Part 5 : Merasuki Pikiran

Part 5 : Merasuki Pikiran

Azka Aldric POV

Aku pernah memiliki sahabat sebelumnya. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, saling melindungi, dan menciptakan tawa. Kuakui saat itu pergerekan zaman yang deras tidak bisa menggantikan kebersamaan kami. Pada saat itu ia mengajariku arti hidup. Ia mengajariku hidup itu tidak sekedar pergi ke sekolah, pulang, lalu tidur, namun ia berhasil mengungkap rahasia hidup yang selama ini ia temukan sendiri.

 

Aku dulu hanyalah seorang pecundang yang hanya bisa mengadukan masalahku kepada orang lain. Diriku selalu ditindas oleh yang kuat, hanya merasa iba kepada yang lemah tanpa pernah bisa menolongnya. Namun, seseorang membuatku kuat. Ia bagai memecahkan cangkang telur dan aku terlahir kembali.

Itu dimulai perkenalan kami di sebuah senja nan mendung. Dingin mulai menusuk pelan di kulitku. Angin mengamuk menghantam siapa saja yang berani menghadang. Di sana, ia seorang diri menghadangnya. Langit barat tak lagi berwarna kuning senja, namun berisi kilatan nan berakar. Bocah itu tetap saja kokoh berdiri, tak bergerak sedikitpun. Hanya desahan nafasnnya yang membuat dadanya sedikit kembang-kempis.

Langit perlahan menangis. Menumpahkan segala emosinya yang selama ini ia tahan. Rinai hujan membuatku mulai mengendus bau tanah yang khas. Yang kulihat hanyalah selapis senyum itu dengan senangnya menyambut rintikan hujan. Tak peduli baginya rambut yang mulai basah oleh rinai hujan.

"Apakah itu penting?" jawabnya ketika diriku menanyai namanya. Pertanyaan yang berakhir sebuah pertanyaan. Aku tidak sanggup menanyakannnya lagi. Namun, aku memberanikan diri mengapa ia seorang diri di bawah serbua rintikan air jatuh ini.

"Menunggu rinai hujan," jawabnya singkat. Saat itu aku baru tahu jika di dunia ini ada yang menunggu rinai hujan. Selama ini aku hanya berlindung dari hujan dan hanya mengintipnya di balik kaca jendela.

Persahabatan itu pun dimulai. Kami mulai bertukar rahasia. Aku tahu semua tentangnya, begitu pula sebaliknya. Meski ia adalah orang yang paling dikenal di sekolah, ia tidak pernah minder berteman denganku yang bisa dibilang pecundang sekolah, berkacamata, penakut, dan lemah. Ia mengajariku bermain basket untuk pertama kalinya dan menemukan potensi diriku di dalam basket. Ia juga yang membuatku kuat. Aku mulai mengenal cara bertarung yang baik.

Ia tidak hanya terkenal di SMP, namun juga oleh orang\-orang di luar SMP kami. Lihai berkelahi, pemegang SMP, dan musuh. Itulah pandangan mereka terhadap dirinya. Bagi kami ia adalah pemimpin, setia kawan, dan penolong di saat kami membutuhkan. Tidak hanya aku yang ditolong saat pertama kali bertemu, teman yang lain juga. Lagi-lagi aku belajar hal itu dari dia. Belajar menolong teman.

Aku tidak lagi menjadi pecundang seperti dulu. Aku mulai menunjukkan sisi lain dari diriku. Aku yang dulu di kenal pendiam, penakut berkacamata, culun, dan penakut mulai memudar. Sering kali aku ada di belakang bocah penunggu hujan itu untuk membantunya melawan anak-anak nakal yang sering mengganggu teman-teman SMP kami. Berkelahi dan bekas luka itu sudah biasa kurasakan.

 

Seiring aku mulai dikenal, tetap saja ia di atasku. Aku rasa saat itu aku tidak akan bisa melebihinya. Acap kali ia membuatku iri dengan popularitas dirinya di SMP. Semua usaha yang telah kulakukan di belakangnya sering kali tidak pernah dihargai.

Semua ada batasnya, dan aku telah menginjak titik itu. Jenuhku sudah di level yang paling tinggi. Aku tidak mau lagi terjun ke dunia yang seperti itu lagi. Kadang sahabat kita dapat membuat luka yang dalam. Karena apa? karena kita menyayanginya sehingga kita lupa jika sekali saja ia mengecewakan akan membuat goresan yang akan memudar cukup lama.

Puncaknya pada hari itu, di saat aku titik jenuhku sudah di ambag batas. Di saat aku ingin mengakhiri semua.

"Kau tetap saja pecundang seperti yang kukenal dulu," katanya di depan teman-teman yang lain.

Kalimat itu terus saja berngiang di kepalaku. Memori yang pernah kudapatkan dahulu saat aku ditindas seakan kembali terulang. Dipukuli, ditendang, dihina, dan aku hanya bisa menangis di ujung malam. Memori itu seakan kembali teputar hingga aku ingat kembali masa laluku. Sejak saat itu juga belajar darinya, sahabat bisa menyakiti. Dan sejak saat itu, aku membencinya hingga sekarang.

Kini ia tumbuh dewasa sepertiku. Dunia telah berputar dan aku membuat perputaran itu sendiri. Aku senang ia mengerti apa yang kuraskan dahulu, bagaimana rasanya menjadi pecundang.

***

   Wanita itu diam dalam kesendiriannya. Memandang hamparan awan putih yang tampak menyapa. Awan putih tak lagi mendominasi, ia kini menyambut awan hitam nan mulai menyusulnya. Sinar matahari senja masih terlihat terang walau sebagian awan tak lagi bersahabat. Ia tetap bertahan dalam senyumnya. Menikmati sisa senja sebisa mungkin.

 

Alvia namanya, wanita berambut hitam panjang berkilau. Tangannya mungil, tapi bisa melantunkan melodi gitar yang harmoni. Saat itu ia datang dengan menyandang tas ranselnya. Memandangku melalui mata bulat bak bola pimpong itu. Tatapannya terkesan teduh oleh alisnya yang tebal lengkap dengan bulu mata lentik itu. Kulontarkan selapis senyum padanya.

 

    Hanya satu dalam pikiranku, dari kerajaan mana ia berasal.

 

Kuberjalan ke arahnya yang sedang duduk di tempat itu. Tempat yang sama dengan yang biasa Farel duduki. Setahuku tidak ada yang duduk di situ kecuali beberapa orang, Farel dan satu-satu temannya yang bernama Cessa. Cessa adalah anak kelas sebelah yang entah bagaimana bisa mengenal Farel yang tertutup. Kini orang yang berani duduk di sana bertambah menjadi satu, yaitu Alvia.

"Hai, Alvia," sapaku lalu duduk di samping wanita itu. Rambutnya yang tergerai bergoyang diterpa angin. Hidungnya yang kemerah\-merahan tampak lancip jika dilihat dari samping.

"Hai juga, Azka." Ia tersenyum tipis padaku. Mata bulatnya tampak manis ketika tersenyum. Aku bisa melihat bayang-bayang diriku di matanya nan bening. "Azka, kenapa Farel itu nggak suka bergaul sih?" tanya Alvia tiba-tiba.

"Aku nggak tahu juga  ya. Tapi ia cukup populer di kalangan murid cewek, loh. Cuma, dia aja yang nggak menyadarinya," jawabku.

 

   "Ah masa?" tanya Alvia kembali dengan rasa tak percaya. Aku tertawa kecil lalu menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali.

 

"Tampan, dingin, tinggi, seperti pria\-pria idaman kalian di drama korea," kataku sambil tertawa.

 

Perkataanku berhasil memecah tawa Alvia. "Tau aja kamu. Tapi, nggak sepopuler kamu di sekolah ini. Cewek-cewek di kantin ngebicarain kamu. Kok bisa?" tanya Alvia lagi.

 

"Alvia mau tahu kenapa? Aku dulu mantan Ketua Osis dan eskul basket di sini, " jawabku pelan.

"Pantas Azka populer banget." Ia menyenggolku. Terasa lembut olehku sentuhan wanita di sampingku ini. Wangi parfum khasnya menyeruak seiring pergerakan sikunya di baku.

 

"Azka udah punya pacar? Masa ga ada. Semua cewek di sekolah suka Azka loh," tanya Alvia dengan penuh penasaran. Jemari lentiknya memainkan rambut lalu menyelipkannya di belakang telinga.

"Pacar? Sejenis makhluk apa itu? hahaha, aku belum punya yang seperti itu." Kata-kataku disambut tawa manis Alvia. Mata bulatnya memicing tatkala berusaha tertawa.

 

Terlihat begitu cantik hingga tak satupun yang dapat menolak pesonanya. Bidadari langit saja mungkin cemburu dengan anugrah yang ia miliki.

 

Selama ini aku tidak terlalu tertarik dengan kisah asmaraku sendiri. Semua wanita yang mendekatiku selama ini semuanya palsu. Mereka hanya kagum dengan popularitas yang kumiliki selama ini. Tak ada satu pun di antara mereka yang bisa mengisi relung hatiku yang kosong ini. Ada kalanya aku menunggunya datang.

 

    Akhirnya aku mendapatkannya. Rasanya ada benih-benih yang bergerak di hatiku tatkala aku memandangnya.

     Berusaha merekah dan mekar.

***

Terpopuler

Comments

ayyona

ayyona

omo....sampai lupa komen aing

2020-12-21

0

Nda Nthu Manda

Nda Nthu Manda

kalimatnya menyentuh ... bikin baper

2020-06-12

1

Auni Naqiya

Auni Naqiya

Haii author kece.... aku sudah baca ceritanya lho..

Mampir juga dong ke cerita aku "Manik Cinta Manika"... jangan lupa tinggalkan feedback nya yaa.. makasih.

2020-04-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!