Jangan lupa Vote dan Comment di kolom komentar, Author sangat menghargai Kritik & Saran. Supaya Author semakin semangat dalam menulis.
***
Hiro sedang menunggu bus di halte dekat rumah sakit tersebut, sambil melihat videotron di salah satu gedung yang sedang menayangkan Heroes TV.
Hiro sangat fokus menonton, karena informasi atau berita yang sedang dipaparkan sangatlah menarik.
"Kita akan lanjutkan setelah pesan-pesan berikut ini."
Iklan terlihat, seorang gadis remaja terlihat sedang menari dan bernyanyi di atas panggung besar—cuplikan sebuah konser tampaknya—dengan penuh semangat.
"Konser Bulan Menghangatkan?"
Kemudian terdengar suara khas dari presenter yang cukup terkenal, memperkenalkan apa itu Konser Bulan Menghangatkan.
"Kyaaaa!!!"
"Kyaa! Lunaaaa!!" Sepertinya di halte itu ada beberapa penggemar Luna, seorang Diva muda yang naik daun.
"Lunaaaa!! Konser?! Aku harus membeli tiketnya!" Membuka telepon pintar berniat membeli tiket konser, tapi tidak bisa karena website kepenuhan atau diakses massal.
"..." Sedikit keributan terjadi di halte tersebut.
Luna adalah seorang Diva muda yang baru saja naik daun, karena ikut dan berhasil menjuarai salah satu kompetisi pencarian bakat menyanyi di salah satu stasiun TV nasional yang sangat terkenal, sejak lama—hampir 25 tahun lamanya kompetisi itu bertahan, sampai dengan sekarang.
Terlebih lagi Luna digaet oleh salah satu penyanyi dan musisi kenamaan Indonesia untuk menjadi anak didiknya dan berdiri di bawah agensi artis yang ia pimpin, membuat nama Luna semakin melejit.
"Luna, Diva muda yang memiliki suara emas dengan karakter remaja cantik, imut dan ceria akan menunggu kalian semua di konsernya!!!"
Hiro membuka-menutup mulutnya terkejut, menarik napas dalam, sedikit terkejut karena mengenalinya. Bus yang datang menyadarkan dirinya.
Chusss!
Bus berangkat, Hiro melihat ke arah telepon pintar miliknya, nonton Heroes TV yang sedang tayang sejak 20 menit yang lalu.
Hiro menaruh perhatian penuh kepada telepon pintar tersebut, sampai ia akhirnya sampai di halte yang dekat dengan lokasi apartemen miliknya.
"Tidak terlalu ada banyak hal yang dibahas, membosankan." Gumam Hiro pelan sudah turun dan sedang berjalan menuju apartemen miliknya.
TE-NONENG! TENO-NENG! TE-NO-NENG! TENO-NENG-NENG-NENG-NENG!
Terdengar suara dering telepon pintar Hiro, tanda ada yang sedang berusaha menghubunginya.
Hiro melihat layar telepon pintar miliknya, terlihat nomor yang tidak dikenal menghubungi dirinya.
"Halo." Hiro mengangkat telepon tersebut.
"Ah—Hiro! Ini aku, Luna." Terdengar sangat jelas, suara seorang perempuan di seberang telepon.
"Aku tahu ini kamu Luna. Ada apa?" Tanya Hiro, tahu suara Luna dengan sangat jelas.
"Tidak ada apa-apa."
"Terus, kenapa kamu menghubungiku?"
"Begini. Aku tidak bisa berbicara denganmu lewat telepon, aku ingin kita berbicara secara langsung. 4 mata, Hiro." Jelas Luna kepada Hiro.
Hiro menggeleng pelan. "Aku tidak bisa Luna. Aku masih memiliki banyak pekerjaan yang harus aku lakukan."
"Ayolah, Hiro. Aku cuma butuh waktumu sebentar saja. Kalau tidak aku akan datang ke apartemenmu!"
Luna mengancam. Hiro menyadari sesuatu. "Baiklah, kamu berada dimana sekarang?"
"Datanglah. Aku tunggu di parkiran apartemenmu, ada hal penting yang harus kita bicarakan." Luna menutup telepon, tanpa keterangan, memaksa Hiro untuk datang dengan cepat.
Hiro berlari ke parkiran gedung apartemen secepat mungkin, kemudian melihat sebuah mobil mewah dua pintu yang sangat mencolok. Segera tahu bahwa Luna-lah yang memiliki mobil tersebut.
"Luna?" Hiro menghampiri mobil mewah tersebut, dan benar saja Luna keluar.
Luna melihat Hiro dengan canggung. "Masuklah, aku tidak bisa berada diluar sini lama-lama."
Hiro mengangguk mengerti, segera masuk ke dalam mobil mewah tersebut, duduk di kursi penumpang.
"Apakah kamu membuntutiku belakangan ini?" Tanya Hiro kepada Luna, melihatnya penuh kecurigaan.
Hiro tahu bahwa Luna memiliki banyak uang dan orang untuk membuntuti dirinya, karena dulu Luna pernah melakukan hal yang sama sekali, ia membayar orang untuk membuntuti dirinya dan melaporkan segala pergerakannya dengan alasan yang tidak jelas sama sekali, mereka berdua sampai bertengkar hebat saat itu saat Luna ketahuan.
Luna diam sebentar sebelum menjawab. "Ya, begitulah." Dia mengalihkan matanya dari Hiro.
"Masih sama seperti dulu, masih senang menghabiskan uang untuk hal yang tidak berguna." Ucap Hiro, menusuk telinga Luna yang mendengarnya.
"Kamu juga masih seperti dulu." Luna tersenyum kecut, menancap pedal gas dalam, hendak membawa Hiro.
Luna berniat membawa Hiro ke salah satu café tempat mereka berdua pertama kali bertemu dan belajar bersama dalam beberapa waktu, bisa dikatakan cukup lama, setidaknya sampai Luna dapat mengejar pelajaran di kelas.
Luna adalah salah satu siswa akselerasi, cerdas yang kebetulan masuk ke kelas unggulan yang sama dengan Hiro.
Hiro yang merupakan siswa nomor 1 sekolah pun diperintahkan untuk membimbing Luna. Awalnya Hiro menolak, akan tetapi setelah dipaksa dan diiming-imingi beasiswa dan uang, ia pun mau. Usut-punya usut juga, Luna adalah anak konglomerat yang memiliki pengaruh di sekolah.
Hiro bisa tahu kemana Luna membawanya, dikarenakan ia sangat familiar dengan jalanan yang mereka lewati dan GPS mobil yang menampilkan keberadaan mereka di peta.
"Bagaimana kabarmu, Hiro?" Tanya Luna kepada Hiro, sambil melihat ke jalanan.
"Aku baik-baik saja, kenapa kamu bertanya? Bukankah membuntutiku belakangan ini?"
"Hir, ayolah... jangan seperti itu, aku mengkhawatirkan dirimu." Luna menghela nafas pelan, ia merasakan bahwa Hiro sedikit berbeda dengan yang dulu ia kenal.
Hiro terkekeh pelan, merasa diremehkan oleh Luna. "Ayolah, Lun. Jangan sok dewasa seperti itu."
"Bukan seperti itu. Nanti saja kita bicara setelah ini." Ucap Luna.
Tidak sampai 15 menit, mereka berdua sudah sampai ketempat tujuan, sebuah café elit mahal, tempat mereka biasa belajar bersama dan juga tempat belajar yang cukup terkenal bagi kalangan pelajar elit. Mobil mewah tersebut diparkirkan.
"Pakai masker ini, aku tidak ingin menarik perhatian." Luna memberikan sebuah masker hitam kepada Hiro. "Terlebih lagi para paparazi kurang ajar itu." Terlihat Luna merasa tidak nyaman dengan beberapa hal di situasinya sekarang sebagai seorang Diva atau penyanyi.
Hiro tersenyum, memakai masker keluar dari dalam mobil. Melihat ke area sekitar, rindu dengan suasana café tersebut.
Mereka berdua pun masuk ke dalam café, meminta sebuah ruangan di salah satu sudut café yang biasa dipakai untuk belajar, kopi dan kue kecil.
"Apakah kamu merindukan tempat ini?" Tanya Luna, duduk dan membuka maskernya.
"Ya. Kurasa sedikit, aku mengingat bahwa aku pernah mengajari salah satu bocah akselerasi sok pintar di tempat ini dengan bayaran yang sangat mahal." Balas Hiro membuka masker, kemudian melihat ruangan tersebut. "Lalu, hal penting apa yang ingin kau bicarakan?"
"Begini. Aku ingin mengatakan, aku turut berduka cita atas meninggalnya Ayahmu dan meminta maaf karena aku tidak bisa hadir dan menghiburmu saat itu."
"Oh, baiklah. Lalu apa lagi?"
"A—kurasa hanya itu saja." Luna tidak tahu mau mengucapkan apa lagi.
"Kalau begitu, terima kasih atas perhatianmu."
"Hir, ayolah, jangan seperti itu. Aku tidak menyukainya."
***
Jangan lupa follow akun ******* Author dan Twitter @Cengko_
***
13.07 WIB. Rabu, 12 oktober 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments