"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Pemilik rumah dengan semangat menjawab salam dari si pemberi salam yang mereka sudah tahu siapa yang datang di saat malam terlihat cerah, tidak seperti hari-hari biasanya yang akan turun hujan hingga menyisakan rumput-rumput yang basah keesokan paginya bukan lagi hanya karena embun saja.
Ipul menyeret masuk koper-koper miliknya yang dua diantaranya berukuran lumayan besar sedangkan satu lainnya berukuran sedang.
"Akhirnya anak Mama kembali ke dalam dekapan Mama," celetuk Riska haru.
"Lebay," cibir Irman melihat tingkah sang istri.
Sejak kemarin istrinya itu memang seperti ini selalu membicarakan anak semata wayang mereka yang akan mengisi rumah mereka lagi, menemani dengan segala tingkah laku sang anak yang kadang akan sangat menyebalkan jika sudah bertingkah tak jelas.
Seperti hari ini, lihat saja anaknya itu terus menatap dirinya saat mereka sedang duduk bersama untuk membicarakan apa saja yang mereka lewati akhir-akhir ini.
"Ngapain sih Pul lihatin Papa terus," protes Irman merasa mulai risih dengan tatapan sang anak yang dia tahu tengah menyimpan sesuatu dan entah apa Irman pun belum tahu.
Ipul menggeleng dengan tempo lambat namun kemudian merubah tempo menjadi cepat.
"Oh iya, waktu itu kan Ipul cariin Papa," kata Riska seakan ingat ketika akan kembali ke Inggris anaknya itu sempat menanyakan Papanya.
"Kapan?" tanya sang suami.
"Itu waktu Papa keluar kota," jelas wanita mengenakan kostum kebanggaannya saat berada di rumah.
"Iya kah?" dahi sang Papa mengerut menatap anaknya yang menggaruk tengkuknya.
"Ah kau begitu sih pasti ada maunya nih," tambah Irman tahu ada maksud terselubung yang anaknya itu ingin sampaikan padanya.
Ipul menampilkan cengiran nya yang lebar membuat wanita satu-satunya di keluarga itu kebingungan, melihat mereka bergantian.
"Kalian kenapa sih?" tanyanya ingin tahu.
"Mama Kepo!" celetuk Ipul.
"Kita ngomong di ruang kerja Ayah aja," kata Irman kepada anaknya yang mengangguk.
"Lah Mama nggak di ajak?" resah sang Mama.
Sungguh Riska merasa resah dengan kelakuan dua prianya itu, apa yang ingin mereka bicarakan? kenapa dia tidak dilibatkan?
"Urusan lelaki, yang wanita tidur aja," kata Irman beranjak dari duduknya.
Riska mengerucutkan bibirnya kala Ipul memainkan kedua alisnya untuk meledek dirinya.
"Setahu Ayah sih belum buka lowongan Pul, kenapa memang? ada teman kamu yang butuh kerja?" selidik sang Ayah ketika sekarang mereka sudah berhadapan di ruangan tempatnya menyibukkan diri jika membawa beberapa pekerjaan kantor ke rumah.
"Aduh gimana ngomongnya ya.." Ipul malah menggaruk-garuk kepalanya.
Padahal dirinya baru beberapa jam lalu tiba tapi sekarang malah sudah memikirkan tentang seorang wanita galak yang meskipun menyebalkan tapi tetap saja dia tidak tega ketika mengetahui kalau wanita itu sampai rela mencari pekerjaan untuk mengganti uangnya.
Ah ayolah Pul, Ralen mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya itulah yang sangat penting bagi wanita itu bukan semata-mata agar bisa mengganti uangmu!
Dia mengatakan satu bulan untuk mengganti uangmu itu ya karena kamu yang sifatnya menyebalkan dan tidak mau di tuntut terus olehmu.
"Bukan teman bukan juga orang yang Ipul kenal bahkan namanya aja Ipul nggak tahu jelas, Jeli.." Ipul mencoba mengingat sebagian nama yang sempat terbaca olehnya dari ijazah yang basah.
"Bukan teman namanya pun nggak tahu, terus kenapa kamu repot tanyain kerjaan buat dia?" ujar lelaki berkacamata.
"Buat permintaan maaf aja Pa karena Ipul pernah nyerempet motornya," aku Ipul.
"Astaga! kamu nyerempet orang? kapan? kok nggak kasih tahu Papa sama Mama?!"
Lontaran kekagetan pun menggema di dalam ruangan dengan pencahayaan redup itu.
"Beberapa bulan yang lalu waktu Ipul mau balik ke Inggris."
"Waduh! udah lumayan lama," kata Irman.
"Iya lama," timpal Ipul.
"Sebentar deh Papa tanya Damar dulu," kata sang Papa meraih benda pipih di atas meja.
Ipul memperhatikan kala Papanya berbicara dengan pria yang dia ketahui adalah asisten setia dari pria yang sangat dia hormati dan sayangi.
Pria yang selama ini menjadi guru terbaik dalam hidupnya agar bisa menjadi laki-laki bertanggung jawab, meski dia pernah menjadi sosok laki-laki tak bertanggung jawab sebab menyakiti wanita yang sudah menaruh harapan padanya.
Hanna, dialah wanita yang harus kecewa karenanya, tapi beruntung saat ini wanita itu telah mendapatkan laki-laki baik yang mencintainya dengan tulus hingga rasa bersalah yang Ipul rasakan berangsur menghilang ketika mengetahui kalau mantan kekasihnya itu sudah berumah tangga dan sedang hamil anak pertama mereka.
"Gimana Pa?" tanya Ipul tak sabar padahal Papanya baru saja mengakhiri pembicaraan dengan asistennya.
"Kata Damar belum ada."
Sejenak Ipul menghela berat.
Ah kenapa dia menjadi kecewa? padahal kan urusan Ralen yang mencari pekerjaan bukan urusannya.
Tapi tidak tahu kenapa ada sesuatu yang seakan merasuki hatinya, ada rasa yang sulit untuk di gambarkan.
"Tapi kalau untuk petugas kebersihan mungkin bisa diusahakan Pul, yah untuk satu lantai yang nantinya dimana ruangan kamu berada," sambung Papanya.
"Petugas kebersihan ya?" Ipul tampak berpikir, menimbang lebih dulu sebelum akhirnya mengangguk.
"Petugas kebersihan juga sepertinya tidak apa," katanya kemudian.
"Baiklah kalau begitu, kapan teman mu itu akan datang untuk melamar pekerjaan?"
"Bukan teman Ipul Pa," Ipul mengingatkan.
"Tapi sepertinya apa yang tengah kamu lakukan ini sudah membuktikan bahwa kamu cukup kenal dengan orang itu," goda pria berpakaian santai itu.
Ipul menggaruk tengkuknya salah tingkah, pria di depannya ini akan marah besar jika mengetahui kelakuannya yang sedang mengerjai anak orang.
Irman mengangguk-angguk saja tidak memperpanjang apa yang tidak mau di akui oleh anaknya.
"Besok Papa akan meminta Damar untuk mengumumkan perusahaan sedang membutuhkan tenaga kebersihan," ucap Irman.
"Ah ada satu lagi yang mau Ipul minta Pa."
"Kamu ini baru datang sudah banyak sekali permintaan ckckckck." Irman berdecak.
"Apa?" sambungnya kemudian.
"Nanti tolong kirimkan cv yang sudah masuk ke kantor Papa."
"Untuk?" Irman tak mengerti.
"Ipul mau lihat fotonya, soalnya Ipul lupa wajah orang yang sudah Ipul serempet," akunya.
Yah tentu harus seperti itu, karena dia tidak tahu nama wanita galak yang berurusan dengannya, jika tidak melihat wajahnya langsung bagaimana bisa dia tahu kalau wanita itulah yang melamar di perusahaan Papanya.
Bisa-bisanya nanti malah salah menerima orang.
"Ya, ya ya, itu bisa di kerjakan oleh Damar," sahut sang Papa.
\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
xteenteen
wkwkkwk galau² gmn deh jadinyaaa
2022-09-12
0
Sunarty Narty
semangat pul menggapai jodoh yg baru
2022-09-12
0
Sunarty Narty
bukan teman tp resah bgt pul kayanya
2022-09-12
0