Hilang Kendali

Kedelapan orang itu berusaha menelan kata-kata Iswanti, meski dengan kepercayaan yang belum matang. Tapi, segala kemungkinan memang pantas untuk dipertimbangkan.

"Jadi, langkah kita selanjutnya apa?" Annisa bertanya.

"Anak-anak! Kita harus tetap cari meraka, kalau perlu sampai ke seluruh penjuru hutan ini," jawab Iswanti. Ia mengingat saat di alam lain tadi, sempat bertemu anak perempuan dengan wajah yang tak asing. Ia mencoba dengan keras agar dapat mengembalikan pikirannya, di mana dirinya pernah melihat anak itu.

Dan setelah beberapa detik, Iswanti akhirnya mendapat pencerahan, "gue ingat, pas tadi gue tersesat ke alam itu, gue melihat anak perempuan. Dan, anak perempuan itu adalah, anak tetangga lo Nis! Gue pernah lihat dia waktu main ke apartemen lo," jelas Iswanti membeberkan alasan mengapa mereka harus mencari anak-anak yang hilang itu.

"Maksud lo, Desi?" tanya Annisa dengan membulatkan matanya karena terkejut.

"Iya. Tadi gue lupa-lupa ingat namanya, tapi ingat wajahnya. Dan sekarang gue ingat, seratus persen yakin," sahut Iswanti optimis.

"Tunggu, kalau lo lihat anak itu di alam lain, apa jangan-jangan anak itu udah ...," Intan tak melanjutkan ucapannya dan menengok ke gadis gempal di sampingnya.

Ulfa tiba-tiba mengucurkan air mata, takut akan hal yang tidak pasti. Sangkaannya Hilfa bersama anak kecil itu diculik oleh orang yang sama dan bernasib sama pula, "mati?" Ia melanjutkan ucapan Intan yang terhenti.

Annisa langsung memeluk Ulfa erat, berusaha menenangkan.

"Kita jangan ambil kesimpulan dulu, mungkin aja anak itu belum mati. Kita lihat, Iswanti masih hidup bahkan setelah dia pergi ke alam lain itu," rupanya Naya mulai memercayai perkataan Iswanti. Demi menemukan anak-anak. "Udah Ulfa, jangan nangis! Kita akan cari adik lo dan anak lainnya, sampai ketemu!"

***

Mereka melanjutkan langkah, menyusuri aspal yang masih jauh membentang di tengah hutan. Berharap dapat menemukan sesuatu mencurigakan lainnya, juga petunjuk.

"Kita mau terus jalan disini. Gak mau masuk ke hutan lebih dalam?" Tanya Naya dengan berani.

"Gue juga berpikir kayak gitu. Penculik itu kalau menyembunyikan korbannya gak mungkin di tepi jalan, kan?" dukung Annisa.

"Di depan ada pertigaan yang bisa bawa kita masuk hutan. Kita belok di sana," terang Renaldi memberi solusi.

Mereka berjalan hingga tujuan, terlihat di sebelah kiri mereka ada jalan kecil dengan bebatuan tak rata di atas tanah, yang disusun untuk penunjuk jalan setapak.

"Ayo!" Iswanti, Ulfa dan Naya berjalan memimpin di tiga barisan terdepan. Mereka pun mulai menapaki jalan tak beraspal itu.

Keenam orang lainnya mengikuti dari belakang. Setidaknya seperti itu sepengetahuan tiga gadis yang terus melenggang sambil memeluk diri sendiri. Hawa di sini bahkan lebih menusuk kulit.

"Gue baru pertama kali loh, benar-benar masuk ke dalam hutan kayak gini," ujar Iswanti pada Ulfa sambil terus berjalan.

"Gue juga. Kalau lewat jalan pintas, pernah beberapa kali, kalau lagi jalan-jalan sama ayah," jawab Ulfa yang sudah berhenti dari tangisannya. "Kalau kalian guys, pernah masuk ke bagian hutan ini atau belum?" tanya Ulfa dimaksudkan untuk orang-orang yang ia sangka mengekor di belakangnya.

"Gue gak pernah," jawab Naya dengan suara gemetar.

Dan tak ada jawaban lagi dari pertanyaan yang Ulfa lontarkan. Terheran tentu, mengapa senyap. Ulfa, Naya dan Iswanti saling melempar tatapan. Ketika mereka tersadar, suara langkah kaki yang ditimbulkan dari sepatu menginjak tanah tak seramai beberapa saat lalu. Mereka bertiga menoleh ke belakang, dan mendapati teman-temannya tak mengikuti mereka. Ternyata, mereka hanya berjalan bertiga menyusuri jalan yang sedikit licin karena adanya lumpur dan lumut yang membalut batu-batu di bawah sepatu.

Kemana teman-teman mereka pergi?

Mereka bertiga balik kanan, berniat untuk kembali ke jalan raya. Karena sepanjang jalan yang telah mereka lewati, teman-temannya benar-benar tak terlihat disana.

Ketika tiba di jalan beraspal, mereka menemukan teman-temannya berjalan hendak kembali ke tempat mereka berasal, menuju keluar hutan.

Dengan terheran-heran, ketiga gadis itu mengikuti dari belakang teman-temannya yang sudah lumayan jauh dengan sedikit berlari.

Ketik jarak telah dekat, Ulfa dan Iswanti menepuk pundak Annisa dan Intan "hey, kenapa kalian gak ikut kami, dan kenapa malah balik lagi kesini?" Mereka bersahutan menanyakan hal itu.

"Rey, lo kenapa?" tanya Naya setelah menyentuh punggung Renaldi.

Keenam orang itu tak menjawab. Mereka terus saja melangkah.

Namun ada yang aneh, ketika Iswanti, Ulfa, dan Naya menatap mata mereka. Diketahui bahwa tatapan mereka itu kosong, seperti sedang tak melihat apapun.

"Mereka kenapa?" tanya Iswanti heran.

"Tadi sikap lo udah bikin heran, tapi ini lebih bikin heran. Aneh banget!" balas Ulfa tak tahu menahu apa yang tejadi saat ini.

"Guys!" teriak Naya sekencang-kencangnya, bahkan dengan sengaja mendekatkan mulutnya di telinga Faisal. Namun tetap tak mendapat respon.

Langkah pelan, dengan tatapan mata kosong, mereka berenam seperti hilang kesadaran. Tubuh mereka seperti dikendalikan oleh sesuatu yang lain. Tak memedulikan apapun, hanya berjalan menuju ke tempat awal. Mereka hendak kembali.

Ulfa terpaksa harus mengurungkan niat untuk menemukan adiknya yang disangkanya ada di dalam hutan, demi membantu teman-temannya yang bertingkah sangat aneh, dan sangat tak masuk akal. Karena mereka seolah tuli dan tak punya kendali atas diri sendiri.

Keenam orang itu akhirnya tiba, tepat di area pertama kali hendak masuk ke jalan pintas. Tiba-tiba, mereka mengerang kesakitan, hingga jatuh ke trotoar, mengeluh dengan kepala yang terasa sangat berat dan sakit.

Ketiga orang yang masih sadar dan berada di jalan pintas itu, langsung menghampiri mereka.

"Hey. Kalian kenapa?" ujar Ulfa cemas.

Masih tak menjawab, mereka hanya memegang kepalanya masing-masing. Karena rasa pusing tak kunjung hilang.

Ketiga gadis yang tak merasakannya, makin tak mengerti. Mereka bingung harus berbuat apa. Tak mengetahui cara untuk mengobati orang yang berteriak kesakitan sambil berguling di trotoar. Tak mungkin mereka mengangkat keenam orang itu bersamaan, karena mereka hanya bertiga.

Keadaan makin parah ketika keenam orang itu pingsan bersamaan.

Akhirnya, Ulfa, Naya dan Iswanti dengan cepat melambaikan tangan dengan harap cemas ketika melihat kendaraan yang melintas, berniat mencari bantuan. Namun, dalam beberapa menit, tak kunjung ada kendaraan yang sudi untuk berhenti.

Dan tiba-tiba, keadaan kembali normal. Keenam orang itu bangkit, dan menyapa ketiga gadis yang masih melambai-lambaikan tangan di seberang jalan.

"Hey. Kalian lagi ngapain?" ujar Annisa seolah tak terjadi apa-apa.

Iswanti dan Ulfa terkejut, senang meskipun terheran. "Kalian gak apa-apa?"

"Rey, lo gak apa-apa?" tanya Naya sambil berlari.

"Kenapa? Kita gak apa-apa," sahut Renaldi sama seperti Annisa, bersikap seolah tak terjadi apa-apa.

"Guys! Ada yang aneh, deh. Kok kita ada disini? Bukannya kita tadi masuk ke sana?" tanya Intan sambil menunjuk ke arah jalan pintas yang berada di depannya.

"Itu yang kita maksud. Kenapa kalian balik lagi kesini?" jelas Ulfa masih terheran.

Terpopuler

Comments

Kancah Karya

Kancah Karya

tetap up

2022-09-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!