Rinai Hujan

Rinai Hujan

Part 1: Merindu Sepi (Prolog)

Di sebuah curhatan di dalam secarik kertas...

*Untukmu

Jangan ada orang lain yang mengentahui hal ini, terutama Dia. Jangan hal ini sampai merusak pertemanan baikku dengannya. Surat ini tak memerlukan jawaban. Sekedar pelampiasan hati yang tak berbalas. Menceritakan beban perasaan yang tak bisa kutanggung sendirian.

Aku menyukai dalam diam. Begitulah aku, menari dengan cinta yang diam, menyembunyikan cemburu, membuang risau akan dirimu. Bukankah itu lebih mulia? Memelihara perasaan sejak pertama kali kau menginjakkan kaki di sekolah. Menumbuhkan rasa sebelum orang lain merasakan hal yang sama padamu. Betapa sakit memelihara rindu kepada orang yang tak membalas merindu. Aku hanya bisa menutup mataku sambil menyentuh dada. Memanggil namamu dalam sepi dan sunyi.

Rindu menyiksa diriku. Kau tak tahu betapa sakitnya menyembunyikan gemeretak patahnya hati darimu. Merintih seorang diri tanpa pernah berharap kepedulian orang yang aku inginkan untuk peduli. Aku juga manusia yang pantas menyukai. Tak pantas diriku menyebut ini cinta, barangkali ini hanyalah cinta sesaat, yang dipengaruhi oleh merdunya melankoli cinta masa SMA. Aku menyukai wanita yang menyukai orang lain. Tak peduli wanita itu sudah ada yang memiliki, karena aku tak pernah memilih ke mana hati ini akan berlabuh. Ini murni kehendak Sang pencipta cinta, menumbuhkan benih ini padamu.

Kumengubur perasaan dalam-dalam, membiarkan ia membusuk dan mati

*Farel Bintang

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Part 1: Merindu Sepi

Farel Bintang POV

Diriku merindu pada hujan. Rindu pada setiap titik embun hujan yang jatuh dari pucuk pepohonan. Setiap langkahku menyebut hujan tuk berkunjung datang. Suatu hal yang sering membuatku hilang akal.

Adakah yang bisa mengisi kekosonghan hati? Merasuki ruang hampa yang yang telah lama berdebu dan sepi. Terasa berat saatku menatap menggunakan perasaan. Perasaanku seakan kebas dan mati.

Cahaya mentari menerpaku di pagi yang cerah. Di bawah naungan awan tipis aku melangkah lambat di antara rimbunan pohon mahoni yang banyak tumbuh di sepanjang jalan. Masih terasa olehku udara sejuk yang tersisa karena guyuran hujan tadi malam. Dingin tapi tidak terlalu. Terkalahkan oleh semangat mentari menyinari bumi pada pagi hari ini.

Di ujung mataku sudah terlihat tempat tujuanku. Tujuan yang menjadi alasanku berjalan sepagi ini. Apalagi selain sekolah. Tempatku mencari ilmu sebagai pelajar, tempatku mencari jati diri, tempatku mengerti arti sahabat, tempatku tahu arti cinta dan apa rasanya patah hati. Banyak yang kupelajari di sana dan banyak pula yang kulupakan di sana. Kadang seseorang punya masa abu-abu di sana yang patut mereka lupakan dan membuka lembaran baru.

Setiap langkahku menyebutkan angan-angan yang kadang sempat terlintas di pikiranku. Segurat senyum penuh kejujuran nan menenangkan hati. Menyampingkan setiap beban yang terus saja menggerogoti pundak. Segurat senyum yang melukiskan keceriaan di antara sudut bibirnya itu.

Belum satu pun teman yang kutemui dan belum satu pun senyuman yang kudapatkan. Namun jujur, aku tidak memiliki banyak teman. Aku lebih suka menyendiri. Suatu alasan yang membuatku begitu. Aku rasa aku lebih menjadi diriku sendiri ketika hanya ada ada aku dan pikiranku sendiri.

Aku suka menikmati kesendirian. Rasanya sangat damai ketika kumenikmati waktu sendiriku sambil menatap awan putih di atas sana. Duduk di tempat duduk panjang dengan diringi musik santai selalu aku lakukan setiap hari. Tak ada seorang yang datang ke sana, hanya ada aku. Setelah meletakkan tas di kelas, aku melangkah ke tempat itu.

Mataku menatap lurus ke kursi itu. Dua tempat duduk besi itu di letak saling membelakangi. Warnanya hitam namun tidak mengkilat seperti dulu. Setidaknya lebih kokoh daripada pendahulunya yang hanya berupa kursi kayu berdecit.

Ada yang mengganjal di ujung penglihatanku. Kejauhan sana tidak seperti biasanya. Langkahku dibuat terhenti dengan apa yang ada di sana. Sebuah gitar bertengger di atas tempat duduk itu. Aku tidak melihat siapa-siapa di sana, hanya gitar itu. Kembali kulangkahkan kakiku kembali ke tempat duduk itu.

"Haaaa, tidak ada tempat senyaman ini," kataku sambil membuka tangan.

Udara sejuk sungguh terasa di sela-sela jemari yang sedikit berkeringat. Aku duduk dengan nyamannya. Inilah yang kulakukan setiap hari dan inilah yang kusebut menikmati waktu sendiri. Aku menoleh tempat duduk yang juga saling membelakangi dengan tempat duduk yang sedang kududuki ini. Gitar itu terletak begitu saja. Entah ke mana pemiliknya pergi. Satu hal yang kuketahui, jariku ingin sekali menekan senar-senar itu.

Bunyi petikan gitar yang padu menggema di sekitarku. Bunyi senar bass yang besar berkolaborasi dengan bunyi senar bawah yang nyaring mengundang angin pagi nan sepoi. Mengempas lembut ke wajahku yang sedang tersenyum tipis. Jariku semakin saja menggila menekan setiap senar di gitar. Melodi-melodi terdengar harmoni di telinga.

Sudah lama aku tidak memegang gitar. Itu pernah bagian dari hobiku dahulu. Entah kenapa gitarku dulu pernah kutinggalkan di rumah seseorang. Aku sering berkunjung ke rumahnya. Suatu waktu aku membawa gitar dan meninggalkannya di sana. Sampai detik ini tidak pernah aku ambil. Biarlah dia di sana berganti pemilik. Mungkin saja jari pemilik baru itu terasa lebih nyaman dari jariku yang kasar ini.

Aku melihat langit di atas. Tampak cerah dengan selapis awan tipis. Ini menjadi pertanda tidak akan ada hujan hari ini. Aku sebenarnya kesal hujan turun tadi malam. Aku lebih menyukai hujan turun di siang hari. Aku bisa leluasa melihat setiap rintik rinai hujan yang turun. Mendengarkan nyanyian hujan yang terus menggema di telinga. Aku juga bisa mencium bau hujan yang khas. Membuatku bisa menyelam pada diriku sendiri,

Aku sangat menyukai hujan. Aku bisa menyelam ke dalam diriku sendiri ketika hujan. Menelusuri setiap detail memori yang pernah terjadi padaku. Memori-memori itu kembali terputar seperti film bioskop lama. Berwarna abu-abu, namun penuh kenangan. Hujan selalu mewarnai bagi para penikmatnya. Apa lagi di temani secangkir kopi pahit dan diseruput tatkala hujan turun. Di saat itu hatiku selalu berharap, semoga saja pelanginya lebih jelas dari sebelumnya.

"Hai," sapa seseorang di belakangku. "Petikan gitarmu bagus juga," lanjutnya.

Kepalaku menoleh ke belakang. Ada seorang wanita yang duduk di belakangku. Senyumnya tipis namun tampak manis. Matanya yang bulat memicing di bawah naungan kedua alis tebal. Angin pagi yang tak sengaja lewat menggoyangkan rambut hitam panjangnya.

Kenapa dia di sini? Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Apalagi wanita secantik dirinya bisa terdampar di tempat duduk ini. Mataku bisa melihat dengan detail setiap garis wajahnya. Aku seketika terlena menikmati manisnya senyuman itu.

"Hai, kok bingung gitu?" tanya wanita itu lagi.

"Eh tidak kok. Eh, Hai juga. Ini pasti punyamu, kan?" Aku memberikan gitar itu padanya. Matanya tampak menolak gitar itu.

Ia tampak menggeleng. "Aku mau kamu mainkan gitar ini lagi. Melodimu begitu manis terdengar," ucapnya memujiku.

"Tidak, aku mau masuk kelas dulu." Aku tegak lalu bergegas meninggalkannya. Namun, ia memanggilku lagi.

"Siapa namamu?" Langkahku terhenti mendengar pertanyaannya.

"Apakah itu penting bagimu?" jawabku singkat lalu benar-benar pergi ke kelasku.

Aku tidak begitu suka berbincang dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya. Apalagi dengan seorang wanita cantik seperti dirinya. Rasa gugup dan canggung menjadi satu. Sering kali aku berkata tidak jelas jika bertemu dengan wanita sepertinya.

Terdengar olehku bunyi pantulan bola basket di lapangan. Murid itu tampak menatapku tajam. Tangannya yang kokoh mencoba melontarkan bola ke dalam ring basket. Ia cukup ahli dalam memainkannya. Setiap lemparannya selalu tepat sasaran. Meski ia fokus dengan bola basketnya, tetapi matanya tetap padaku. Tatapan itu memang sudah sering kudapatkan darinya. Jadi aku tak heran lagi. mengandung dendam dan kebencian.

***

Terpopuler

Comments

Echa04

Echa04

😕❓bingung.

2023-04-06

0

Nelly..

Nelly..

mampir nih..

2020-12-29

1

ayyona

ayyona

dibaca pas lagi hujan

2020-12-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!