titip anak gadisku ini ya, dia sangat keras kepala. Dan jangan biarkan dia kembali bekerja dulu. Bibi tidak mau jika gadis susah diatur ini sampai jatuh sakit." Ujar Nyonya William, dan Zian hanya mengangguk.
"Ma, kau pikir aku anak kecil. Kenapa harus dititip-titipkan!!" Protes Nara.
Nyonya William melotot pada putrinya itu."Diam, dan jangan banyak protes. Sebaiknya menurut saja atau Mama bawa kau pulang ke America?!" Ancam Nyonya William. Nara mempoutkan bibirnya. Lagi-lagi sang ibu memberinya ancaman.
"Mama, kau sangat menyebalkan!!"
.
.
Dan disini mereka sekarang. Di atap gedung rumah sakit. Nara sedang menyantap makan malamnya dengan ditemani Zian. Pemuda itu menariknya pergi supaya Nara bisa makan dengan tenang. Bagaimana pun juga dia bukan robot, jadi Nara butuh istirahat juga.
"Apa yang terjadi pada wajahmu, kenapa bisa sampai terluka begitu?" Nara menunjuk perban yang membalut di bawah mata Zian.
"Hn, hanya luka kecil saja. Terjadi insiden siang tadi." Jawabnya datar.
Gadis itu menatap Zian dan mendesah berat. Padahal luka bekas luka dua Minggu lalu saja belum hilang. Tapi sudah ada luka baru, apa semua pria memiliki hobi yang sama dengan pemuda disampingnya ini. Menempatkan diri dalam masalah dan bahaya?!
"Kenapa kau?!" Zian menatap Nara dengan mata memicing.
Gadis itu menggeleng. "Bukan apa-apa." Lalu melanjutkan makan malamnya dengan tenang. Zian menolak ketika Nara menawarinya untuk makan malam bersama. Jadi dia makan malam sendirian.
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nurma sari Sari
mama Nara pengertian
2022-10-04
1
yumna
mma nara g tau aza zian tuh kya ap
2022-09-13
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Zian Mafia berhati emas
2022-09-06
1