"Mati gue!" Ralen begitu panik kala bangun di pagi hari dan melihat jam di handphonenya yang sudah menunjukkan pukul 6 lewat 25 menit, hampir setengah tujuh dan dia baru bangun dari tidur.
"Ibuuuu," panggil Ralen dengan suara yang melengking.
"Kenapa Len, ibu lagi buat sarapan," sahut sang ibu.
"Ralen kesiangan, ibu nggak bangunin Ralen ya?" malah seperti ingin menyalahkan sang ibu, padahal dilihat dari gerakan ibunya yang memasak sambil terburu-buru pun sudah bisa tampak jelas kalau wanita itu juga kesiangan.
Tadi setelah sholat subuh dia malah kembali tidur karena merasakan kepalanya yang sedikit pusing efek darah tingginya yang kembali naik.
Niatnya ingin tidur sebentar saja guna meredakan pusingnya, tapi malah kebablasan sampai jam 6 lewat.
"Arda dulu Kak." Arda yang juga baru bangun berniat men sabotase kamar mandi.
"Nggak ada gue duluan! ini hari pertama gue kerja!" tolak Ralen langsung berlari ke kamar mandi dan menutupnya dengan kencang.
"Jangan lama-lama, Arda juga kesiangan ini," pinta ABG yang rambutnya acak-acakan layaknya baru saja di gulung oleh angin beliung.
Sepertinya pagi ini yang tenang hanyalah pria di ruang tamu sana, pria itu tampak tengah mengoles kakinya dengan balsem guna mengurangi rasa nyeri yang memang selalu datang menyerangnya.
"Bawel Ar, gue buka baju juga belum," sengit Ralen dari dalam kamar mandi.
Sungguh dia sudah berusaha melakukan semuanya dengan cepat tapi kenapa seakan tetap saja sangat lambat membuat dia gemas sendiri.
Rumah kontrakan tiga petak itu terasa sangat heboh dengan ketiga orang yang kelabakan karena bangun kesiangan.
Sedangkan di sebuah rumah di kawasan elit ibukota suasananya sangat berbeda jauh.
Di dalam ruang itu tiga orang sedang duduk di ruang makan menghadapi meja dengan hidangan yang ada di atasnya, dengan tenang menikmati makanan meski sesekali obrolan tetap terdengar.
"Jadi Papa masih tetap ke kantor?" tanya wanita tercantik di rumah itu.
Yah, karena memang dia satu-satunya wanita di dalam keluarga itu, meski ada Bi Sumi sang pembantu rumah tangga tapi tetap saja bagi Ipul dan Papanya Riska lah wanita paling cantik.
Bi Sumi nomor dua saja, setidaknya tetap mendapatkan posisi.
"Ya iyalah Ma, Papa masih sangat kuat serta gagah jika hanya untuk bolak-balik ke kantor mengurus pekerjaan," sahut sang kepala keluarga.
"Tapi kan sudah ada Ipul." melihat pada sang anak yang makan dengan lahap masakan yang tadi dia masak bersama Bi Sumi, yang sekarang entah sedang melakukan apa.
Padahal tadi dia sudah meminta Bi Sumi untuk makan dulu sebelum mengurus pekerjaannya di rumah ini tapi wanita seumuran dengannya itu malah memilih untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga lainnya, dan beralasan sudah makan di rumah sebelum datang ke rumah sang majikan.
Dasar, Bi Sumi itu memang sudah sekali jika di ajak untuk makan bersama, entah malu atau memang wanita itu yang tidak terbiasa makan di meja makan, karena Riska sempat beberapa kali mengunjungi Bi Sumi di rumah sederhana dan makan di sana dengan lesehan, sebab tidak ada meja makan ataupun sofa lainnya yang bisa di duduki.
Dasar Riska, bisa-bisanya dia numpang makan di rumah pembantunya sendiri.
"Ya memangnya Mama pikir Papa akan membiarkan anak ini mengurus perusahaan Papa sendiri tanpa mengawasinya? tidak seperti itu Ma, Papa akan tetap berada di kantor sampai Ipul benar-benar siap mengambil tanggung jawab besar karena ini bukan hal yang main-main, ada banyak karyawan yang bergantung hidup pada perusahaan," tutur Irman.
"Oh ayolah Pa, Ipul sudah sangat pengalaman, bagaimana bisa Papa belum percaya." Riska terlihat tidak terima kala anaknya diragukan oleh suaminya.
"Kamu tanya saja sama orangnya sendiri," tukas Irman menunjuk sang anak yang dari tadi anteng saja melahap sarapan paginya seolah tidak mendengar perdebatan orang tuanya yang padahal sejak tadi melibatkan dirinya.
"Pul," panggil sang Mama.
"Apa?" dengan tampang bodohnya malah bertanya seperti tidak tahu apa-apa.
"Kamu dari tadi nggak dengerin Mama sama Papa ngomong?" tanya sang Mama.
Ipul melihat kedua piring orang tuanya sudah kosong, makanan sudah tidak bersisa lagi di dalamnya, oh itu artinya sejak tadi hanya dirinya saja yang sibuk makan sedangkan keduanya sibuk terlibat pembicaraan.
"Ehehm," Ipul berdehem sejenak guna membersihkan kerongkongannya dari sisa makanan yang tersangkut lalu gegas menyambar air dan meminumnya.
"Menurut Ipul Papa benar, Ipul memang belum cukup siap untuk menangani perusahaan sendiri masih perlu bimbingan dari Papa."
"Good," kata sang Papa mengangkat kedua jempolnya memuji sang anak.
Riska menghela napas lalu mengatupkan bibirnya.
"Baiklah kalau begitu, tapi jika ada pekerjaan di luar kota, Papa sudah tidak boleh lagi menanganinya." mengajukan persyaratan untuk kedua pria.
"Kalau untuk hal itu Mama tenang saja, Ipul yang akan mengambil alih karena Ipul tahu di umur kalian sekarang ini sering ingin menikmati malam romantis kan?" kata Ipul dengan senyuman yang menggoda.
Ah, Ipul ini memang selalu sukses membuat suasana rumah menjadi hangat dengan tingkahnya dan juga lelucon-lelucon yang terlontar begitu saja.
Lihat saja sekarang pria itu malah dengan lancarnya menggoda orang tuanya sendiri.
"Kepalamu mau Mama getok lagi?!" ancam Riska sengit seraya mengacungkan centong nasi.
"Ah ya ampun kenapa Papa menikahi wanita galak seperti ini? mulai sekarang sepertinya Ipul harus benar-benar menyeleksi calon istri Ipul agar kelak anak Ipul tidak di siksa oleh ibunya sendiri."
"Beneran Mama getok kamu ya!" Riska makin garang mendengar penuturan dari anaknya yang dengan lancar mengatainya galak, padahal anaknya sendiri lah yang selalu membuatnya kesal dengan segala tindak-tanduknya.
Takut ancaman sang Mama benar dibuktikan, Ipul pun buru-buru berlari meninggalkan ruang makan sebelum centong melayang ke atas kepalanya.
"Jangan lari kamu Pul!" teriak sang Mama.
"Centong udah setinggi itu bagaimana bisa Ipul tidak lari, manusia bodoh mana yang akan diam saja jika sudah mendapat ancaman?! lagian kemarin minta Ipul buat stay di Indonesia, eh giliran udah di Indonesia malah di siksa begini, dasar Mama tidak berperikeipulan," kata Ipul lalu berlari sangat cepat.
Astaga Irman malah tergelak dengan kekonyolan anaknya, anaknya itu tengah melakukan drama macam apa lagi sekarang?
"Salah satu tidak rindu, giliran ada malah ribut terus," seloroh Irman kala mendapati istrinya cemberut karena tak berhasil mengejar Ipul yang lari ke dalam kamarnya dan mengunci pintu.
"Saat-saat seperti ini Pa yang Mama rindukan saat Ipul tidak ada, anak itu meski menyebalkan tapi rumah akan terasa hidup meski kita hanya bertiga saja," cetus Riska kembali duduk di samping sang suami yang akhirnya mengelus bahu wanita yang dia cintai.
"Anak kita meskipun hanya seorang tapi tetap bisa membuat rumah ramai karenanya," timpal Irman mengecup puncak kepala sang istri.
\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Sunarty Narty
so sweet ah,aduh g sabar drama apa LG yg akan d lakoni Ipul sama ralen hari ini klu ketemu
2022-09-15
1
Halisa Fauzan
🤣🤣🤣
ohh jd kata perikemanusiaan udah d ganti ya undang" ny jd perikeipulan 😆
astaga...
gak ipul gak ralen bikin gaduh aj wkwk
2022-09-13
2
Homsiah
nih drama sebebtar lg bakal dimulai siapkan setok sabar yng banyak ralen
2022-09-13
2