INGATAN YANG SAMAR
Sepulang dari liburan ke Venesia yang merupakan hadiah lomba pada festival makanan untuk menyambut musim gugur.
Jian merasakan ada yang aneh pada dirinya, dia mulai merasakan ingatannya kembali meski samar-samar.
Pria muda berwajah tampan itu berdiri di depan cermin kamar mandi sambil memperhatikan wajahnya.
"Mimpi apakah aku semalam ?", ucap Jian terengah-engah dengan basah penuh keringat.
Tampak garis wajahnya yang tegas namun teduh memperjelas ketampanan pria amnesia itu.
"Apakah aku mulai mengingat sesuatu !?", ucap Jian.
Dia mengusap wajahnya serta membasuhnya dengan air kran yang ada di wastafel kamar mandi berulangkali.
"Aku melihat suatu rumah besar yang luas tapi aku tidak tahu tempat apakah itu karena aku masih tidak mengingat apa-apa", ucap Jian sambil mengambil handuk di atas rak lemari gantung.
Jian lalu melangkahkan kedua kakinya keluar kamar mandi setelah dia berpakaian menuju ruangan tengah tempatnya biasa tidur.
Pria amnesia itu melihat Batang Dewi tengah menyiapkan sarapan untuknya, dia berjalan mendekati gadis yang telah mengubah seluruh penampilannya yang tadinya polos dan biasa-biasa saja kini menjadi sangat modis semenjak mereka kembali dari Venesia.
"Kamu tidak bekerja hari ini ?", tanya Jian.
"Oh kamu rupanya, iya tapi nanti agak siangan aku ke toko karena bos memberiku izin masuk setengah hari", sahut Batang Dewi.
Batang Dewi mengalihkan pandangannya ke arah pria amnesia itu yang berpakaian necis pagi itu.
"Hmm...", gumam Jian yang memperhatikan sarapan yang dimasak oleh Batang Dewi.
"Kamu akan pergi kemana dengan pakaian itu ?", tanya Batang Dewi.
"Oh, aku berencana pergi ke dokter, kenapa ?", sahut Jian.
"Ke dokter !? Untuk apa ? Apakah ada yang masih kamu rasakan sakit di kepalamu atau badanmu ?", tanya Batang Dewi.
"Tidak", sahut Jian.
Pria amnesia itu lalu berjalan ke arah sofa dan duduk sembari mengambil sarapannya kemudian menikmatinya.
Jian lalu mengerutkan dahinya ketika melihat Batang Dewi masih duduk di ruangan tengah serta menatapnya sedang sarapan.
"Ada apa ? Dan kenapa kamu masih disini ?", tanya Jian keheranan.
Jian menatap Batang Dewi sambil menghirup secangkir cappucino panas yang ada di tangannya.
"Em, oh, tidak, aku hanya menunggumu menghabiskan sarapanmu, itu saja...", sahut Batang Dewi tersipu malu.
"Benarkah ?", tanya Jian seraya mengangkat kedua alisnya.
"I--ya...", sahut Batang Dewi gugup.
"Tidak ada yang lainnya ?", kata Jian lagi.
"A--apa maksud perkataanmu ? Aku tidak mengerti !?", ucap Batang Dewi.
"Aku mengira kamu berniat untuk menciumku lagi seperti saat di Venesia", sahut Jian.
"Apa !?", pekik Batang Dewi.
"Aku pribadi tidak merasa keberatan kalau kamu melakukannya lagi dan alangkah menyenangkan buatku jika kamu bertindak seagresif itu", ucap Jian.
Sebentuk senyuman tipis membayang di wajah Jian saat dia menikmati minumannya, ekspresi wajahnya datar tetapi jelas wajahnya turut memerah ketika mengingat kejadian di Venesia.
"Aku..., aku akan pergi ke toko roti, dan semoga kamu menikmati sarapanmu...", ucap Batang Dewi tergesa-gesa.
"Kamu mau kemana ? Bukannya tadi kamu bilang nanti siang akan pergi bekerja ke toko roti ? Kenapa sekarang kamu berubah ?", teriak Jian saat melihat Batang Dewi pergi.
Batang Dewi tidak memperdulikan lagi teriakan pria amnesia itu dan terus terang dia sangat kesal sekali dengan ucapan Jian yang selalu salah sangka kepadanya dan berhasil menggodanya.
Akhirnya mereka berdua pergi ke toko roti Italia tempat Batang Dewi bekerja, sepanjang jalan Jian melihat gadis itu sangat kerepotan ketika membawa kantung kertas berisi buah tangan yang dibelinya dari Venesia.
"Harus ya, membawakan mereka oleh-oleh, menurutku itu sangat merepotkan buatmu", kata Jian.
Jian berdiri dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celananya seraya menatap dingin ke arah kantung-kantung kertas yang ada di tangan Batang Dewi.
Batang Dewi hanya menatap Jian yang terlihat tidak suka ketika dirinya membawakan oleh-oleh untuk Baldovino Elio dan Gamya, terutama untuk bosnya, tampak sekali sikap permusuhan yang jelas ditunjukkan oleh Jian terhadap bosnya.
"Apa yang kamu katakan itu ? Membuangnya ? Tidak akan, aku membawanya dengan susah payah dan sekarang kamu menyuruhku membuangnya ?", kata Batang Dewi.
"Kenapa tidak !?", sahut Jian sembari mengangkat kedua alisnya ke atas.
"Apa kamu tidak segera pergi ke dokter untuk memeriksakan lagi kepalamu yang sakit itu ?", tanya Batang Dewi.
Batang Dewi lalu melenggang pergi sembari membawa kantung-kantung kertas yang merepotkannya dan tidak memperdulikan lagi keberadaan Jian di dekatnya.
"Fuih... Dia galak sekali jika marah... Wanita pengganti apa ? Katanya bersedia menjadi wanita penggantiku tetapi tidak sedikitpun dari sikapnya yang romantis dan lembut kepadaku...", ucap Jian keika melihat Batang Dewi memasuki toko roti Italia 1912.
Pria amnesia itu menendang pelan kerikil yang ada di sekitar halaman toko roti dan berjalan membalikkan badannya dengan menuntun vespa milik Batang Dewi pergi meninggalkan toko tempat gadis itu bekerja.
Batang Dewi menyapa Gamya yang tengah sibuk mempersiapkan roti-roti untuk dijual di toko roti Italia, pada hari itu.
"Selamat pagi ! Apa kabar ?", sapa Batang Dewi.
"Hai, Batang Dewi ! Apa kabar ? Wow, kamu semakin cantik saja setelah dari lomba", jawab Gamya.
"Tetimakasih, dan karena kamu telah memujiku dengan hati tulus maka aku membawakanmu buah tangan untukmu", kata Batang Dewi.
Gadis yang mengubah penampilannya menjadi modis itu lalu menyerahkan sekantung kertas berisi oleh-oleh yang dia beli dari toko pakaian saat berada di Venesia.
"Wow, apa ini !?", ucap Gamya berseru senang.
"Hadiah kecil dari Venesia, buat kenangan dan aku harap kamu suka", ucap Batang Dewi sambil tersenyum.
"Wow, terimakasih, sudah repot-repot membawakanku oleh-oleh dari Venesia", kata Gamya.
Batang Dewi sengaja membelikan oleh-oleh sebagai kenang-kenangan untuk kedua rekan kerjanya sebagai tanda dia pernah datang ke Venesia.
Dia sekilas memperhatikan luar jendela toko roti untuk memastikan apakah Jian masih berada di halaman toko, tetapi saat Batang Dewi melihat ke arah luar jendela toko roti Italia 1912, dia tidak melihat lagi keberadaan pria amnesia itu di luar sana.
Kembali Batang Dewi menyibukkan dirinya untuk bekerja di toko roti bersama Gamya.
Tampak Batang Dewi dan Gamya tertawa ceria bersama-sama saat bekerja di toko roti Italia 1912 sembari mempersiapkan roti-roti untuk diletakkan di etalase toko.
"Ngomong-ngomong, aku tidak melihat bos sejak tadi. Apakah dia tidak datang ke toko hari ini ?", tanya Batang Dewi.
"Dia lagi ke Tuscan karena undangan dari Hotel of Toscana Resort Catelfalfi atas kemenanganmu saat lomba tempo hari", sahut Gamya.
"Ke Tuscan ?", tanya Batang Dewi.
"Benar, bukankah itu adalah kabar baik untuk toko roti ini, mungkin kita mendapatkan tawaran kerjasama dari Toscana Resort Castelfalfi", sahut Gamya.
"Iya, aku juga turut senang mendengarnya dan aku harap kita mendapatkan kontrak kerjasama dari tempat itu", kata Batang Dewi.
"Aku juga berharap sama denganmu", ucap Gamya.
Klinik dokter...
KLEK...
Dokter meletakkan alat medisnya ke dalam kotak steril ketika dia selesai memeriksa kemudian berjalan ke mejanya.
Terlihat pria amnesia tengah turun dari ranjang pasien menuju meja, tempat dokter itu menuliskan resep obat.
"Bagaimana keadaan kesehatanku, dokter ?", tanya Jian.
"Keadaan kesehatan anda sudah mengalami kemajuan yang sangat baik dan berkat anda merawat luka-luka anda dengan sabar maka mempercepat kesembuhan anda", sahut dokter itu.
Jian terdiam sembari mengusap bekas lukanya yang telah sembuh, dia langsung teringat dengan Batang Dewi yang setiap hari merawatnya selama dia sakit dan terluka.
"Istri anda sangat telaten dan sabar merawat anda dan betapa beruntungnya anda memiliki wanita sepertinya", kata dokter.
"Ah, iya...", sahut Jian.
"Ini resep obat untuk diminum tiga kali sehari masing-masing agar kesehatan anda pulih serta otak anda menjadi kuat", kata dokter.
Dokter menyelesaikan tulisannya kemudian meyerahkan resep itu kepada Jian seraya tersenyum pada pria amnesia itu.
"Lalu bagaimana dengan kondisi ingatanku yang masih belum kembali, dokter ?", tanya Jian.
"Dengan meminum obat yang saya berikan dengan teratur, otak anda akan kuat seiring waktu sehingga perlahan-lahan ingtan anda yang hilang akan kembali", jawab dokter itu.
"Benarkah ?", ucap Jian.
"Dan saya lihat ada perkembangan yang cukup besar terjadi dan sangat mempengaruhi ingatan anda", kata dokter.
"Maaf dokter, apa yang dokter maksudkan itu ?", tanya Jian.
"Itu berhubungan dengan perasaaan yang tengah anda rasakan sekarang ini, dan saya melihat ada sebentuk kebahagiaan di hati anda yang kini anda rasakan", kata dokter seraya tersenyum.
"Maksud dokter ?", tanya Jian.
"Anda sepertinya tengah dilanda mabuk asmara sehingga mempengaruhi stimulus otak anda", sahut dokter.
"Jatuh cinta...", ucap Jian.
"Yah, semacam itulah, cinta, yang tepatnya disebut dengan istilah jatuh cinta", kata dokter.
Jian terdiam dan kembali ingatannya dipenuhi oleh wajah Batang Dewi yang datang silih berganti dibenaknya.
Mungkinkah ingatannya kembali meski itu samar-samar karena adanya hubungan antara dirinya dengan Batang Dewi mulai terjalin akrab ataukah karena ciuman itu yang memaksa otak di kepalanya bekerja sangat cepat sehingga timbul ingatan samar-samar dibenaknya.
"Haruskah aku menciumnya juga agar otakku bekerja dengan kuat sehingga ingatanku dapat kembali sepenuhnya, tetapi tidaklah adil untuk memanfaatkan keberadaannya hanya untuk mengembalikan ingatanku yang hilang !?"
Jian berdiri melamun setelah dia keluar dari ruangan klinik tempatnya periksa dan dia keluar dari klinik dengan melangkahkan kedua kakinya pergi.
Ada gambaran yang membuatnya ketakutan dan terjaga pada malam hari serta dia selalu trauma ketika ingatan itu berseliweran di pikirannya.
Membuat Jian terbangun pada malam hari serta mengganggu dirinya.
Jian meminta Batang Dewi untuk menemani dirinya saat ingatan yang samar itu datang.
KRIET...
Pintu kamar tidur Batang Dewi terbuka lebar dan terlihat Jian telah berdiri di depan pintu kamar sembari memandangi ke arah tempat tidur, dimana gadis itu terlelap dengan nyenyaknya.
"Apa kamu sudah tidur ?", tanya Jian.
Tidak ada sahutan dari Batang Dewi hanya terdengar deru nafas gadis itu saat dia tertidur lelapnya.
Jian berjalan dengan langkah hati-hati ke arah tempat tidur lalu masuk ke dalam selimut dan berbaring tidur di dekat Batang Dewi.
"Kamu sudah tidur", tanya Jian sekali lagi.
Jian membangunkan Batang Dewi yang terlelap tidur dengan mengoncangkan badan gadis itu berkali-kali.
Batang Dewi menggeliat pelan lalu membuka kedua matanya perlahan dan dia melihat Jian sudah berbaring disampingnya.
"Ada apa ? Apakah kamu tidak bisa tidur lagi ?", tanya Batang Dewi.
"Iya...", sahut Jian sambil meringkuk didalam selimut Batang Dewi.
"Baiklah, kamu boleh tidur disini, dan apakah kepalamu masih terasa pusing jika malam tiba ?", tanya Batang Dewi dari balik selimutnya.
"Iya, tetapi tidak separah dulu hanya terasa ada sesuatu yang menghantam kepalaku", sahut Jian.
"Lalu apa kata dokter setelah kamu selesai periksa disana ?", tanya Batang Dewi.
"Dokter menyarankan aku menstimulus otakku dengan perasaan yang menyenangkan", sahut Jian.
"Maksudmu ?", tanya Batang Dewi.
"Kamu tidak akan suka jika aku menceritakannya", jawab Jian.
"Katakanlah, mungkin aku dapat membantumu", kata Batang Dewi yang membelakangi Jian.
"Dokter menyarankan aku merasakan rasa suka dan senang seperti ciuman yang mampu merangsang kerja otakku dengan cepat agar kuat sehingga itu akan membantu ingatanku kembali meski pelan-pelan", ucap Jian.
"Oh...!?", sahut Batang Dewi.
Keduanya lalu terdiam membisu dan tidak ada suara dari mereka hanya terdengar detak jam wekker yang berbunyi di ruaangan kamar tidur Batang Dewi.
Batang Dewi berusaha memejamkan kedua matanya untuk tidur kembali tetapi dia tidak dapat melakukannya dan dia tidak dapat tidur lagi.
Gadis itu lalu membalikkan badannya menghadap Jian, pada saat dia melihat ke arah pria amnesia itu. Jian rupanya telah terlelap tidur.
Tangan Batang Dewi secara refleks bergerak ke wajah pria amnesia itu, mengusapnya lembut dan tiba-tiba Jian membuka kedua matanya seraya menatap ke arah Batang Dewi.
Batang Dewi tersentak kaget dengan cepatnya, dia menarik tangannya dari wajah Jian tetapi buru-buru Jian menahannya dengan tangannya.
"Bolehkah aku menciummu seperti yang kamu lakukan padaku waktu itu ?", tanya Jian.
"Ehk !?", Batang Dewi terhenyak kaget saat dia mendengar ucapan dari Jian kepadanya.
Bagaimana mungkin dia berkata seperti itu dengan kesadaran penuh, ciuman !? Tidak semudah itu untuk melakukannya tanpa perasaan yang mendorongnya untuk melakukannya.
"Dan apakah pria amnesia ini masih sakit ? Kuharap dia segera sembuh dan tidak amnesia lagi agar aku dapat menjalani hidupku seperti orang normal"
Batang Dewi menepuk wajah Jian sembari tersenyum kepada pria amnesia itu.
"Aku rasa dokter itu salah memberimu resep obat, dan aku anjurkan kepadamu untuk segera tidur sebelum aku melemparkanmu keluar dari kamarku", sahut Batang Dewi.
Dia lalu menarik selimutnya ke atas dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tidurnya yang tebal tanpa menghiraukan keberadaan Jian yang berbaring tidur disampingnya. Masa bodoh dengan anjuran dokter. Dan Batang Dewi memutuskan untuk tidur nyenyak hingga hari menjelang pagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments