Kabar tentang menghilangnya Zian telah sampai ke telinga Tuan Lu. Mendengar putra bungsunya menghilang dan belum berhasil ditemukan hingga detik ini membuat keadaan Tuan Lu semakin memburuk setelah mendengar jika putra bungsunya menghilang.
Devan memang tidak memberitahunya akan peristiwa yang menimpa Zian, Tuan Lu mengetahuinya setelah dia tidak sengaja mendengar pembicaraan putranya itu dengan Alex tentang apa yang menimpa putra bungsunya.
"Pa, kenapa kau bangun? Kondisimu belum stabil!!" Devan meletakkan makan malam untuk sang ayah diatas meja lalu menghampiri paruh baya itu yang hampir saja tumbang karena hilang keseimbangan.
"Devan, bagaimana dengan adikmu? Apa kau sudah mendapatkan kabar tentang Zian?"
Devan terkejut. Bagaimana ayahnya bisa mengetahui perihal apa yang menimpa Zian."Pa, kau sudah tau?" Devan memastikan.
"Papa tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan Alex. Devan, apa yang sebenarnya terjadi dengan Zian? Hal buruk apa yang menimpanya?" Tuan Lu membutuhkan penjelasan.
"Sebaiknya Papa duduk dulu." Devan membantu sang ayah untuk duduk ditempat tidurnya. "Aku membawakan Papa makan malam, sebaiknya makan dulu lalu minum obatnya."
"Zian,"
"Papa tidak perlu cemas. Zian baik-baik saja, saat ini dia berada di rumah juniorku, aku sudah bertemu dengannya pagi ini. Jadi Papa tidak perlu cemas dan memikirkannya lagi. Pikirkan kesehatan Papa juga," nasehat Devan.
Devan menatap sang ayah dengan sedih. Dia tau bagaimana perasaan paruh baya itu, pasti dia sangat merindukan Zian dan ingin sekali memeluknya. Tetapi sebuah kesalahpahaman malah membuat hubungan mereka merenggang dan Zian sangat membenci ayah mereka.
"Kau kembalilah ke rumah sakit. Papa sudah tidak apa-apa."
"Papa yakin?" Tuan Lu mengangguk. "Baiklah, jika ada apa-apa segera hubungi aku." Pinta Devan. Dia menatap sang ayah cemas.
Tuan Lu mengangguk. "Baiklah, Papa tau. Kau pergilah, kasian para pasien-mu jika kau tinggal terlalu lama." Devan tersenyum tipis. Meskipun sebenarnya tidak tega, tetapi Devan tetap pergi juga karena pekerjaannya sedang menunggu. Ia memiliki tanggung jawab atas para pasien-pasiennya.
-
-
"Sebenarnya apa pekerjaanmu?"
Nara mengangkat wajahnya dan menatap pemuda yang duduk diseberang meja. Mereka sedang menyantap sarapan. "Aku seorang dokter magang di rumah sakit tempat kakakmu bekerja. Dia adalah senior pembimbingku di-sana." Jelasnya.
"Makanya kau memanggilku senior karena berpikir aku adalah Devan?" Ucap Zian memastikan.
Nara mengangguk. "Ya, aku pikir senior mengalami gangguan pada otaknya. Tetapi ternyata aku salah mengenali orang. Dan jujur saja aku kagum padamu, dengan luka separah itu kau masih sanggup bertahan hidup. Kau memiliki daya tahan tubuh yang bagus. Jika orang lain, aku tak yakin mereka masih mampu bertahan." Ujar Nara panjang lebar.
"Bukan hanya satu dua kali saja aku terluka, dan luka semacam itu tentu bukan masalah untukku." Balas Zian menimpali.
"Aku sudah memeriksa cidera pada mata kirimu, untungnya itu hanya cidera ringan dan tidak berakibat fatal. Sedangkan luka tembak diperutmu membutuhkan waktu untuk benar-benar membaik. Dan sebaiknya jangan terlalu banyak bergerak karena itu bisa membuka kembali lukanya," terang Nara.
"Hn, baguslah. Mungkin lusa aku akan pergi dari sini, sudah terlalu lama pasti mereka mencemaskanku. Terutama Alex,"
"Apa kau yakin? Tapi keadaanmu belum stabil, aku takut jika luka diperutmu kembali mengalami pendarahan." Timpal Nara.
"Aku memiliki dokter pribadi. Jika bukan karena menghargai kebaikanmu, aku sudah pergi dari kemarin pagi." Balas Zian.
Benar juga. Zian adalah orang kaya, sudah pasti dia memiliki seorang dokter pribadi. Dan bukan maksud Nara untuk menahannya, dia hanya khawatir dengan luka-lukanya. Itulah kenapa Nara memintanya untuk tinggal selama beberapa hari di rumahnya.
Usai sarapan dan mencuci semua wadah dan piring kotor. Nara pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. Dia sudah tidak bekerja sejak kemarin, dan hari ini ia berencana untuk masuk kerja lagi. Sedangkan Zian pergi ke taman belakang untuk menikmati pemandangan.
"Aku meninggalkan makan siang untukmu. Kau bisa memanaskannya dulu, aku juga sudah mengupas dan memotong buah segar untukmu. Aku pergi bekerja dulu,"
Zian bangkit dari duduknya lalu menghampiri Nara. Dia merogoh saku celananya lalu menyerahkan sebuah kartu padanya. "Apa ini?" Nara menatap pemuda itu dengan bingung.
"Saat pulang nanti sekalian beli makan malam. Dan gunakan kartu ini saja untuk membelinya."
Nara menggeleng lalu mengembalikan kartu itu itu pada Zian. "Tidak perlu. Kau simpan lagi saja. Kau adalah tamu di rumah ini, dan sudah seharusnya aku yang melayani mu. Sudah siang, aku pergi dulu." Nara beranjak dari hadapan Zian dan pergi begitu saja.
Zian menyimpan kembali kartu-nya dan menatap kepergian gadis itu dengan tatapan yang sulit di jelaskan. Nara memang berbeda.
-
-
Nara baru saja tiba. Tetapi dia sudah diperintahkan untuk menyusul Devan ke ruang operasi. Terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan seorang wanita yang sedang hamil tua mengalami pendarahan hebat. Demi menyelamatkan ibu dan bayinya, operasi darurat pun diambil.
Hening melingkupi ruangan steril ketika sebagian orang yang terlibat dalam operasi itu tengah membersihkan tangan mereka sebelum memulai operasi. Suara yang sedari tadi mendominasi hanyalah kucuran air mengenai wastafel yang terbuat dari alumunium ini.
Masing-masing sudah melepaskan aksesoris yang mereka pakai di tangan ke dashboard di hadapannya. Perlahan mereka juga menutup mulut dengan masker steril dan memulai membasuh tangan mereka dengan air yang sedari tadi sudah mengucur dari keran itu.
Perlahan namun pasti, Nara membalur sabun antiseptic ke tangan kiri hingga sepanjang lengannya. Dengan cekatan ia menggosok seluruh tangannya, mulai dari ujung jari hingga seluruh lengannya. Begitupula Devan selaku dokter utama yang melakukan pembedahan darurat ini.
Proses operasi berjalan dengan sangat lancar. Hanya memakan waktu kurang dari dua jam jika melihat siapa sosok yang mengerjakannya, dan berkat tangan ajaib para tim medis, nyawa ibu dan bayinya berhasil diselamatkan.
Meskipun sempat terjadi ketegangan karena si ibu kembali mengalami pendarahan serta henti jantung, namun usaha dan kerja keras mereka terbayar lunas dengan lancarnya jalan operasi tersebut.
.
.
"Ini,"
Nara mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. Dia menerima cup kopi yang Devan berikan padanya. "Terimakasih, Senior." Ucapnya tersenyum.
"Bukankah aku memintamu untuk mengambil cuti selama beberapa hari dan fokus untuk merawat Zian, tetapi kenapa sudah masuk kerja hari ini?" Kemudian Devan duduk disamping Nara.
"Dia sudah baik-baik saja. Jadi apa yang perlu aku fokuskan. Lagipula di rumah seharian tanpa melakukan apa-apa itu terlalu membosankan," jawab Nara.
"Keluarga Lu memiliki hutang padamu, Nara. Jika kau tidak menolong Zian tepat waktu, mungkin kami sudah kehilangannya."
Nara menggeleng. "Tidak perlu terimakasih, Senior. Lagipula menyelamatkan nyawa orang sudah menjadi tugasku sebagai seorang dokter. Jika saja malam itu yang aku temukan bukan dia, aku pun akan melakukan hal yang sama."
-
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
jinnie
sepertinya akan seru
2023-01-15
0
Nurma sari Sari
aku suka ceritanya semakin seru...
2022-10-04
1
𝐬𝐚𝐟𝐫𝐢𝐚𝐭𝐢
Ceritanya Seru" sepertinya akan hadir Cinta yg akan menambah masalah baru
2022-09-03
2