Batang Dewi terhenyak kaget saat mendengar ucapan Jian tentang wanita lain yang pernah menjadi kekasihnya yang sekaligus mantan tunangannya.
Tubuh Batang Dewi membeku, hatinya terasa tercabik-cabik dan pilu, perasaan berbeda yang baru tumbuh yang dirasakan gadis lugu itu tiba-tiba menguap entah kemana.
Segelas air minum jatuh tumpah ke atas meja yang tanpa sengaja tersenggol siku Batang Dewi, gadis polos itu mendadak hilang konsentrasinya dan tampak kebingungan.
"Ehk... Maaf... Ak-aku...Aku tidak mengerti dengan ucapanmu...", kata Batang Dewi tergagap.
"Yah, kamu mirip sekali dengan mantan kekasihku itu", ujar Jian yang sedari tadi memperhatikan Batang Dewi terus menerus.
"Darimananya aku mirip dengan mantanmu itu ?", tanya Batang Dewi sambil membersihkan tumpahan air dari gelas yang terjatuh ke atas meja dengan tisu.
"Dari cara kalian berbicara dan wajah kalian yang mirip ketika tersenyum", sahut pria amnesia itu.
"Benarkah ? Lalu kenapa kekasihmu itu meninggalkanmu jika aku lihat dirimu, sangatlah sempurna, Jian !?", kata Batang Dewi penasaran.
"Haaah... Sempurna, ya..., aku rasa kata itu tidaklah tepat untukku karena tidak berpengaruh dalam kehidupanku...", jawab Jian dengan bersandar.
"Maksudmu ?", tanya Batang Dewi menghentikan gerakan tangannya di atas meja.
"Yah, karena kesempurnaan pada diriku tidaklah membuat mantan tunanganku yang tidak setia itu kembali padaku", ucap Jian.
"Mmm... Apakah kamu masih mengharapkannya ?", tanya Batang Dewi tanpa melihat ke arah pria amnesia itu.
"Tidak...", sahut singkat Jian.
Pria muda itu lalu memalingkan wajahnya kembali ke arah luar jendela ruangan dan termenung.
"Apakah itu sangat menyakitkan hatimu sehingga kamu mengalami trauma serta peristiwa yang membuatmu amnesia... Jian...?", tanya Batang Dewi seraya menengadahkan kepalanya ke arah pria yang dipanggilnya Jian.
"Yang menyakitkan hatiku bukan karena pengkhianatan mantan tunanganku itu melainkan karena penghinaan yang aku dapatkan saat itu", sahut Jian yang masih memandang ke luar jendela.
"Oh..., begitu, ya...", ucap Batang Dewi pelan. "Jika kamu masih mencintainya, kenapa kamu tidak mengejarnya dan merebutnya kembali, Jian ?", sambungnya.
Gadis polos yang sederhana itu mengerti tentang perasaan Jian, pria amnesia yang malang itu karena dirinya juga merasakan hal yang sama dengan Jian rasakan yaitu perih di dalam hati saat mengetahui pria asing tanpa identitas itu mencintai wanita lain.
Rasanya sakit sekali hati Batang Dewi mendengar ucapan Jian tentang mantan tunangannya yang masih diingatnya dan Jian cintai.
Hanya menganggap dirinya wanita pengganti untuk Jian, pria yang mengalami hilang ingatan dan terluka.
Entah, perasaan itu tiba-tiba datang ke dalam hatinya dengan cara bagaimana, namun, yang kini dirasakan oleh Batang Dewi hatinya mulai terpikat akan pesona pria tampan yang lebih muda delapan tahun darinya.
"Mungkin aku ini benar-benar bodoh..., menyukai pria amnesia yang masih mencintai mantan tunangannya..."
Batang Dewi hanya mampu bergumam dalam hati kecilnya ketika menyadari dirinya telah jatuh hati pada pria amnesia yang baru dikenalnya itu.
"Dia pergi meninggalkanku dengan menikahi duda kaya raya yang menjanjikan kepada dirinya untuk menjadikan mantan tunanganku itu sebagai seorang model internasional", ucap Jian muram.
"Apakah kamu begitu mencintainya sehingga kamu kehilangan ingatan ini ?", tanya Batang Dewi seraya menatap serius ke arah Jian.
"Entahlah..., aku tidak mengingatnya mengenai bagaimana aku mengalami amnesia ini... Aku tidak mengingat apa-apa tentang itu...", sahut Jian tertunduk. "Dan aku hanya mengingat jika aku memiliki mantan tunangan yang telah pergi meninggalkanku...", sambungnya sedih.
"Oh !? Aku mengerti itu, Jian", ucap Batang Dewi sembari mengusap dadanya pelan.
Cinta pertama yang barusan tumbuh dan dia rasakan di hati Batang Dewi, terpaksa harus dia singkirkan jauh-jauh dari dasar hatinya dan memendamnya dalam-dalam tanpa dia sanggup utarakan.
Perasaannya yang terpikat dengan kehadiran Jian, pria asing yang mengalami amnesia itu, memaksa Batang Dewi untuk membuang persaan jatuh cintanya itu kepada Jian.
"Makanlah sarapan ini, aku membuat roti panggang sayuran yang lezat untukmu, makanlah karena kamu harus meminum obat untuk menghilangkan rasa sakitmu, Jian", ucap Batang Dewi.
Batang Dewi lalu beranjak berdiri dan melangkahkan kakinya hendak keluar ruangan tengah, sebelum dia sampai di luar, pria asing amnesia itu memanggil dirinya.
"Hai ! Jangan pergi !", panggil Jian kepada Batang Dewi
"Ya...", sahut Batang Dewi seraya menoleh ke arah Jian yang amnesia itu.
"Bisakah kamu membantuku ?", tanya Jian.
"Membantumu ? Apa yang harus aku bantu ?", sahut Batang Dewi dengan bertanya.
"Tanganku masih terasa sakit karena terluka, dan aku meminta tolong padamu, bisakah kamu membantuku menyuapkan roti itu padaku ?", kata Jian dengan pandangan memelas.
"Ehk !?", Batang Dewi terkejut mendengar permintaan dari Jian, pria amnesia itu.
"Tolong...", pinta Jian dengan memohon.
Batang Dewi menjadi tidak tega ketika Jian meminta bantuannya untuk menyuapi pria amnesia itu sepotong roti panggang sayuran untuk sarapannya di pagi hari.
Dia sadar bahwa dirinya hanyalah pengganti untuk pria amnesia itu dan dia tahu jika Jian tidak pernah menganggap dirinya sebagai Batang Dewi, ada, dalam hidup Jian.
Batang Dewi yang mengetahui bahwa dirinya hanya dijadikan pengganti bagi Jian terpaksa untuk menerima sikap Jian demi kesembuhan pria asing yang amnesia itu.
Gadis lugu yang memiliki tinggi badan sekitar 178 cm itu berbintang Taurus, dan sesuai dengan sifatnya seorang Taurus yaitu lembut, penyayang serta murah hati menyebabkan ia harus rela dan menerima Jian yang amnesia itu dengan hati sabar.
"Apakah tanganmu sangat sakit sekali sehingga kamu kesulitan untuk memakan sarapanmu itu dengan tanganmu ?", tanya Batang Dewi lalu beranjak menghampiri sofa, tempat Jian berbaring dan bersandar.
"Tanganku terluka parah dan masih terasa sakit jika dibuat untuk mengangkat sesuatu, sepertinya aku harus pergi untuk memeriksakan luka-lukaku ini", sahut Jian.
"Hmmm... Baiklah, aku akan menyuapkan roti panggang sayuran ini untukmu, dan besok baru kita pergi ke dokter karena aku harus bekerja dan meminta izin kepada bos pemilik toko roti tempatku bekerja hari ini", kata Batang Dewi.
"Ya...", sahut Jian pelan.
"Bukalah mulutmu pelan-pelan dan cobalah untuk memakan roti panggang sayuran buatanku ini", ucap Batang Dewi seraya menyuapi pria amnesia itu dengan roti panggang sayuran buatannya.
"Emm, iya", kata Jian seraya membuka mulutnya dan melahap roti panggang sayuran yang ada di tangan Batang Dewi. "Apakah kamu membuat sarapan ini sendiri ?"
"Yah, kenapa ?", tanya Batang Dewi.
"Lezat...", hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Jian.
"Maaf, jika sarapannya sangat sederhana sekali karena aku masih belum memiliki uang untuk membeli bahan-bahan makanan lainnya dan sementara kita sarapan dengan roti dan sayuran", kata Batang Dewi.
"Apa pekerjaanmu ?", tanya pria amnesia itu.
"Penjual roti di Toko Roti Italia 1912", sahut Batang Dewi sembari menyuapkan roti panggang sayuran kepada Jian.
"Emm, pekerjaan yang menyenangkan, aku pikir, karena kamu setiap hari dapat makan roti-roti itu. Apakah kamu membuatnya sendiri roti-roti itu ?", ucap Jian.
"Yah, aku harus membuat roti-roti Italia itu sendiri dan menjualnya", kata Batang Dewi. "Dan benar yang kamu ucapkan kalau pekerjaanku itu sangat menyenangkan sekali", sambungnya seraya memotong roti panggang sayuran menjadi beberapa bagian di atas piring.
"Kamu menyukainya ?", tanya Jian.
Tatapan Jian sangat lembut serta wajahnya yang sangat tampan dan menarik hati, hampir membuat jantung Batang Dewi berhenti berdetak. Dan nyaris membuat gadis polos itu jatuh pingsan.
"Suka !? Suka apa !?", ucap Batang Dewi gugup.
"Pekerjaanmu...", jawab Jian.
"Oh..., iya, aku sangat menyukainya, karena itu adalah hal yang baru bagiku", kata Batang Dewi.
"Baru ? Apakah kamu baru bekerja disana ? Dimana letak toko roti tempatmu bekerja ?", tanya Jian yang bersandar di atas sofa.
"Iya, aku masih pemula dalam membuat roti Italia, letak toko roti itu berada di Jalan Via Cenisio, Milan, 0,9 km dari Monumental Cemetery, Italia. Apakah kamu ingin kesana ?", kata Batang Dewi.
"Iya, jika aku sudah sembuh, aku akan mengunjungimu kesana", jawab Jian.
"Apakah kamu tahu tempat toko roti itu ?", tanya Batang Dewi.
"Hmmm... Tidak... Aku sama sekali tidak mengenal tempat itu... Kenapa ?", sahut Jian seraya bertanya.
"Itu tempat dimana pertama kalinya, aku menemukanmu yang tergeletak penuh luka di depan beranda toko roti Italia", kata Batang Dewi.
"Oh..., sayang sekali, aku tidak mengingatnya...", ucap Jian.
"Baiklah, kapan-kapan aku akan mengajakmu ke toko roti tempatku bekerja", kata Batang Dewi.
Jian tampaknya sangat menyukai roti panggang sayuran buatan Batang Dewi serta menghabiskan dua potong roti panggang sayuran itu dengan lahapnya.
Batang Dewi dengan telaten mengarahkan gelas minuman kepada Jian lalu mengusap mulut pria asing itu dengan sehelai tissu.
"Terimakasih...", ucap Jian.
Tatapan teduh pria amnesia itu mampu menghipnotis Batang Dewi dan membuat hatinya luluh.
Meski terasa berat untuk menerimanya, Batang Dewi yang sudah bertekad ingin merawat dan menyembuhkan pria asing itu, rela, jika Jian menganggap dirinya sebagai wanita pengganti mantan tunangannya yang telah mengkhianati Jian.
"Minumlah obat pereda rasa sakit ini dulu karena aku belum dapat membawamu ke dokter dan aku akan mengganti perbanmu hari ini", ucap Batang Dewi.
"Emmm..., iya..., dan maaf jika telah merepotkanmu...", kata Jian.
"Tidak apa-apa, selama kamu masih belum pulih dan luka-lukamu masih belum sembuh, aku akan merawatmu, Jian", kata Batang Dewi.
"Tapi ini bukan tanggung jawabmu...", ucap Jian pelan.
"Tanggung jawab atau bukan tetapi ini rasa perikemanusian antara sesama kita sebagai manusia, dan aku tidak berharap apa-apa darimu. Percayalah padaku, Jian !", kata Batang Dewi.
"Apa hanya itu alasanmu kamu menolongku ?", tanya pria amnesia itu yang dipanggil dengan Jian.
"Iya... Kenapa ?", sahut Batang Dewi.
"Tidak, tidak apa-apa...", kata Jian menundukkan kepalanya.
"Apa kamu mengira aku mengharapkan imbalan darimu atau kamu mencurigaiku !?", tanya Batang Dewi sambil mengerutkan keningnya.
"Ah..., tidak...", sahut Jian. "Aku tidak pernah berpikir seperti itu tentangmu, aku hanya merasa kamu berbeda saja."
"Berbeda !? Bukankah kamu mengatakan bahwa aku sangat mirip mantan tunanganmu itu lalu kenapa sekarang kamu bilang aku berbeda !? Aku tidak mengerti, Jian", kata Batang Dewi.
"Kamu hanya mirip wajahnya tetapi tidak sama dengan mantanku, semuanya...", sahut Jian mencoba mengusap tangannya pelan.
"Oh...", ucap Batang Dewi.
"Yah...", kata Jian sembari melirik Batang Dewi yang duduk di sofa.
Diam-diam pria amnesia yang masih muda itu memperhatikan Batang Dewi yang sibuk melepaskan perban yang membalut tubuhnya.
Senyuman tipis mengembang di wajahnya yang tampan ketika melihat Batang Dewi dengan cekatan merawat luka-lukanya.
Hati Jian, pria amnesia itu, yang terasa kosong dan hampa dulu kini perlahan-lahan dia rasakan hangat kembali. Dan terisi oleh bunga-bunga asmara yang bermekaran sangat indah di dalam relung hatinya serta membahagiakan dirinya.
"Sebentar, aku akan mengambil kotak obatku", kata Batang Dewi seraya beranjak berdiri.
"Tunggu...", ucap Jian sambil memegang erat lengan Batang Dewi dengan cepat.
"Ada apa ?", tanya Batang Dewi.
"Aku..., aku..., aku haus...", sahut Jian dengan wajah memerah karena malu.
"Oh, iya, aku akan mengambilkan minuman untukmu lagi di dapur sembari mengambil kotak obat, tunggu sebentar", kata Batang Dewi tergesa-gesa.
Sebelum dia pergi ke dapur, terlihat Batang Dewi sedang membersihkan meja yang berserakan di ruang tengah dan membawa pakaian kotor yang baru di lepas oleh Jian karena harus mengganti perban.
Bekas gelas susu beberapa menit yang lalu masih utuh berada di atas meja, rupanya Jian tidak meminum susu yang Batang Dewi buat untuknya tadi. Dan baru Batang Dewi sadari jika Jian tidak dapat mengambil gelas tersebut karena luka-luka di tubuhnya yang cukup parah.
Batang Dewi memandangi tubuh Jian yang sempurna serta mengaguminya, tubuh pria amnesia itu termasuk gagah dan masuk kategori atletis.
Pada saat Batang Dewi yang asyik memperhatikan tubuh Jian yang gagah bagaikan tubuh panglima perangnya dahulu ketika dia masih menjadi seorang ratu, Jian memergoki Batang Dewi yang tengah memandangi dirinya tanpa atasan seraya tersenyum tipis dan berkata pada gadis polos itu.
"Apa yang sedang kamu lihat ?", tanya Jian.
"Ehk !? Tidak ada !", sahut Batang Dewi.
Terburu-buru, Batang Dewi mengalihkan pandangannya dari Jian dan bergegas pergi meninggalkan ruang tengah menuju ruangan lain untuk mengambil kotak obat.
Jian hanya tertawa kecil melihat tingkah laku Batang Dewi yang ketahuan diam-diam mengagumi bentuk tubuhnya. Karena selama dia terluka dan amnesia perhatian Batang Dewi yang mampu mengobati luka di hati Jian. Meski tanpa dia sadari hati Jian mulai tertarik dengan Batang Dewi. Dan hanya gadis polos dan lugu itulah yang mampu membuatnya tertawa kembali.
Hanya dalam ingatan terakhir yang paling menyakitkan Jian adalah mengingat mantan kekasihnya yang pernah menjadi tunangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments