Musim liburan telah berakhir, hari ini adalah hari pertama kedua anak Lizzy kembali masuk sekolah. Mereka terlihat mondar-mandir di dalam kamar masing-masing sambil membereskan keperluan sekolah. Tak jarang salah satu dari mereka berteriak memanggil sang ibu untuk sekedar bertanya dimana letak barang-barang mereka.
"Ibu, dimana tempat pensilku?" Clara berteriak.
"Ibu, dimana kaos kakiku?" David berteriak.
Sedangkan sang ibu hanya bisa menggelengkan kepalanya, mendengar teriakan dan melihat ulah kedua anaknya. Tapi baginya itu semua adalah anugerah terindah dalam hidup, bisa mengurus kedua anaknya dengan tangannya sendiri, serta melihat mereka berdua tumbuh besar dengan cepat. Keputusannya untuk berhenti dari pekerjaan yang amat dicintainya ternyata sangatlah tepat.
Lizzy sedang sibuk menyiapkan kotak bekal makan siang kedua anaknya sambil menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga saat terdengar bel rumah berbunyi. Dengan enggan Lizzy meninggalkan pekerjaannya dan berjalan kearah pintu untuk melihat siapa yang datang.
Sejenak Lizzy tertegun saat membuka pintu rumahnya, karena ia tak menyangka melihat pria itu lagi, apalagi sampai berkunjung kerumahnya pagi hari seperti ini.
"Tuan Daniel? maaf, tapi ada perlu apa kau pagi-pagi datang kerumahku? Apa sesuatu terjadi pada paman dan bibi?" Lizzy bertanya dengan suara yang terdengar sedikit cemas.
"Tidak, mereka baik-baik saja, aku hanya mampir sebentar, ingin memberikan titipan dari ibuku beberapa sayuran segar ini. Aku juga ingin meminta maaf karena telah menghinamu beberapa waktu lalu. Sungguh, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kenapa bisa menjadi seorang pria yang sangat bre****k saat itu," pria itu menyerahkan sekantong penuh sayuran segar.
Lizzy sejenak menatap manik coklat pria di hadapannya itu dan kemudian mempersilahkan pria itu untuk masuk kedalam rumah "Aku sudah memaafkanmu tuan untuk kejadian tempo hari lalu, sudahlah tidak usah kau pikirkan. Ayo masuklah dulu sebentar aku akan membuatkanmu kopi dan sandwich, kebetulan aku sedang membuat sarapan."
Sejenak Daniel terlihat berpikir, kemudian ia menganggukkan kepalanya "Apakah aku tidak akan mengganggu kalian? Dan kau cukup memanggilku namaku jangan tuan."
"Tentu saja Daniel, kau tidak mengganggu kami. Masuklah," Lizzy memiringkan badan memberikan jalan masuk untuk pria itu.
Mereka berjalan kearah dapur, dan saat itu kedua anak Lizzy sudah duduk manis di meja makan sedang menyantap sarapan mereka. Melihat sang ibu datang bersama seseorang, sontak membuat mereka tersenyum dan menyapa sang tamu.
"Halo paman, apa kabar? Lama kita tidak bertemu," Clara yang menyapa lebih dulu sambil tersenyum.
"Hai paman tampan, pagi-pagi sudah datang. Pasti paman mau mendekati ibuku ya?" David bicara dengan mulut sambil mengunyah.
"Halo anak-anak, aku kesini hanya mampir sebentar, karena nenek kalian menitipkan beberapa sayuran segar untuk ibu kalian," Daniel tertawa mendengar pertanyaan dari David.
"Maafkan anak bungsuku Daniel, dia terkadang terlalu cerewet seperti seorang wanita tua," Lizzy meletakkan kantong sayuran itu ke dalam kulkas dan mulai membuatkan secangkir kopi juga roti isi untuk pria itu.
Daniel tertawa lepas mendengar permintaan maaf dan gerutuan Lizzy, sedangkan Clara geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang adik. David sendiri hanya tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali.
Lizzy menyuruh pria itu untuk ikut duduk di meja makan dan menyerahkan secangkir kopi juga roti isi untuknya. Kemudian ia sendiri duduk di seberang pria itu, jadilah posisi mereka saling berhadapan.
"Paman, jika kau ingin mendekati ibuku, kau harus bisa mencuri hatiku dan kakak dulu. Karena kau pasti pernah mendengar, jika kau mencintai seseorang maka kau pun harus mencintai keluarganya," David berbicara sambil menatap lekat manik coklat milik pria yang duduk di samping kakaknya.
Lizzy tersedak makanannya ketika mendengar ucapan David, dengan segera Daniel menyodorkan air putih yg ada di meja untuk Lizzy.
" Wooaahh...kau benar-benar terdengar seperti wanita tua yang cerewet adikku sayang. Kau ini selalu saja ikut campur urusan orang dewasa," Clara mencibirkan bibirnya.
"Aku adalah satu-satunya pria di rumah ini. Jadi kurasa wajar jika aku berkata seperti itu. Memangnya kau mau, jika ibu sampai menikah dengan paman Daniel lalu kemudian kita ditendang dari rumah ini?" David mulai terdengar kesal.
Lagi-lagi Daniel tertawa lepas mendengar apa yang dikatakan oleh anak itu, sungguh pemikiran anak itu terlalu jauh. Daya khayalnya terlalu tinggi. Mana mungkin ia menikahi ibunya, yang jelas-jelas sangat dicintai oleh mantan suaminya itu. Ia masih sayang pada karirnya terutama pada nyawanya. Ia tidak akan mengganggu apa yang menjadi kesayangan seorang Jacob Morris. Ia tahu betul sepak terjang Jacob di Negeri ini.
Lizzy pun menyentil telinga anak bungsunya dengan gemas "Kalau kau masih sayang pada biolamu, berhentilah membual dan bicara yang tidak-tidak. Cepat habiskan sarapanmu dan bersiap berangkat ke sekolah."
"Ibu, kau sungguh tega padaku. Aku ini hanya ingin menjagamu dan memastikan kau bahagia. Memangnya kau akan bahagia jika hidup terpisah dariku dan kakak jika nanti kau sudah menikah dengan paman Daniel? Kau lihat sendiri kan kak, paman Daniel baru mengunjungi kita di pagi hari ini saja ibu sudah berpihak padanya, apalagi nanti? kita pasti akan tersingkirkan. Sebab itu aku berkata paman Daniel harus bisa mengambil hati kita dulu sebelum berhasil membuat ibu jatuh cinta padanya," David memelototkan matanya kearah sang kakak.
Akhirnya Daniel mencoba untuk berbicara pada anak itu "Kau tenang saja David, aku tidak akan menendangmu keluar dari rumah ini jika nanti ibumu dan aku sudah menikah, dan tentu saja sebelum semua itu terjadi dengan senang hati aku akan berusaha untuk mendapatkan hatimu dan Clara, kalau begitu bagaimana jika mulai hari ini aku dan ibumu berteman? Aku pun akan berteman denganmu dan kakakmu, bagaimana?"
Namun sebelum David sempat menjawab ibunya sudah lebih dulu berkata "Kau, David Morris, berhentilah berhalusinasi. Tidak akan ada yang mau mendekatiku, dan tidak akan ada yang mau menikahiku. Sudah cukup omong kosongmu itu Morris junior, jika tidak aku akan mengadukannya pada ayahmu bahwa kau sangat ingin mengganti ayahmu dengan orang lain."
"Siapa yang ingin menggantikanku?" tiba-tiba suara Jacob terdengar dari arah depan, mereka serentak melihat kearah sumber suara. Jacob berjalan menghampiri mereka berempat di meja makan. Ia menaikkan sebelah alisnya saat melihat pemandangan yang tidak biasa di sana.
"Selamat pagi tuan Jacob, aku kesini hanya mampir sebentar untuk mengantarkan titipan ibu, kebetulan jalanku searah dengan rumah Lizzy karena aku harus kembali ke Ibukota pagi ini, aku juga ingin meminta maaf pada Lizzy atas kejadian beberapa waktu lalu, karena kebetulan kau juga ada di sini, aku juga meminta maaf padamu atas kejadian waktu itu," Daniel berdiri sambil mengulurkan tangannya pada Jacob.
Sebelum Jacob menerima uluran tangan pria itu, ia melihat ke arah Lizzy untuk meminta persetujuan sekaligus bertanya secara tersirat apakah yang dikatakan pria itu benar atau tidak. Dengan sangat perlahan nyaris tak terlihat, Lizzy menganggukkan kepalanya tanda setuju dan mengiyakan pernyataan Daniel.
Jacob menyambut uluran tangan pria itu sambil menepuk pundaknya "Baiklah kuharap kejadian serupa tidak akan terulang," Ia kemudian menatap kedua anaknya dan juga Lizzy dengan senyum menyelidik "kembali ke pertanyaanku tadi, siapa yang ingin menggeser posisiku sebagai ayah kalian?"
"David, ayah. Dia bilang, dia akan memberi izin pada paman Daniel jika paman mau mendekati ibu dan menikahinya. Dia ingin sekali berganti ayah sepertinya!," Clara tertawa mengejek adiknya yang sekarang terlihat canggung karena mendengar pertanyaan dari sang ayah.
"Apa kau sudah bosan punya ayah sepertiku David Morris?" Ayahnya berjalan dan kemudian duduk di samping anak itu.
David duduk menyamping menghadap ayahnya, dengan tatapan matanya yang dibuat sendu, serta mimik wajahnya yang dibuat sedih, anak itu menangkup wajah sang ayah dengan kedua tangannya "Ayahku sayang, jangan dengarkan ucapan putrimu yang terkadang kekanakkan itu, dia memang sungguh keterlaluan, menyakiti hatimu dengan ucapannya yang tidak masuk akal. Tentu saja aku tidak ingin memiliki ayah pengganti, sampai nafasku berhenti berhembus, kaulah satu-satunya ayah yang kumiliki, aku tidak akan pernah menduakanmu, tidak seperti kakak dan ibu yang berusaha merayu paman Daniel untuk mengambil hati mereka."
Sontak saja Clara dan Lizzy menatap dua pria beda generasi itu dengan shock, mereka berdua sampai tidak sadar menurunkan rahang mereka, menganga tak percaya dengan apa yang baru saja David katakan. Sedangkan Daniel yang dari tadi ikut menyimak apa yang dikatakan oleh anak itu menahan tawanya dengan sekuat tenaga, sungguh itu adalah hiburan tersendiri untuk paginya yang cerah ini.
"Kau lihat Jacob, bahkan anakmu sekarang sudah menuruni bakatmu sebagai seorang perayu ulung. Dia bahkan memutar balikkan fakta yang terjadi, benar-benar seorang Morris sejati kalian berdua," Lizzy berkata dengan kesal.
"Kau sungguh menggelikan David Morris, andai di sini tidak ada paman Daniel, sudah kupukul kepalamu itu sampai kau bisa berpikir dengan benar," Clara menggeram menahan kesal pada adiknya.
Jacob hanya melirik Lizzy meminta persetujuan untuk membalas perkataan anaknya yang terkesan sangat picisan itu, tapi Lizzy hanya memutar kedua bola matanya menandakan bahwa ia sudah jenuh dengan drama yang dibuat oleh anak bungsunya itu.
"Baiklah David, ayah percaya padamu, kau memang pahlawanku, aku akan menasehati paman Daniel agar ia tak menuruti kemauan ibu dan kakakmu," David melepaskan tangannya dari wajah sang ayah dengan binar bahagia pada wajahnya, karena ia pikir sang ayah lebih percaya padanya daripada kakak dan sang ibu. Ia melemparkan senyum kemenangan pada sang kakak di seberang meja.
"Daniel, apa benar kau mau mendekati Lizzyku dan menikahinya? Apa kau yakin? Kau belum begitu mengenal Lizzyku, jadi kusarankan kau jangan gegabah. Aku tidak ingin kau menyesal kemudian hari. Lihatlah dia punya dua orang anak yang memiliki kelakuan ajaib," Jacob meneruskan sandiwaranya.
Daniel yang ditanya seperti itu hanya bisa tersenyum canggung, bingung harus menjawab pertanyaan konyol itu dengan jawaban apa. Ia tahu, bahwa Jacob hanya bersandiwara untuk menyenangkan hati anak lelakinya, tapi ia tidak pernah terlibat dengan pembuatan film drama keluarga, jadi ia tak punya gambaran harus menjawab apa.
Ketika ia terlihat baru membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Jacob, tiba-tiba Lizzy berkata
"Teruskan saja drama kalian. Aku dan Clara akan meninggalkan kalian agar bisa lebih leluasa bermain. Aku sudah selesai sarapan, Clara ayo lekas ibu akan mengantarmu ke sekolah, biarkan adikmu si tukang drama itu tetap di sini bersama dua orang pria dewasa yang menyebalkan itu," Lizzy beranjak dari duduknya sembari membawa piring dan gelas kotor miliknya ke tempat pencucian piring.
Daniel semakin merasa serba salah karena terjebak dalam drama kecil keluarga ini, mungkin seharusnya ia tidak menerima tawaran Lizzy untuk masuk dan ikut sarapan tadi, pikirnya.
"Kau lihat ayah, ibu sedang mengalihkan pembicaraan," David masih belum menyerah untuk memprovokasi sang ayah.
"Sudahlah David, kurasa paman Daniel dan ibumu malu untuk mengakui jika mereka saling menyukai," Jacob masih berusaha meledek Lizzy. Ia sungguh senang melihat wajah Lizzy yang sedari tadi cemberut, baginya itu sangat menggemaskan.
"Terus saja kau melakukan itu padaku Jacob, lihat saja kau akan aku masukkan kedalam oven di toko roti."
Tawa Jacob pun seketika meledak, ia sudah tak tahan lagi. Begitu pula dengan Daniel, ia tak bisa lagi menahan tawanya. Dua pria itu tertawa dengan keras,
membuat Lizzy semakin merasa kesal. Sedangkan David menjadi bingung dengan respon dua pria dewasa di dekatnya.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Selesai mengantar kedua anaknya ke sekolah, Jacob memilih untuk pergi ke toko roti milik Lizzy. Rencananya ia akan mengajak wanita itu untuk melihat beberapa lokasi yang akan ia jadikan kantor barunya. Ia sudah bertekad tidak akan melepaskan lagi wanita itu, ia tidak mau kehilangan Lizzy nya lagi. Sudah cukup baginya selama tiga tahun ini hidup dalam kesendirian, merasa terombang-ambing tanpa arah dan tujuan hidup.
Ia telah sampai di depan toko roti milik Lizzy, sesaat sebelum turun dari mobil ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk.
"Halo..." sapanya pada seseorang di seberang sana.
"...."
"Kau yakin pria itu tidak berbahaya? aku tidak ingin ia menyakiti Lizzy lagi,"
"...."
"Baiklah aku percaya pada kata-katamu. Tetap awasi orang itu, laporkan semuanya padaku dan jangan sampai terlewat sedikitpun, karena sekarang dia juga sudah berani mengunjungi Lizzy dan kedua anakku di rumah,"
ia menutup sambungan telepon dan keluar dari mobil.
Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Lizzy apalagi sampai merebutnya dari sisiku. Apapun akan kulakukan untuk mempertahankan wanita yang kucintai, meskipun aku harus berjalan di atas bara api, aku akan melakukannya. Mereka bertiga selamanya harus menjadi milikku. Dan kau Daniel, apapun motif dan tujuanmu, aku tidak akan membiarkan kau masuk kedalam lingkaran keluargaku, dan merebut mereka bertiga dariku. Tidak akan ku biarkan itu terjadi. Jacob bertekad dalam hati.
Jacob masuk ke dalam toko dan berjalan menuju etalase toko "Selamat pagi Adelina, apa Lizzy sedang sibuk?"
ia tersenyum dengan manis, hingga lesung pipitnya terlihat jelas.
Adelina terperanjat mendengar suara pria itu, ia tak menyangka akan bertemu dengan mantan suami atasannya lagi "Ada tuan Jacob, tunggu sebentar akan kupanggilkan" ia berjalan ke belakang dan masuk ke dapur.
Saat menunggu Lizzy keluar, pria itu sibuk memperhatikan berbagai macam jenis roti yang tersedia di dalam etalase. Ia ingat dengan jelas, Lizzy sangat hobi berkutat di dapur, baik untuk memasak ataupun membuat kue untuknya dan juga anak-anak. Semua masakan Lizzy terasa lezat baginya, sampai membuatnya enggan untuk makan di luar. Dulu, setiap hari ia selalu pulang ke rumah untuk makan siang, begitu juga untuk makan malam. Ia lebih memilih makan di rumah jika tidak ada janji temu dengan rekan bisnis ataupun dengan klien. Ingin rasanya ia segera mengulang semua itu, namun ia sadar perjalanannya akan lebih sulit dari saat pertama kali dulu ia mendekati Lizzy dan melamar wanita itu. Ia harus lebih bersabar kali ini.
"Jacob, berhentilah menatap roti-roti itu, sadarlah air liurmu sudah menetes banyak," Lizzy tiba-tiba sudah berada di hadapannya di balik etalase roti.
Karena kehadiran Lizzy yang tiba-tiba membuatnya terkejut, ia pun jadi bertingkah sedikit konyol, dengan refleks ia mengusap kedua sudut bibirnya dengan punggung tangan. Melihat tingkah konyol Jacob, seketika membuat Lizzy tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan air mata. Sedangkan Jacob yang baru saja menyadari sedang digoda oleh Lizzy memasang wajah cemberutnya, membuat Lizzy semakin tertawa dengan kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments