Sejak tadi pagi bibir Ralen tak hentinya menyunggingkan senyum, sungguh senyum yang membuat kecantikan alaminya menjadi sangat menonjol, dan senyum itu jugalah yang justru membuat Adiknya malah jadi bingung sendiri.
Pemuda SMP itu sangat mengenal bagaimana Kakaknya, meski baik tapi juga sangat galak tak segan untuk memarahi siapa saja yang menurutnya tidak sesuai.
Tapi siang ini saat pulang sekolah dia malah terus mendapati wajah sang Kakak lain dari biasanya, lebih cerah dan semangatnya membumbung setinggi angkasa.
"Kakak nggak keluar?" tanyanya ketika mendapati Kakaknya sedang berada di dalam kamar, tidak seperti biasa yang tidak berada di rumah karena harus mencari sewa.
Ya sebagai ojek online tentunya Ralen harus senantiasa keluar rumah jika ingin mendapatkan penumpang, karena di sekitar rumah mereka jarang sekali yang menggunakan jasa ojol hingga membuat handphone milik Kakaknya anyep tanpa notifikasi mendapatkan penumpang.
"Nggak," jawab Ralen seraya beralih menuju lemari lalu memulai mengeluarkan tumpukan pakaian ke atas kasur.
"Pakai baju yang mana ya?" bertanya entah pada siapa.
"Kakak mau kencan ya?" Arda kembali bersuara.
Bukankah terlihat sangat aneh ketika Kakaknya yang terbiasa berpenampilan cuek dan masa bodo seolah tidak peduli dengan apa yang melekat di tubuhnya, sekarang malah begitu sibuk mencari-cari pakaian yang kini sudah berhamburan di atas kasur.
Rasanya tadi pakaian itu masih bertumpuk rapi tapi kenapa dalam hitungan detik sudah berubah bak tersapu badai.
"Apaan si kamu Ar, kencan-kencan, kencan dari hongkong!" sengit Ralen kesal dengan pertanyaan sang Adik.
"Kakak ini sibuk cari uang mana ada waktu buat urusan nggak penting begitu," tambah Ralen.
Memang kenyataannya begitu bukan? dimana gadis seusianya kebanyakan sibuk berpacaran sampai nongkrong di cafe untuk sekedar bertemu dengan pacarnya atau berkumpul dengan teman-teman seusia mereka.
Tapi hal itu malah tidak terbersit sedikitpun di dalam benaknya sebab yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya mendapatkan uang agar hidup mereka bisa terus berjalan.
Ah, Ralensi Jelita yang malang..
"Ya abisnya Kakak ngapain milih-milih baju begitu, sampai berantakan begitu, haduh Kak."
Si Arda pusing sendiri melihat kasur Kakaknya yang tidak lagi rapi.
Ralen menghela napas lalu mengangguk-anggukkan kepala, "lah iya berantakan gini, hihi."
Terkikik sendiri menyadari perbuatannya yang begitu heboh.
"Sini deh Ar," memanggil sang Adik yang sejak tadi berdiri di ambang pintu antara masuk dan keluar.
ABG SMP pun menurut ketika sang Kakak melambaikan tangannya dengan gerakan cepat.
"Kenapa?" tanya Arda yang masih mengenakan seragam sekolah.
"Besok Kakak ada panggilan kerja!" seru Ralen dengan bola mata membesar menunjukkan betapa semangat yang tinggi karena harapannya untuk bisa bekerja dan menghasilkan gaji bulanan selangkah lagi akan tercapai.
Bukankah dengan begitu sedikit demi sedikit keuangan keluarga miskin itu akan membaik?
Tentulah itu harapan terbesar dalam hidup Ralen, mencukupi semua yang keluarganya butuhkan menjadi prioritas utamanya, masa bodo dengan dirinya sendiri mau banting tulang sebanting-bantingnya sampai hancur lebur pun tak masalah, asal ketiga orang yang dia sayangi itu tidak ikut stres memikirkan bagaimana caranya menyambung hidup.
"Hah!"
Mulut Arda terbuka lebar dengan ekspresi wajah yang terkejut, benar-benar mendapat kejutan luar biasa, sungguh dia merasa senang sebab sejak dulu Kakaknya itu memang sangat ingin mendapat pekerjaan yang pasti, lagipula dengan itu artinya Kakaknya tidak lagi berada di jalanan setiap harinya.
"Alhamdulillah." Arda mengucap syukur seraya mengusap wajahnya.
Sungguh dia pun akan larut dalam kebahagiaan bersama sang Kakak.
"Tapi Ar." sesaat kemudian wajah Ralen sedikit berubah sendu.
"Kenapa Kak?" tanya Arda heran, tadi kakaknya itu terlihat sangat bahagia dan bersemangat lalu kenapa sekarang mendadak sendu begini.
"Kakak cuma petugas kebersihan di sebuah kantor," jelas Ralen, tidak mau Adiknya berharap lebih.
Yah apa yang mau di harapkan dengan ijazah SMA di masa sekarang ini, bahkan untuk menjadi petugas kebersihan saja rasanya sangat sulit jika tidak ada orang dalam yang membantunya, dan sekarang Ralen patut bersyukur karena Mbak Hesti telah membantunya mendapatkan pekerjaan.
Dalam benak Ralen saat ini dia di terima bekerja tidak lain karena bantuan resepsionis yang dua Minggu lalu dia tanyai tentang pekerjaan.
"Lah memangnya kenapa? kan petugas kebersihan juga tetap pekerjaan, Kakak akan di gaji tiap bulannya, jadi kenapa harus ribet memikirkan pekerjaan Kakak hanya petugas kebersihan, selama kerjaan itu halal tidak masalah Kak," terang Arda berusaha memberi pengertian pada sang Kakak.
"Kakak hanya tidak mau kamu, ibu serta Ayah kecewa," tutur Ralen.
"Kecewa kenapa?"
"Yah karena Kakak hanya petugas kebersihan," jawab Ralen dengan hembusan napasnya.
"Ya Allah Kak, gimana Kakak bisa sampai mikir begitu sih, selama ini Kakak jadi ojol yang panas kepanasan hujan kehujanan apa Arda Ayah dan ibu malu? enggak Kak, enggak sama sekali! kami, Arda terutama bangga sama Kakak, bangga karena mempunya Kakak yang seorang perempuan namun kegigihannya menjadi tulang punggung sangat luar biasa, Arda sangat bangga sama Kakak!" tegas Arda.
Sungguh dia tidak terima jika Kakaknya harus berkecil hati seperti saat ini, Kakaknya wanita paling kuat yang ada dalam hidupnya selain ibunya.
Patutlah dia berbangga hati dan akan membela Kakaknya jika saja ada yang berani menyakitinya.
"Ah Arda sayang." Ralen menghambur memeluk sang Adik yang entah sejak kapan pemikirannya menjadi sangat dewasa.
Adik kecilnya itu sudah beranjak remaja dan Ralen tidak menyadarinya.
"Kamu semakin tinggi sedangkan Kakak gini-gini aja," celetuk Ralen ketika sadar Adiknya lebih tinggi darinya.
Ah, apakah pertumbuhan pria jauh lebih cepat ketimbang wanita? atau memang Adiknya itu bertubuh bongsor?
"Ayo Kak kita kasih tahu Ayah sama Ibu," ajak Arda setelah pelukan mereka terurai.
Ralen pun mengangguk, tentu kebahagiaan ini akan dia bagi kepada orang tuanya juga agar mereka tidak lagi perlu khawatir anak gadisnya berada di jalanan hingga malam hari.
****
"Gue di terima kerja!" seru Ralen antusias berbagi kepada Antika yang hari ini mendapat jatah libur dari tempatnya bekerja.
"Serius Lo?!" sekejap mata Antika yang sayup-sayup akibat efek mandi pun mendadak menjadi segar dan terbuka lebar.
"Serius, ngapain gue bohong!"
Sungguh seharusnya Antika bisa melihat dengan jelas perbedaan antara Ralen kemarin dengan Ralen yang sekarang, sangat mencolok!
Kemaren temannya itu layaknya manusia hidup segan matipun tak mau, sedangkan sekarang semangat juangnya sangat berkobar persis Ralen yang dia kenal dulu.
"Waaah, selamat ya gue ikut senang dengarnya," lontar Antika seraya memeluk sang teman memberikan selamat.
Lagi-lagi Ralen menyambut pelukan orang yang memeluknya sama dengan yang tadi di lakukan oleh Arda, ibu dan juga Ayah di rumah kala mendengar berita menyenangkan darinya.
Setidaknya hal sederhana ini menjadi berita yang sangat luar biasa untuk mereka.
Ralen tersenyum dengan wajahnya yang berada di baju temannya.
"Eh kira-kira kalau baru kerja dua Minggu dapat gaji nggak ya?!"
Pertanyaan spontan Ralen mendapatkan dorongan keras dari Antika hingga tubuh Ralen terdorong ke belakang.
"Lo mabok ya!" hardik Antika.
"Aduh! sakit Tik," kata Ralen kala sikunya tak sengaja berciuman dengan tembok.
"Ya lagian Lo ngaco, baru kerja udah mikirin gaji!" gerundel wanita bertubuh sedikit berisi.
Ralen menggaruk kepalanya dengan sedikit senyum yang di paksa.
"Lo tahu kan Tik.."
"Tahu! gue tahu! udah berapa kali Lo cerita sama gue, Lo bilang sama tuh orang bakal ganti uang yang Lo pakai dalam satu bulan dan sekarang sisa dua Minggu lagi!" timpal Antika membeberkan samua yang selalu Ralen katakan padanya.
Ralen menggerakkan kepalanya naik turun.
"Lo matiin aja handphonenya atau kalau perlu Lo blokir nomornya Len, jangan di bikin ribet!" ketus Tika gemas.
"Tadinya gue mau lakuin itu, tapi gue rasa dia bukan orang biasa."
"Terus kalau bukan orang biasa menurut lo dia bakal lakuin apa?" tanya Tika dengan dengusan napas tertahan.
Ralen tak bisa menjawab pertanyaan dari sang teman sebab dia bingung harus bagaimana.
"Siniin handphone Lo."
Antika menadahkan tangannya meminta benda yang selalu Ralen kantongi.
Ralen seperti terhipnotis lalu mengeluarkan handphone dan memberikannya pada sang teman tanpa pikiran apapun.
Antika mengotak-atik handphone yang berada di tangannya, mencari-cari nomor dengan nama cowok songong.
"Dah selesai!" mengembalikan benda pipih itu pada sang pemilik.
"Lo blokir!?!"
\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Senaya
percuma juga no Ipul lu blokir tik, secara nanti Ralen kerjanya sama Ipul ...tambah ngamuk ntar Ipul kalo tau nomornya di blokir
2022-09-12
0
Decy zifara fatul
bakal dikerjain saipul gunawan ni si jelita ralensi😆😍😍😘😘
2022-09-12
0
Halisa Fauzan
waduhhh si antik maen seenak ny aj blokir nomor orang
it boss ny ralen woiii 🤣🤣🤣
buka lg len ntar si awan tmbh ngamuk wkwk 😆
2022-09-12
0