Melangkah bersama

Sepanjang jalan sehabis mereka berkeliling kota itu, kedua anak Lizzy masih terus tertawa bahagia. Kesempatan untuk bisa pergi berlibur berempat memang tidak pernah terjadi dalam tiga tahun kebelakang. Mereka tetap berlibur bersama ayah mereka, tapi ibunya tak pernah mau terlibat. Awalnya mereka kecewa pada Lizzy tapi lambat laun, mereka mengerti, bahwa keadaan tidak lagi sama seperti saat ayah dan ibunya masih tinggal bersama.

Di dalam mobil itu hanya Lizzy yang terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia memilih duduk di bangku penumpang di tengah, bersama Clara. Sedangkan anak bungsunya memilih untuk duduk di depan di samping ayahnya yang menyetir. Lizzy memandang keluar jendela mobil, menikmati pemandangan gedung-gedung yang berdiri dengan kokoh, berbaur dengan bangunan yang lebih rendah di sekitarnya. Terlihat sangat kontras. Seketika ia mengandaikan seperti dirinya dan Jacob. Jacob merupakan jelmaan dari gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi itu, sedangkan dirinya hanyalah bangunan rendah di sekitarnya dan terkesan kuno. Sangat kontras.

Dulu mereka percaya, bahwa perbedaan yang ada akan membawa warna tersendiri dalam kehidupan pernikahan mereka, tapi justru yang terjadi malah sebaliknya, perbedaan itu tak dapat dijembatani, dan membuat keduanya memutuskan untuk berpisah. Jacob morris adalah seorang pria yang flamboyan, mulutnya terlalu manis jika berbicara dengan lawan jenisnya. Tak peduli ia telah memiliki Lizzy dalam hidupnya, saat mereka masih sebatas pacaran, Jacob terlihat seperti pria yang sangat mencintai dan memujanya sehingga Lizzy memantapkan hatinya dan memutuskan menerima lamaran pria itu. Tapi kebahagiaan itu mulai retak saat usia pernikahan mereka menginjak tahun ke enam.

Dan puncaknya adalah ditahun ke sembilan. Hingga Lizzy memutuskan untuk berpisah dan meninggalkan semua masa lalunya di belakang.

Mereka tiba di hotel tempat mereka akan menginap dan ketika mereka tiba di lantai kamar yang mereka sewa, dugaan Lizzy lagi-lagi terbukti.

"Kamar kami di nomer 507 ayah, dimana kamar ayah?" David bertanya pada ayahnya saat ayahnya bilang akan mengantarkan mereka dulu ke kamar, baru ia akan kembali ke kamarnya sendiri.

"Wah kebetulan sekali, kamar ayah ada di 508. Ternyata kita bersebelahan. Bagaimana jika kau tidur bersama ayah David?"

Lizzy menyunggingkan senyum sinisnya. Sudah kuduga Jacob, kau memang merencanakan ini semua, batin Lizzy.

David dan Clara pun melonjak kegirangan, karena ternyata kamar ayah mereka berada tepat di samping kamarnya. Lizzy bergerak membuka kunci pintu kamarnya dan masuk, dan saat pria itu tiba-tiba ikut melangkah masuk ke dalam, ia menghentikannya

"Jangan mencoba peruntunganmu untuk yang kedua kali Jacob, karena mungkin kau tidak akan mendapatkannya."

Pria itu seketika berhenti melangkah ke dalam, dengan tatapan shock. Ia tidak berpikir wanita itu akan menolaknya, setelah pembicaraan mereka tadi Lizzy terlihat diam saja dan tidak bersikap ketus kepadanya ia mengambil kesimpulan bahwa ia selangkah lebih maju untuk mendapatkan hati wanita itu lagi. Tapi ternyata ia salah.

"Ibu, biarkan saja ayah masuk sebentar ya, menunggu kami membersihkan diri. Setelah itu biarkan kami ikut ke kamar ayah, dan bermain di sana. Dan ibu bisa membersihkan diri di kamar. Setelah itu kita makan malam bersama lagi. Mau ya bu?" Putrinya berkata setengah memohon.

Lizzy terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu, ia enggan berdekatan dengan pria itu untuk waktu yang lebih lama. Tapi akhirnya ia hanya bisa mengangguk pasrah.

Setelah ia meletakkan tas dan jaketnya di meja rias kecil, ia berjalan ke arah balkon kamar. Ia butuh udara, dan ruangan itu terasa sesak karena keberadaan Jacob.

Seakan mengerti dengan kondisi Lizzy, pria itu pun tak lagi berani mendekatinya.

Aku akan memberikanmu waktu Lizzy, aku tahu perjalananku untuk mendapatkan mu kembali tidak akan semudah dulu saat aku memintamu menjadi istriku. Tapi aku akan tetap berjuang meskipun ini menyakitkan. Aku akan menebus semua kesalahanku. Aku rela kau menghukumku disepanjang sisa hidupku, asalkan kau dan anak-anak kita kembali bersamaku, Jacob berkata dalam hati.

Lizzy yang menyadari ia sedang diamati oleh Jacob, berpura-pura tenggelam dalam pikirannya. Padahal ia sedang menata hatinya yang porak poranda karena mendengar permintaan pria itu tadi saat di peternakan. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain, meskipun itu orang terdekatnya. Ia terbiasa melindungi dirinya sendiri sejak remaja, meskipun kedua orang tuanya lebih dari sekedar mampu untuk melindunginya. Ia tidak ingin menjadi wanita yang lemah dan bergantung pada orang lain. Ia ingin menjadi wanita mandiri dan bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Bukannya ia bermaksud sombong, hanya saja baginya lebih baik sendiri, daripada harus berbagi tapi kemudian tersakiti.

Kedua anaknya telah selesai membersihkan diri, mereka pun pamit untuk pergi bermain di kamar ayahnya.

" Ibu, aku dan kakak akan ke kamar ayah sekarang, nantu ibu harus menyusul kami, aku akan meminta ayah untuk memesan makanan untuk kita makan malam, dan makan di kamar ayah. Boleh kan bu?" anak laki-lakinya memohon padanya.

Lagi-lagi Lizzy merasa ia harus mengalah kali ini, karena ia tidak mau merusak momen bahagia untuk anak-anaknya. "Baiklah, kalian boleh pergi ke kamar ayah, nanti ibu akan menyusul."

"Kau ingin aku pesankan makanan apa Lizzy? Jadi ketika kau datang ke kamarku makanan sudah siap dan kita bisa langsung makan," Jacob bertanya padanya.

Ia terlihat berpikir sejenak, "Samakan saja pesananku dengan pesanan kalian. Aku tidak pemilih dalam hal makanan," Ia sengaja menjawab pertanyaan itu dengan kalimat bersayap.

"Baiklah Lizzy, aku dan anak-anak menunggumu di sebelah," Pria itu berjalan keluar kamar bersama kedua anaknya untuk masuk ke kamarnya sendiri di sebelah.

Sepeninggal mereka semua, Lizzy mengunci pintu kamar kemudian melangkah dengan gontai menuju kamar mandi. Ia memilih berendam di bathub dengan air hangat. Kepala dan tubuhnya butuh relaksasi sebelum kembali bersitegang dengan pria itu.

Ternyata, ia malah tertidur. Ia terbangun saat mendengar suara ponselnya yang berdering di kamar.

Astaga aku malah tertidur, jam berapa sekarang. Ia melangkah keluar kamar mandi dengan hanya menggunakan jubah handuk. Ia melihat ponselnya, dan ada banyak panggilan di sana, tentu saja dari pria itu. Ternyata ia tertidur di bathub selama tigapuluh menit.

Ia segera berpakaian. Ia memilih hanya memakai celana training panjang berwarna abu gelap dengan atasan T-shirt tanpa kerah dan berlengan warna putih. Dan seperti biasa, ia mengikat rambutnya seperti ekor kuda.

Ia segera keluar menuju kamar sebelah dan mengetuk pintu kamar. Tanpa menunggu lama, pintu itu telah terbuka. Jacob yang membukakan pintu untuknya.

Pria itu kemudian menyingkir dan mempersilahkan Lizzy untuk masuk.

"Kami menunggumu sejak tadi. Apa kau tidak apa-apa? Kau...terlalu lama, tadi aku meneleponmu tapi tidak ada jawaban. Akhirnya kami memutuskan untuk makan lebih awal. Maaf ya. Makanan mu sudah dingin, aku akan memesan yang baru untukmu. Kau bisa tetap makan di sini, dan setelah anak-anak selesai makan,mereka tertidur".

Lizzy melihat ke arah ranjang, benar saja kedua anaknya sudah tertidur dengan nyenyak.

"Mereka menguasai ranjangmu Jacob, kurasa kita bisa bertukar kamar. Kau bisa tidur di kamarku. Aku akan memindahkan barang-barang kami kesini, dan kau bisa memindahkan barang-barangmu juga."

"Tidak Lizzy, biarkan mereka tidur di sini bersamaku ranjang itu cukup besar untuk kami bertiga. Kau belum menjawab pertanyaanku Lizzy, kau mau kupesankan makanan yang baru?"

"Tidak perlu jacob, aku akan memakan makananku yang telah kau pesan. Aku akan membawanya ke kamarku. Terima kasih, maaf telah merepotkanmu." Ia pun mengangkat nampan yang berisi makanan miliknya dan berjalan menuju pintu,tapi sebelum ia mencapai pintu, tangannya dicekal oleh pria itu.

"Lizzy, bagaimana jika kau makan di sini saja, kita...sudah lama tidak mengobrol. Temani aku mengobrol Lizzy, sungguh aku hanya ingin mengobrol denganmu, aku tidak akan berbuat macam-macam. Lagipula di sini ada anak-anak, kau tidak perlu merasa risih."

Lizzy menatap pria itu sejenak, dan entah mengapa ia menganggukan kepalanya, menyetujui saran pria itu. Pria itu tersenyum senang dan mengambil nampan makanan milik Lizzy, membawanya menuju ke balkon kamar. Pria itu meletakkan nampan di atas meja dan duduk, ia pun menyuruh Lizzy untuk duduk di kursi satunya.

"Makanlah Lizzy, setelah selesai baru kita mengobrol."

Seperti disihir, Lizzy lagi-lagi mengangguk dan mulai makan. Setelah tigapuluh menit makanannya pun habis. Ia meminum jus jeruk di depannya. Melihat Lizzy telah menghabiskan makanannya, pria itu mencoba untuk membuka pembicaraan,

"Bagaimana perkembangan toko rotimu Lizzy?"

"Baik..." Lizzy menjawab singkat.

"Apa kau tidak berniat untuk memperbesar toko rotimu?"

"Tidak..."

Pria itu tersenyum geli, mendengar jawaban Lizzy yang singkat. "Kau tahu Lizzy, kau seperti orang yang sedang melakukan wawancara untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Ayolah Lizzy, aku mengenalmu dengan baik. Kau adalah teman bicara yang menyenangkan. Kau tidak perlu bersikap tegang begitu, kau pun mengenalku dengan baik. Aku tidak akan melangkah lebih jauh jika kau tidak menginginkannya."

Wanita itu membuang pandanganya ke segala arah. Mencoba menetralkan suasana hatinya yang tidak karuan. Hingga akhirnya ia memilih untuk menjawab perkataan pria di sebelahnya.

"Aku tidak tegang Jacob, aku hanya enggan berbicara terlalu banyak denganmu. Kau meminta maafku, dan aku sudah memaafkanmu, tapi itu bukan berarti aku melupakan kesalahanmu dulu."

"Aku tidak memiliki kuasa untuk memintamu melupakan kesalahanku yang dulu Lizzy. Aku sadar, luka yang aku goreskan di hatimu pasti sangatlah dalam dan menyakitkan. Dan aku benar-benar meminta maaf untuk itu. Aku memang tidak bisa memutar waktu untuk kembali ke masa lalu, tapi setidaknya aku masih punya masa depan. Dan aku sama sekali tidak berniat melakukan kesalahan yang sama dimasa depan."

"Itu urusanmu Jacob bukan urusanku. Bagiku kau hanyalah masa lalu yang tidak perlu aku tarik untuk menjadi masa depanku juga. Kita sudah memiliki hidup masing-masing, dan aku bahagia dengan hidupku sekarang."

"Lalu bagaimana dengan anak-anak kita Lizzy? Apakah hidup mereka juga bahagia sama seperti dirimu? Apakah kau tidak melihat, betapa bahagianya mereka hari ini? karena kita pergi berlibur berempat, seperti keluarga yang lainnya. Ada ayah dan ibu juga anak-anak mereka. Aku rasa kau lebih dari sekedar melihat kebahagiaan itu, aku yakin kau pun merasakannya."

Lizzy merasa tertohok dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. Pria itu benar. Kedua anak mereka terlihat sangat bahagia. Dan apa itu berarti selama ini mereka tidak benar-benar bahagia hidup hanya dengan seorang ibu tanpa kehadiran ayahnya?.

"Selama ini, mereka baik-baik saja Jacob, mereka tumbuh dengan baik. Mereka tidak kekurangan kasih sayang dariku. Karena mereka selalu menjadi prioritasku. Aku meletakkan kebahagiaan mereka di bagian paling atas dalam hidupku. Kau tidak perlu meragukan itu."

"Aku percaya kau tidak akan menomor duakan mereka Lizzy. Tapi apakah kau pernah bertanya apa yang sebenarnya mereka inginkan? Apakah mereka ingin hidup terpisah dengan ayah mereka atau tidak?"

"Kurasa aku tahu kemana arah pembicaraanmu Jacob, karena inilah penyebab aku enggan bertemu apalagi berbicara panjang lebar denganmu. Karena pembicaraan kita hanya seputar bagaimana caranya agar aku bisa kembali lagi padamu dan kau bisa mendapatkan lagi apa yang kau inginkan. Kau pasti paham, benda yang sudah pecah tidak akan bisa kembali seperti semula meskipun sudah disatukan lagi. Pasti akan ada bekas retakan yang terlihat."

"Maafkan aku Lizzy, aku hanya merasa frustasi hidup berjauhan darimu dan anak-anak. Aku tidak sanggup hidup seperti ini. Aku ingin memiliki kalian lagi, utuh. Tanpa berbagi dengan yang lain. Sungguh, aku benar-benar menyesali perbuatanku dulu."

"Jika kau benar-benar menyesal, kenapa kau baru meminta maaf sekarang Jacob? kemana saja kau selama ini? Mengapa butuh waktu yang lama untukmu menyadari arti hadirnya kami dalam hidupmu?"

Pria itu merasa apa yang dikatakan oleh wanita di hadapannya benar adanya, mengapa ia membutuhkan waktu selama tiga tahun untuk datang meminta maaf dan meminta wanita itu untuk kembali padanya? Ia tersadar seketika, bahwa dulu Lizzy pernah mengharapkan mereka bisa kembali bersama dan dia menyia-nyiakan kesempatan itu. Betapa bodohnya aku.

Ia diam dan tak berani berkata apa-apa. Ia merasa sedang didorong ke dasar jurang tanpa persiapan apapun, membuatnya jatuh dan merasa jantungnya pun ikut meloncat keluar.

"Kenapa kau hanya diam Jacob? Kau baru sadar? Jika ternyata keberadaan kami dalam hidupmu tidak seberharga itu? Kau hanya merasa egomu terluka karena disaat semua pria dengan kekayaan melimpah sepertimu dan seusiamu bisa memiliki segalanya termasuk istri dan anak-anak, tapi kau justru kehilangan itu semua. Kurasa kau yang harus bertanya pada dirimu sendiri, sebenarnya apa yang kau inginkan dalam hidupmu. Bukan mempertanyakan apa yang sebenarnya anak-anak inginkan. Jangan menjadikan anak-anakku sebagai alat untuk memenuhi egomu."

"Mengapa kau berkata seperti itu padaku Lizzy? Kau seperti bukan orang yang mengenalku dengan baik."

"Justru karena aku mengenalmu dengan sangat baik Jacob, aku bisa berkata seperti itu. Oh ya, aku lupa kau adalah seorang pengacara kelas atas yang selalu bisa memutar balikkan fakta demi mencapai misimu. Tapi kau melupakan fakta siapa aku. Mungkin kau bisa membohongi puluhan atau bahkan ratusan orang diluar sana, tapi kau tidak bisa membohongiku."

"Aku hanya ingin kau dan anak-anak kembali padaku, atau setidaknya kau bisa memberikan aku kesempatan sekali lagi, untuk membuktikan bahwa aku menyesali perbuatanku dan aku benar-benar mencintai kalian bertiga. Aku ingin, kedua anakku merasakan kasih sayang orang tuanya secara utuh, tidak terpisah seperti ini. Aku tidak ingin mereka merasa tidak percaya diri saat dewasa kelak hanya karena perpisahan kedua orang tua mereka. Atau setidaknya izinkanlah aku untuk menjadi temanmu lagi Lizzy. Aku berjanji dengan segenap hatiku, aku tidak akan melewati batas itu kecuali kau sendiri yang memberikanku izin. Kenapa kau membuatnya sesulit ini Lizzy?"

Lizzy berpikir, apa yang dikatakan oleh pria itu tidak sepenuhnya salah. Meskipun kini mereka telah berpisah, tapi itu bukan berarti harus membuat anak-anak mereka merasa kehilangan kasih sayang dari salah satu orang tuanya. Ia harus bisa berkompromi, demi kebahagiaan kedua anaknya. Ia tidak boleh egois, dengan mendorong ayah mereka untuk berada sejauh mungkin dari lingkaran hidup mereka.

"Apa aku bisa memegang kata-katamu Jacob? bahwa kita hanya perlu berteman untuk membuat anak-anak merasa lengkap dan bahagia. Dan kau tidak akan melewati batasan seorang teman."

"Kau bisa memegang perkataanku Lizzy, jika aku berani berbohong padamu dan melewati batas itu, kau bisa menembakku atau menusukku dengan pisau dapurmu tepat di jantungku. Itu pasti bukanlah hal yang sulit bagimu bukan?"

"Baiklah, mari kita berteman. Demi kebahagiaan anak-anak dan masa depan mereka. Kuharap aku tidak perlu melakukan itu padamu, Jacob."

"Ayo kita berteman Lizzy, aku akan menjadi teman yang baik untukmu dan anak-anak kita." Ia mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh Lizzy.

Terpopuler

Comments

^⁠__⁠daena__⁠^

^⁠__⁠daena__⁠^

cuma modus atau emang bener udah sadar si Jacob......stiker mikir sambil ngemil🤭

2020-08-31

0

💕Zoya💚

💕Zoya💚

tulisanmu bagus thor 🤩

2020-07-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!