MUNCULNYA BENIH CINTA
Akhirnya Batang Dewi memenangkan lomba pada festival makanan termasuk truffle pada festival musim gugur.
Setelah juri lomba mengumumkan hasil final lomba yang kemarin diadakan sehari penuh dengan adanya acara perburuan truffle yang cukup menguras tenaga serta energi peserta lomba.
"Aku menang ! Aku menang ! Aku menang lomba !", teriak Batang Dewi seraya berlompat-lompat riang.
Batang Dewi sangat senang ketika namanya disebut sebagai pemenang lomba pada perayaan festival truffle fair untuk menyambut musim gugur di Toscana Resort Castelfalfi.
Dia terus melompat dengan hati senang dan berteriak-teriak seperti biasanya ketika Batang Dewi merasa bahagia.
"AAAAA... ! AAAAA... ! Aku menang ! Aku menang lomba !", teriak Batang Dewi lagi.
"Iya, iya, tenanglah ! Jangan bersikap berlebihan ! Apa kamu tidak melihat kalau banyak yang melihatmu ?", ucap pria amnesia itu setengah berbisik kepada Batang Dewi.
"AAAAAA.... !!!", teriak Batang Dewi.
"Astaga !", ucap Jian.
"Aku menang ! Aku menang ! Aku menang lomba !", jerit Batang Dewi.
"Dia benar-benar memalukan sekali", kata Jian sembari tertunduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"AAAAAA... !!!", teriak Batang Dewi.
Tanpa sengaja Batang Dewi merangkul leher Jian dan mendaratkan ciumannya di pipi pria amnesia itu.
"Aku menang ! Aku menang lomba !", teriak gadis polos itu lagi.
Batang Dewi berlari ke arah podium juara dengan langkah ringan, dia terlihat berlarian menuju juri lomba yang menunggunya disamping podium juara yang pada umumnya berbentuk seperti piramida yang mana tempat tertinggi pada podium juara akan digunakan bagi juara satu.
Gadis berusia 29 tahun dengan penampilan polosnya berulangkali menjabat tangan juri lomba setelah dia menuju ke podium juara sedangkan Jian, pria amnesia itu tengah berdiri mematung kaku tak jauh dari letak area podium juara yang dipadati oleh penonton yang berdatangan dari Hotel of Toscana Resort Castelfalfi.
Jian, si pria amnesia itu terperangah kaget mendapat perlakuan berbeda dari Batang Dewi.
Sudut kedua matanya terbelalak kaget ketika Batang Dewi mencium pipinya tanpa sengaja dan penuh semangat.
"Hmm...", gumam Jian.
Bibir Jian melengkung membentuk senyuman tipis yang penuh makna misteri dan hanya dia yang mengerti dari senyumannya.
"Apakah gadis bodoh itu tidak menyadari bahaya yang mengancamnya...", kata Jian.
Dua peserta lomba berjalan menyusul ke podium juara dan saat ketiganya telah sampai di depan podium mereka dipersilahkan oleh juri lomba untuk naik ke atas podium sedangkan Batang Dewi telah naik dan berada di tempat tertinggi sebagai pemenangnya dan juara pertama pada lomba di festival makanan dan truffle fair untuk menyambut musim gugur di Toscana Resort Castelfalfi.
"WOW... WOW... Selamat ! Selamat !"
Terdengar sorak sorai penonton acara yang sangat antusias sekali menyambut para juara lomba festival.
Mereka bertepuk tangan dengan meriahnya ketika juri lomba mengalungi Batang Dewi dengan untaian bunga serta memberinya medali emas dan piagam penghargaan.
Gadis polos itu telah menjelma menjadi tak terkalahkan dengan merebut juara pertama lomba festival makanan dan truffle fair di Toscana Resort Castelfalfi.
Dia memperlihatkan kemampuannya dalam membuat roti dengan memenangkan lomba dan menyabet juara pertama.
"Terimakasih Tuhan atas berkah ini, tanpaMu aku tidak akan pernah berdiri disini dengan bangga... Tuhan, uluran tanganMu mampu mengubah hidupku lebih bermakna dan berwarna... Terimakasih Tuhan atas kesempatan hidup kedua ini... Meski pada kenyataannya aku sudah tidak lagi menjadi seorang Ratu yang gemar berperang tapi dalam mengikuti lomba aku masih dapat bertempur dengan cara yang berbeda..."
Batang Dewi mendapatkan liburan bertamasya ke Venesia serta uang dalam jumlah besar karena dia menjadi juara pertama pada lomba tersebut.
Dia berkesempatan liburan di hotel dan mendapatkan dua tiket gratis menginap di hotel berskala internasional.
Disinilah muncul benih cinta di hati Batang Dewi terhadap Jian yang diajaknya berlibur oleh gadis lugu itu dengan maksud ingatan Jian dapat membaik dan pria asing itu mendapatkan hiburan serta kesehatan ingatan dengan rekreasi ke Venesia yang bertujuan agar ingatan dan pikiran Jian menjadi segar.
Venesia...
Hari menjelang malam...
"Kamu tidur di sofa saja karena hanya ada satu tempat tidur !", ucap Jian.
"Hah !?", sahut Batang Dewi.
"Aku habis sakit parah dan sekarang masih hilang ingatan jadi tidak tepat jika aku harus tidur lagi di sofa panjang, kamu mengerti", kata pria amnesia itu.
"Apa !?", ucap Batang Dewi.
"Saat di Toscana, aku sengaja mengalah karena kamu ikut lomba sehingga aku dengan ikhlas tidur di sofa tetapi sekarang lomba sudah selesai maka giliran aku tidur di tempat tidur", kata Jian.
"Tapi... Tapi...", ucap Batang Dewi.
"Tidak ada tapi-tapian, kamu paham itu. Dan cobalah belajar untuk mengalah dengan orang yang lemah", kata Jian.
"Lemah !? Apa maksud dia ?", ucap Batang Dewi bingung.
Pada saat Jian berjalan menuju tempat tidur, salah satu tangan Jian tanpa sengaja menyenggol piring penghargaan yang diletakkan diatas meja konsul dekat tempat tidur.
PRANG...
"Apa yang kamu lakukan ? Kamu tahu ini piring penghargaan terbaikku seharga sejuta dollar ?", jerit Batang Dewi.
"Maaf... Aku tidak melihatnya karena tergesa-gesa tadi..., kamu juga salah meletakkan penghargaanmu sembarangan", sahut Jian.
"Apa !?", ucap Batang Dewi cemberut.
"Nanti sepulang dari Venesia aku akan mencari ahli untuk memperbaikinya", kata Jian.
"Ba--bagaimana caranya kamu akan memperbaiki penghargaan yang pecah berkeping-keping itu ? Hah !? Mengelemnya ?", tanya Batang Dewi kesal.
"Entahlah, aku bukan ahlinya, mungkin saja penghargaan ini dapat diperbaiki", sahut Jian dengan santainya.
Jian lalu berjongkok seraya memungut pecahan piring berserakan di lantai yang merupakan tanda penghargaan sebagai bukti bahwa telah mengikuti lomba pada festival makanan dan truffle fair.
Satu demi satu Jian mengumpulkan pecahan piring penghargaan milik Batang Dewi ke atas kain kemudian membungkusnya dan meletakkannya di atas meja konsul hotel.
"Aku sudah membersihkannya dan membungkusnya, setelah pulang dari liburan aku janji akan membawa ke ahlinya", ucap Jian.
"Apa kamu pikir itu orang sakit yang kamu bawa ke ahlinya untuk disembuhkan !? Itu piring penghargaanku dan aku tidak mungkin mendapatkannya lagi ?", kata Batang Dewi.
"Ehk !?", gumam Jian terkejut mendengar ucapan Batang Dewi.
Ketika Jian membalikkan badannya ke arah Batang Dewi, dia melihat gadis itu tengah menangis dengan wajah cemberut kesal.
"Yah, bagus, kamu membuatnya menangis...", ucap Jian lirih pada dirinya sendiri.
Pria amnesia itu lalu berjalan menghampiri Batang Dewi yang beruraian air mata karena ulah pria amnesia yang telah memecahkan piring penghargaan milik Batang Dewi.
Batang Dewi menangis kesal bercampur sedih karena benda paling berharganya yang dia peroleh dengan susah payah pecah.
"Maaf... Ini salahku, aku meminta maaf atas kesalahanku...", kata Jian.
Jian memeluk tubuh Batang Dewi dengan hangat, seraya menepuk pelan punggung gadis berusia 29 tahun itu agar dia tenang dan berhenti menangis.
"Maafkan aku dan aku harap kamu memaafkan kesalahanku...", ucap Jian setengah berbisik pelan di telinga Batang Dewi.
"Aku harus bagaimana... Itu akan aku tunjukkan kepada bosku sebagai bukti penghargaan aku telah menyelesaikan tugasku ikut lomba...", sahut Batang Dewi terus menerus menangis.
Tiba-tiba Jian berteriak kencang sembari memegangi kepalanya dan bergulingan di atas ranjang tidur hotel.
"Aduh... ! Aduh... ! Aduh... ! Kepalaku sakit sekali !", teriak Jian di atas tempat tidur.
Batang Dewi langsung panik ketika melihat Jian kembali kesakitan serta memegangi kepalanya, gadis polos itu lalu berlari cepat ke arah Jian sambil mengusap pipinya yang basah oleh air mata.
"Ap--apa kamu baik-baik saja ? Maaf, maafkan aku, seharusnya aku tidak menyalahkanmu... Tunggu..., aku akan mengambil obat untukmu", ucap Batang Dewi.
Jian yang tengah bergulingan di atas tempat tidur lalu melirik diantara kedua lengannya ke arah Batang Dewi yang panik mencari obat milik Jian di dalam koper.
Sebentuk senyuman tipis terlihat di wajah Jian ketika dia melihat Batang Dewi yang ketakutan itu.
"Nah, ini ketemu !", ucap Batang Dewi berseru keras saat dia berhasil menemukan obat Jian.
Batang Dewi lalu beranjak berdiri dan menghampiri kembali ranjang tidur hotel yang sangat luas itu.
Mereka mendapatkan kesempatan menginap di St. Regis Venesia merupakan salah satu hotel klasik mewah yang tersebar di empat palazzi yang saling berhubungan, dengan 130 kamar berukuran besar dan 39 suite.
"Maafkan aku, telah membuatmu mengalami tekanan keras dariku, seharusnya aku tiak mementingkan sebuah piring penghargaan ketimbang masalah kesehatanmu", ucap Batang Dewi menyesal.
"Aduh... sakit...", rintih Jian.
"Minumlah obat ini terlebih dahulu agar rasa sakit di kepalamu membaik", kata Batang Dewi.
Batang Dewi memberikan pil obat kepada Jian untuk mengurangi rasa sakit di kepala yang dirasakan oleh pria amnesia itu.
Jian tidak bereaksi terhadap ucapan Batang Dewi dan dia tetap meringkuk di atas tempat tidur sambil memegangi kepalanya.
Akting yang hebat, pikir Jian pada dirinya sendiri, dia sengaja berpura-pura mengeluh kepalanya sakit supaya Batang Dewi berhenti menangis dan tidak terus-menerus marah serta menyalahkan dirinya karena telah memecahkan piring penghargaan milik Batang Dewi.
"Apa kamu baik-baik saja ? Katakan padaku bagian mana yang masih terasa sakit ?", tanya Batang Dewi panik. "Ayolah ! Jangan membuatmu semakin ketakutan !", sambungnya menggoyangkan badan Jian yang terdiam.
Tetap tidak ada jawaban dari Jian dan pria amnesia itu terlihat memejamkan kedua matanya tanpa bergerak sedikitpun.
"Mungkinkah dia tertidur karena sakit yang dideritanya !? Aku lupa jika dia masih menderita amnesia", ucap Batang Dewi gelisah.
Batang Dewi kembali menggoyang-goyangkan badan Jian dan tetap tidak ada reaksi dari Jian yang menyebabkan kepanikan gadis itu bertambah dua kali lipat.
"Ayolah ! Jangan menakut-nakutiku ! Jawablah ucapanku !", ucap Batang Dewi.
Dia menyentuh hidung pria amnesia itu untuk memastikan hembusan nafas Jian, tetapi pria itu masih bernafas dengan lancar.
"Syukurlah... Dia baik-baik saja, dan masih bernafas, mungkin dia sudah tidur nyenayak karena reaksi sakit di kepalanya", kata Batang Dewi seraya menyelimuti Jian dengan selimut tebal yang tersedia di tempat tidur.
Batang Dewi beranjak dari tempat tidur yang cukup luas itu menuju ke arah sofa panjang yang ada di kamar Hotel St. Regis Venesia yang terletak di hamparan Grand Canal di sebelah barat alun-alun St. Mark menampung beberapa hotel mewah klasik paling terkenal di kota Venesia.
Dia berangkat tidur setelah mengganti pakaiannya dengan gaun tidur dan membersihkan wajahnya dengan sabun muka serta memakai krim malam di mukanya.
Batang Dewi mematikan lampu di kamar tidur lalu tertidur lelapnya, tetapi belum sampai lima menit dia memejamkan matanya dia merasakan ada seseorang yang menyentuh pundaknya tetapi dia tidak menghiraukannya.
"Aku tidak bisa tidur..., kepala sakit...", rintih seseorang dari arah belakang Batang Dewi.
"Tidurlah ! Nanti kepalamu tidak akan merasa sakit lagi...", sahut Batang Dewi dengan mata terpejam.
"Tapi aku bermimpi sangat buruk..., aku tidak bisa tidur di kamar yang asing...", ucap suara itu.
Batang Dewi yang sudah didera rasa kantuk yang sangat hanya menanggapi ucapan suara itu dengan asal-asalan.
"Baiklah, kamu boleh tidur disebelahku di sofa ini tetapi jangan berpikir aneh-aneh kalau tidak ingin aku memukulmu", kata Batang Dewi yang sangat mengantuk berat.
"Benarkah aku boleh tidur di sofa !?", tanya suara itu dengan suara parau.
"Hmm...", sahut Batang Dewi hanya bergumam pelan.
"Terimakasih sudah mengizinkanku", ucap suara itu dengan nada yang semakin berat.
Tidak ada jawaban dari Batang Dewi, nampaknya gadis itu telah tertidur lelapnya tanpa menyadari ucapannya sendiri.
Keesokan harinya...
Cahaya sinar Matahari menyeruak masuk ke dalam Santa Maria Suite yang memiliki teras besar.
Batang Dewi berkesempatan menginap di suite mewah bernama Santa Maria Suite memiliki keistimewaan karena suite mewah itu terletak di sepanjang fasad hotel yang menghadap ke Grand Canal, dan memiliki balkon sehingga orang yang menginap di suite itu dapat menikmati pemandangan Grand Canal secara terbuka dari atas balkon suite.
"Mmm...", gumam Batang Dewi.
Seberkas sinar Matahari yang masuk ke dalam suite membangunkan Batang Dewi yang terlelap tidur karena lelah.
Batang Dewi menolehkan kepalanya dan betapa terkejutnya ketika dia melihat Jian sedang tidur disampingnya seraya memeluk dirinya.
"Kenapa berondong ini tidur di sofa bersamaku ?", bisik Batang Dewi tersentak kaget.
"Emmm...", Jian menggeliat pelan.
Batang Dewi terdiam kemudian perlahan-lahan bergerak untuk turun dan beringsut pelan tetapi tiba-tiba Jian menahan tubuhnya serta mendekap erat tubuh Batang Dewi.
"Aku masih mengantuk... Bisakah kamu tidak bangun..., kepalaku masih terasa pening...", ucap Jian berbisik pelan.
"Ehk !?", sahut Batang Dewi.
Batang Dewi terdiam dan tidak bergerak lagi dikarenakan dia tidak ingin melihat Jian mengeluh sakit kepala akibat amnesia yang dia alami.
"Rupanya kamu sangat menyukai jika aku memelukmu", ucap pria amnesia itu.
"Hah !? Apa !?", sahut Batang Dewi terkejut dan buru-buru bangun dari sofa.
Belum sempat dia berdiri dan turun dari atas sofa, kakinya tersangkut selimut sehingga menyebabkan Batang Dewi terjatuh di atas tubuh Jian. Dan mengakibatkan wajahnya bersentuhan dengan wajah Jian.
"Apakah ini termasuk ciuman tidak langsung ? Apakah ini akhir dari hidupku ? Matilah aku..."
Wajah Batang Dewi berubah merah padam dan dia tidak mampu menyembunyikan rasa malunya karena kecerobohannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments