Di tempat lainnya..
"Keponakan kamu sudah lahir dari satu bulan yang lalu Ipul, tapi sampai sekarang pun kamu belum mengunjunginya, apa kamu tidak berniat untuk menemui anakku?!" Zara mulai menyengit kala berbicara dengan pria di belahan dunia yang lain.
Tentu saja wanita itu merasa kesal pada teman sekaligus Adik sepupu suaminya itu, sudah tahu bahwa ia telah melahirkan tapi tak ada kabar apapun bahwa pria itu akan menginjakkan kakinya ke Indonesia guna melihat anak yang baru genap satu bulan hidup di dunia.
Ipul terkekeh menatap layar mendapati raut wajah Zara yang sangat kesal dengannya, "belum ada waktu Za, Lagian gue baru juga kurang dua bulan disini masa udah balik lagi," sahut Ipul dengan tawa yang belum luntur.
Jawaban yang dia berikan sontak membuat Zara mendelik tak terima lalu mulutnya mulai berceloteh, "jadi lebih mentingin kerjaan gitu? keponakan lahir nggak penting?" sengit Zara yang kembali merasa tersulut.
"Astaga kenapa sekarang emosi mu selalu meluap-luap, apa kamu menambah dosis garam dalam masakan mu?"
Ipul rasanya tak percaya kalau Zara benar-benar sudah kembali menjadi Zara yang dulu bahkan sepertinya bertambah lebih dari yang dia kenal dulu.
"Bukan garam, tapi kelakukan Abang mu itu yang selalu tak mau mengalah dengan anaknya, ada saja yang jadi bahan rebutan mereka," cerocos Zara tanpa rem membuat mata Ipul memicing.
Rebutan? apa yang menjadi rebutan anak dan Ayah itu? anaknya saja masih berusia satu bulan tentu belum mengerti apapun, lalu apa yang menjadikan anak dan Ayah itu hingga saling berebutan seperti yang Zara katakan barusan?
"Menikah lalu punya anak, baru Lo akan mengerti apa yang jadi rebutan gue dan Achnaf!"
Wajah Davi muncul di layar menjawab pertanyaan Ipul yang tak terucap.
"Sebelum ada Achnaf kan Lo udah lebih dulu Bang, seharusnya Lo udah puas," sungut Ipul mengerti dengan maksud sang Abang sepupu.
"Percuma ngomong sama elo, jomblo mana paham sama urusan pria dewasa!" sentak Davi kembali menyerahkan handphone yang tadi dia rampas dari istrinya lalu melenggang pergi dengan kaki yang berderap kencang membuat Zara meringis sedangkan Ipul mengulum senyum tertahan.
"Gimana Pul?" pertanyaan Zara membuat Ipul bingung.
"Gimana apanya?" balik tanya tak mengerti.
"Dompet yang ketinggalan di motor orang waktu kamu mau berangkat ke Inggris apa sudah ada kabar?"
Sejenak Ipul terdiam baru kemudian menggeleng ingat dompetnya yang tertinggal di motor wanita bawel yang dia paksa untuk mengantarnya ke bandara karena macet yang tak kunjung selesai.
Salahnya memang karena karena saat itu meletakkan dompetnya ke dashboard motor setelah selesai mengisi bensin motor Ralen yang ternyata tak cukup untuk membawanya ke bandara.
"Tidak ada kabar, gue sempat tanya Mama dan dia bilang nggak ada yang datang, untungnya KTP gue yang asli ada di dalam tas tapi," sahut Ipul.
"Yah jaman sekarang memang sulit menemukan orang jujur," tukas Zara menggeleng kepalanya.
"Iya udah gila terus nggak jujur pula, double penyakit!" sungut Ipul mengingat betapa menyebalkan nya wanita yang mungkin sudah menghabiskan uang yang ada di dompetnya.
Zara terkikik geli melihat betapa masih kesalnya Ipul kala membicarakan dompetnya yang sudah raib.
"Jangan benci-benci suatu saat di pertemukan lagi malah jatuh cinta," ledek Zara yang sudah tahu kalau orang yang sekarang membuat temannya itu kesal adalah seorang wanita.
Bola mata Ipul memutar lambat tidak terima dengan perkataan dari temannya, baginya tidak akan mungkin dia bisa jatuh cinta dengan wanita yang bahkan tidak ada anggun-anggunnya di lihat dari sudut manapun, si Zara ini memang sangat konyol.
"Jadi kapan pulang dan tengok keponakanmu?" tanya Zara kemudian.
"Bulan besok tapi gue nggak janji," jawab Ipul.
"Harus janji, pokoknya bulan besok aku tunggu!" tegas Zara dengan bulatan mata yang melebar.
Ipul menarik napas perlahan lalu mengiyakan permintaan dari wanita yang sekarang tersenyum senang.
"Zara sayang, cepetan Achnaf sudah tidur."
Terdengar teriakan dari kamar atas, siapa lagi pemilik suara itu jika bukan Daviandra.
"Ada seorang suami yang sedang kebelet, sebaiknya segera tuntaskan sebelum dia meradang," celetuk Ipul.
Zara menghela napas lalu mencebikkan bibirnya yang membuat Ipul tertawa.
"Ya sudah aku tutup, jangan lupa pada janjimu!" kata Zara mengingatkan dan diangguki oleh pria di depan layar, setelah mengucapkan salam lalu mematikan benda yang sedari tadi ada di tangannya.
Ipul meletakkan handphonenya lalu melihat satu persatu pekerjaan yang masih belum selesai dia kerjakan, ini sudah sangat larut dan pria itu masih harus bergulat dengan kesibukan kantor yang harusnya dia kerjakan di kantor.
******
Saipul Gunawan sudah terlihat duduk manis di dalam pesawat yang akan membawanya kembali ke negara kelahirannya, negara yang memiliki banyak keindahan yang tersembunyi serta pesona di lautan dengan deburan ombak seiring dengan semilir hembusan angin pantai yang seolah melantunkan syair-syair indah nan syahdu, membuat siapapun akan terpesona begitu juga dengan Ipul yang sekarang tengah melihat hamparan laut luas dari pesawat yang tengah terbang tinggi di angkasa.
Kuasa sang pencipta memang tidak pernah gagal dalam menyempurnakan dunia dengan hasil karyanya.
Pria itu melangkah tegap keluar dari pesawat memantapkan langkahnya di dalam bandara internasional Soekarno-Hatta menuju mobil yang sudah menunggunya sedari setengah jam yang lalu.
"Apa kabar den?" sapa sang sopir keluarga dengan senyum sumringah pada anak majikannya yang terakhir kali dia lihat menaiki motor seorang gadis ketika terjebak macet.
"Kabar baik Pak, bagaimana dengan Bapak? sahut Ipul bertanya balik mengumbar senyuman seraya melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
"Selalu baik," sahut sang sopir sambil menjalankan kendaraan roda empat itu menjauhi bandara dan kesibukannya yang masih akan selalu menjadi tempat pesawat datang dan pergi bergantian.
Mobil melaju dengan santai dan tenang diselingi dengan obrolan dua orang lelaki yang sudah cukup lama saling mengenal.
Pembicaraan tentang cuaca di negara yang sekarang menjadi rumah kedua bagi pria yang duduk di kursi penumpang.
"Sudah seminggu ini hujan setiap malam den," terang sang sopir menimpali anak majikannya yang sudah semakin dewasa dan kulitnya menjadi lebih bersih ketimbang saat dia pertama kali bekerja kepada Irman Rustanto.
"Ipul kira sedang musim panas," tukas Ipul karena saat berada di dalam pesawat dia melihat langit Indonesia begitu cerah bahkan sinar matahari cukup menyilaukan.
"Saat siang memang akan cerah bahkan terkesan panas tapi begitu menginjak sore cuaca akan dengan cepat berubah, dengan angin yang berhembus dan dalam sekejap awan mendung akan muncul mengundang hujan yang tak jarang sangat deras," kata si sopir menceritakan cuaca yang kerap kali berubah.
Ipul melihat pada kaca mobil menatap langit sore dengan awan gelap yang mulai mendominasi, perkataan sopirnya memang benar, lihatlah sekarang langit sudah mulai tampak gelap dengan hembusan angin dan ada satu kilatan petir yang membuat langit menyala seolah memberikan tanda bahwa hujan akan segera datang.
Tanda yang seperti meminta para makhluk hidup untuk segera mencari tempat perlindungan dari air yang akan segera turun.
\*\*\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Halisa Fauzan
hahahaaa
kamu anak kecil nyingkir aj pul 😅 gak cocok dengerin omongan orang dewasa 😂
2022-09-08
0
Sunarty Narty
ketemu LG ne
2022-09-02
0
Ketut Wiraksini
ketemu ralen lg ga pul dlm perjalanan ke rmh😁
2022-08-30
1