Kesepakatan

Pagi-pagi sekali pintu kamarnya sudah diketuk oleh seseorang, Lizzy pun membuka matanya perlahan. Ia melirik jam di ponselnya di atas nakas kecil di samping ranjang, waktu masih menunjukkan pukul enam pagi. Siapa yang mengetuk pintu sepagi ini? tak bisakah aku tidur sedikit lebih lama? ia menggerutu dalam hati. Dengan enggan ia berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintunya melalui lubang kecil dipintu. Jacob. Sedang apa dia di depan pintu kamarku sepagi ini? . Dengan berat hati ia membukakan pintu untuk pria itu. "Ada apa Jacob? Mengapa kau membangunkanku pagi-pagi sekali. Dimana anak-anak?" Lizzy menatap pria itu dengan kesal, namun yang ditatap hanya tersenyum sambil membawa dua cangkir kopi di tangannya.

Tanpa dipersilahkan pria itu masuk begitu saja, dan meletakkan dua cangkir kopi di atas meja rias kecil, "Ini kubawakan secangkir Coffelatte kesukaanmu. Ayo kita minum kopi bersama, di balkon kamarmu. Anak-anak masih tertidur di kamar aku tidak ingin membangunkan mereka, jika semalam mereka tidak terganggu itu karena mereka baru saja tidur, dan jika sekarang mereka terganggu mereka bisa terbangun kapan saja," Pria itu berdiri dengan bersandar pada meja rias dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana tidurnya. Pria itu memakai atasan T-shirt lengan panjang tanpa kerah, rambutnya terlihat sudah tersisir rapih. Meskipun pria itu hanya mengenakan pakaian tidur, tapi ia tetap terlihat tampan.

Lizzy menatap pria itu sambil duduk di atas ranjang di ujung dekat dinding, "Dan darimana kau dapatkan kopi itu?"

"Aku memesannya dari café di bawah."

"Jika kau ada di sini, siapa yang menjaga anak-anak? Kau meninggalkan mereka di tempat asing, dan mereka masih tidur. Apa kau sudah gila Jacob?" Lizzy kesal dengan kelakuan pria di depannya.

"Tenanglah Lizzy ada dua orangku yang kemarin kau lihat, sedang berjaga di depan pintu kamar. Jadi anak-anak akan aman."

"Kau memang seenaknya Jacob. Tidak pernah berubah."

Pria itu hanya tertawa mendengar Lizzy menggerutu. Baginya, itu bagaikan suara musik yang paling indah dipagi hari, yang tidak pernah ia dengar selama tiga tahun terakhir. Pagi ini adalah pagi yang sangat sempurna baginya. Bangun tidur dengan kedua anaknya yang berada di ranjangnya, dan minum kopi bersama wanita yang dicintainya. Persis seperti dulu.

"Jam berapa kau akan pulang Lizzy?" Pria itu bertanya sambil melangkah ke arah pintu balkon, dan membawa dua cangkir kopi tadi kesana, "Ayo kita minum kopi di balkon, suasana pagi hari di sini sangat menyenangkan. Kau bisa melihat gedung-gedung tinggi itu dengan lebih jelas karena belum tertutup polusi."

Lizzy mau tak mau mengikuti pria itu menuju balkon. Rambutnya masih terurai, ia merapihkan rambutnya dengan menyisir menggunakan jari tangannya.

"Aku belum tahu jam berapa kami akan pulang, semua tergantung anak-anak," Lizzy menyeruput kopi panasnya.

"Bolehkah aku membawa mereka berkeliling pulau? Aku sudah lama ingin mengajak mereka berkeliling pulau ini, tapi aku belum punya kesempatan. Selagi ada kesempatan sekarang aku ingin membawa mereka ikut serta."

"Maaf Jacob, mereka tidak bisa ikut bersamamu, mereka tidak membawa cukup pakaian."

"Aku bisa membelikan mereka pakaian dan perlengkapan lainnya nanti, aku akan mengajak mereka berbelanja."

"Kurasa kau melupakan kebiasaanku Jacob, aku tidak ingin anak-anakku memakai pakaian yang baru tanpa mencucinya terlebih dulu. Meskipun baru, tetap saja kotor. Banyak virus dan bakteri yang menempel."

"Bagaimana jika, aku membawa mereka ke rumah kita dulu? Pakaian dan juga perlengkapan mereka ada banyak di sana. Kau tahukan, rumah kita tidak jauh dari sini, sedangkan ke rumahmu dua jam perjalanan dari sini. Dan kalau kau mau, kau bisa ikut untuk mampir. Sudah lama kau tidak mengunjungi rumah kita."

"Itu rumahmu Jacob, hanya milikmu, jadi tidak ada kata kita. Kau bisa membawa mereka ke rumahmu dulu, aku tidak bisa ikut. Maaf. Aku punya janji temu dengan seseorang."

"Apa kau sekarang berkencan?" pria itu bertanya dengan wajah kecewa.

Ingin sekali Lizzy membual dengan mengatakan iya, tapi ia juga tak mau dicap sebagai wanita gampangan setelah berpisah dari mantan suaminya itu, "Tidak, aku ada janji makan malam dengan temanku. Mereka adalah sepasang suami istri paruh baya. Clara dan David pasti pernah bercerita tentang mereka kepadamu bukan?"

"Maksudmu mereka adalah keluarga Allan? Orang yang kau panggil paman dan bibi, dan anak-anak memanggil mereka dengan sebutan kakek dan nenek?"

"Iya betul mereka. Mereka berdua sangat baik pada kami bertiga. Mereka benar-benar seperti keluarga bagi kami."

"Dan bagaimana dengan keluargamu sendiri Lizzy? Apa kau sudah mengunjungi kedua orang tuamu?"

"Aku dan anak-anak mengunjungi mereka dua bulan yang lalu. Mereka sehat dan bahagia. Kebun bunga milik ibuku bertambah indah. Ibuku bahkan mempekerjakan dua tukang kebun sekarang untuk merawat bunga-bunganya. Kau harus kesana sesekali mengunjungi mereka, kau akan takjub melihat kebun bunga milik ibuku?"

"Apa kau sedang mengajakku pergi kesana Lizzy? Karena jika iya, aku senang sekali dan tentu aku akan ikut denganmu."

"Tidak, kau bisa berkunjung kesana bersama anak-anak nanti, mampirlah kesana Jacob, kau akan tetap diterima di sana dengan tangan terbuka oleh kedua orang tuaku."

"Kau tahu Lizzy, alasan kenapa baru sekarang aku meminta maaf dan memintamu untuk kembali padaku setelah bertahun-tahun? Karena aku takut mengakui kesalahanku pada keluargamu, terutama padamu dan kedua orang tuamu. Kalian semua adalah orang baik, dan aku bersikap sangat brengsek padamu. Dan aku tidak memiliki keberanian untuk mengakui kelemahanku. Kuakui butuh waktu yang lama untuk mengumpulkan keberanianku, dan aku terlalu dibutakan oleh rasa kecewa pada diriku sendiri. Aku terpuruk, dan enggan untuk melihat sekitarku. Aku...hanya ingin dimengerti tanpa mau mengerti keadaan orang lain. Aku terlalu egois dan terlalu pengecut. Sesaat aku berharap, kaulah yang datang padaku dan memohon untuk kembali bersamaku. Meminta atau bahkan memaksaku untuk berubah. Berhenti menjadi seorang pria brengsek. Aku melupakan fakta bahwa kau adalah pihak yang terluka, dan kau adalah wanita yang mandiri, kau tidak akan pernah meratapi nasibmu dalam waktu yang berkepanjangan. Kau hanya akan berduka untuk sesaat dan kemudian bangkit untuk bisa menjalani hidup yang lebih baik."

Lizzy tersenyum kecut mendengar penjelasan pria itu. Sungguh ironis, disaat ia tak lagi mengharapkan pria itu dalam hidupnya, justru takdir berkata lain. Pria itu justru datang sekarang, dan memohon padanya.

"Satu hal yang harus kau ingat Jacob, seperti yang sudah kukatakan kemarin, kita hanya akan berteman. Demi kebahagian Clara dan David. Jadi kau jangan berharap lebih."

"Aku tahu Lizzy, tapi bolehkah aku menyimpan harapan itu walau hanya sedikit?" Pria itu masih berusaha.

"Silahkan kau menyimpan harapanmu sendiri, tapi jangan memaksaku untuk memberikan izin padamu untuk melewati batas itu."

"Baiklah Lizzy, aku akan berjanji. Tidak akan menekanmu sedikit pun."

Lizzy pun hanya mengangguk. Mereka pun terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Lizzy melirik sekilas ke arah pria disebelahnya, dengan ragu ia berkata "Jacob, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?"

Pria di sebelahnya menoleh seketika, dan tersenyum manis. "Tentu saja Lizzy, kau boleh meminta apapun yang kau mau. Katakanlah, aku akan berusaha untuk memberikannya kepadamu."

"Bisakah kau menarik oranag-orangmu yang selalu mengawasi kami? Kami hanya tinggal di Kota yang kecil. Bukan tanpa alasan aku memilih kota itu. Kau pasti tahu, sebelum aku mengambil sebuah keputusan aku pasti akan memikirkannya dengan matang dan penuh dengan pertimbangan. Aku tidak mungkin membahayakan diriku sendiri apalagi anak-anak kita. Kau pasti tahu, aku bisa menjaga diriku sendiri dan juga anak-anak."

Jacob menatap wanita di sebelahnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan sebelum akhirnya dia menggelengkan kepalanya, "Tidak Lizzy, maafkan aku. Untuk yang satu itu aku tidak bisa memberikannya kepadamu. Toh selama ini mereka hanya menjaga kalian dari kejauhan, tidak pernah mencampuri kehidupan kalian. Aku tidak bisa mempertaruhkan keselamatan kalian bertiga. Kecuali jika kau bersedia untuk pulang kembali ke rumah orang tuamu, maka aku akan menarik orang-orangku."

"Kau tahu kemampuanku dengan sangat baik Jacob, ayolah Jacob, berhentilah bersikap konyol. Semakin lama kau semakin mirip dengan orang tuaku."

"Yah, kau benar Lizzy aku semakin mirip dengan orang tuamu. Karena kami sama-sama menyayangi kalian bertiga, jadi kami akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga orang yang kami sayangi," Pria itu tertawa melihat ekspresi Lizzy yang memanyunkan bibirnya karena kesal.

"Kenapa tidak sekalian kau yang pindah saja ke kota tempat kami tinggal? Kau bisa bebas mengawasi kami duapuluh empat jam. Itu pun jika kau tidak punya pekerjaan yang penting," Ia mencoba untuk menantang pria di sebelahnya.

Reaksi pria itu sungguh diluar dugaan ia tersenyum dengan lebar. "Apa kau sedang memberiku kode bahwa kau bersedia aku dekati lagi sayang?"

Lizzy melebarkan bola matanya ke arah pria itu, "Jangan bermimpi tuan Jacob morris. Aku sama sekali tidak berminat untuk kau dekati."

Astaga, aku salah bicara. Seharusnya aku tidak bicara seperti itu pada pria ini. Aku lupa dia adalah penganut narsisme, gerutu Lizzy dalam hati.

"Tapi sungguh, aku mengharapkan kau memintaku untuk pindah ke Kota tempat kalian tinggal. Aku dengan senang hati akan melakukannya. Bahkan aku bersedia memindahkan pusat kantor konsultan hukum milikku."

"Kau sungguh konyol Jacob, semua itu tidak bisa kau lakukan."

"Tidak Lizzy, semua itu bisa kulakukan dengan mudah. Semuanya akan aku lakukan secepat mungkin begitu kau memintaku untuk pindah, maka aku akan pindah saat itu juga. Aku tidak akan membuang-buang waktu untuk berpikir."

Lizzy tertawa mendengar jawaban Jacob, sungguh ia merasa lelucon Jacob terlalu menggelikan. Tapi tawanya seketika berhenti ketika mendengar Jacob melanjutkan perkataannya, "Aku tidak sedang membuat lelucon Lizzy. Itu adalah sebuah fakta. Bagaimana jika kita membuat sebuah kesepakatan?"

"Kesepakatan seperti apa yang kau inginkan Jacob?"

"Aku akan menarik orang-orangku yang mengawasi kalian bertiga. Tapi sebagai imbalannya aku akan pindah ke Kota tempat kalian tinggal. Dan aku akan membeli rumah tidak jauh dari rumahmu, orangku pernah memberikan informasi, ada rumah berlantai dua dengan sebuah halaman yang luas dan juga kolam renang yang sedang diiklankan untuk dijual. Rumah itu berada sekitar dua blok dari rumahmu, ke arah timur. Kau pasti tahu lokasinya."

Lizzy terkejut mendengar penjelasan pria itu, "Wah sepertinya kau selangkah di depanku Jacob, tidak kusangka kau merencanakan sampai sejauh itu. Kenapa kau tidak sekalian membeli semua rumah yang ada di komplek tempatku tinggal?"

Pria itu tertawa geli mendengar jawaban Lizzy, "Jujur saja Lizzy aku memang berniat membeli rumah lagi untuk berinvestasi, dan kulihat harga properti di sekitar tempat tinggalmu memiliki kenaikan harga yang signifikan. Aku ingin menambah pundi-pundi kekayaanku, tidak kupungkiri. Karena aku berniat meninggalkan tabungan sebanyak mungkin untuk anak-anak kita kelak. Aku tidak ingin mereka hidup dalam kesusahan. Jadi bagaimana dengan tawaran kesepakatan yang aku berikan kepadamu?"

"Baiklah, aku terima penawaranmu. Tapi kau benar-benar harus menarik orang-orangmu. Mereka membuatku sangat tidak nyaman. Kau juga tidak boleh mencampuri urusan pribadiku. Ingat, kau pindah kesana hanya demi kebahagiaan anak-anak. Bukan untuk mendekati apalagi merayuku."

"Baik. Aku berjanji padamu Lizzy. Terima kasih banyak karena kau mengizinkanku untuk terlibat lebih banyak dalam kehidupan anak-anak kita."

Dan aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu lagi secara utuh sayang, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Jacob tersenyum penuh arti.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Siang hari, mereka pun berpisah di parkiran hotel. Clara dan David akhirnya ikut ayah mereka berkeliling pulau. Sedangkan Lizzy memutuskan untuk kembali ke rumah. Sebelum ia menyalakan mesin mobilnya, ia menghubungi seseorang dengan ponselnya,

"Halo bibi, apa kabarmu hari ini?" Lizzy menyapa

"Halo sayangku, aku baik-baik saja. Bagaimana dengan perjalanan pulangmu? Apa kau sudah dalam perjalanan pulang, atau kau masih tertahan disana?" Wanita itu menjawab.

"Aku sedang dalam perjalanan pulang bibi, dan aku menerima undangan makan malammu bibi. Kau tidak perlu repot memasak banyak makanan karena aku yang akan memasak untuk kita semua. Baiklah bibi, aku tutup teleponnya, nanti aku akan mampir sebentar ke supermarket sebelum ke rumahmu."

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan dan sampai bertemu di rumahku."

Setelah hampir dua jam menempuh perjalanan, tiba lah ia di sebuah supermarket terbesar di Kotanya, ia mengambil beberapa bungkus daging sapi dan bumbu pelengkap, sayuran, dan juga buah. Setelah selesai dengan belanjaanya ia segera membayar ke kasir. Ia harus bergegas, karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore.

Setelah sampai di rumah keluarga Allan ia memarkirkan mobilnya di luar pagar. Ia membawa kantong belanjaan yang lumayan besar, kemudian berhenti di depan pagar untuk memencet bel, dan tak lama kemudian keluarlah seorang pria yang beberapa waktu lalu datang ke toko rotinya. "Selamat sore tuan, ternyata kita bertemu lagi. Dimana paman dan bibi?" Lizzy menyapanya.

"Mereka ada di dapur sedang menunggumu, masuklah." Pria itu membukakan pintu pagar rumahnya untuk Lizzy.

Mereka berjalan masuk kedalam rumah dengan Lizzy yang berada di depan dan pria itu mengikutinya di belakang.

"Selamat sore paman, bibi." Sapa Lizzy saat tiba di bagian dapur rumah itu sambil mengecup pipi bibinya.

"Sore juga Lizzy, dimana kedua cucuku?" Bibinya menjawab sapaan Lizzy.

"Mereka pergi bersama ayahnya. Jacob tiba-tiba datang menyusul kami. Dan dia ikut berlibur bersama kami. Tadi pagi ia meminta izinku untuk membawa anak-anak berkeliling pulau, anak-anak terlihat sangat antusias dengan ajakan ayah mereka jadi aku mengizinkannya."

"Sayang sekali, padahal aku merindukan mereka. Bahkan Philip sudah menyiapkan peralatan barbeque di halaman belakang untuk menyenangkan mereka."

"Maafkan aku bibi, aku tidak mungkin melarang mereka untuk berlibur bersama ayahnya. Kecuali mereka sendiri yang memintanya. Karena walau bagaimanapun darah itu lebih kental daripada air."

"Kau benar Lizzy, kau tidak bisa melarang ayah mereka untuk bertemu anak-anaknya. Itu adalah hal mutlak yang tidak bisa kau ganggu gugat. Senang rasanya mendengar mereka tetap mendapatkan kasih sayang yang besar dari ayah mereka," Kali ini pamannya yang berkomentar.

"Baiklah, sekarang aku harus mulai memasak. Karena kalau tidak kita akan telat makan malam. Ayo Lizzy, aku bantu kau di dapur, dan kalian para pria menyingkirlah dari dapur kami. Buat diri kalian berguna di halaman belakang," Bibinya mengambil dua buah apron, untuk dirinya sendiri dan untuk Lizzy. Mereka berdua pun segera tenggelam dalam kesibukan mereka di dapur sambil sesekali saling melemparkan lelucon yang membuat mereka tertawa bahagia.

Terpopuler

Comments

Dwi Anggii Verina

Dwi Anggii Verina

suka 🤗🤗🤗

2020-10-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!