Kemarahan Ikbal

Sepulang sekolah, Ulfa bersama Annisa menempelkan selebaran yang berisikan informasi orang hilang. Tepatnya, foto dan ciri-ciri adiknya Ulfa yang raib dari kemarin sore. Hilfa.

Selain dengan melapor polisi, cara ini juga diharapkan dapat memudahkan pencarian, dan adik Ulfa dapat ditemukan secepatnya.

Renaldi, Naya, dan Iswanti, berpencar di tempat lain. Melakukan tugas yang sama.

Dengan hati yang gundah gulana, Ulfa berusaha kuat. Ia berharap akan ada seseorang menelepon nomor yang tertera di kertas, yang sudah menempel di tembok-tombok, batang pohon, tiang listrik, dan tempat-tempat lainnya, hampir di seluruh penjuru kota.

"Beres," ujar Renaldi yang datang bersama Naya dan Iswanti, menghampiri Ulfa dan Annisa.

"Makasih ya, buat kalian semua!" sahut Ulfa tak semangat, "andaikan gue lebih hati-hati, adik gue mungkin gak bakalan hilang. Dan kalian gak perlu capek ngelakuin ini!"

"Hey! Jangan pernah menyalahkan diri lo sendiri," sergah Naya tak setuju dengan perkataan temannya itu.

"Percaya, adik lo bakalan di temukan. Kalau perlu, kita cari keliling kota!" ucap Renaldi ikut menyemangati.

"Kalian gak kerja Rey, Nay?" tanya Ulfa.

Renaldi menggelengkan kepala. Beruntung, dirinya memiliki atasan yang baik hati. Jadi, dengan mudah ia mendapatkan izin untuk menbantu teman-temannya.

Naya pun sama tak bekerja. Ia berencana untuk mengambil sif malam. Beruntung, besok hari sabtu, dan sekolah libur. Jadi, dirinya dapat bekerja sekaligus begadang semalaman, tanpa takut bangun kesiangan.

"Udah, jangan mikirin kita. Sekarang kita fokus, berusaha selalu ada buat lo!" tukas Renaldi membuat senyum Ulfa sedikit terlihat.

"Hai!" sapa Intan dari kaca mobil yang terbuka, setelah sopirnya meminggirkan mobil berwarna merah itu. Ia pun keluar dan mendekati kelima orang yang tengah duduk di dua bangku kayu panjang.

Mereka semua sudah berburuk sangka terlebih dahulu. Kecuali Renaldi tentunya, yang selalu menganggap Intan segalanya.

"Jangan ganggu kita sekarang, lo mending pergi aja!" ujar Annisa sambil menunjuk jalan raya.

"Aduh ... Apaan sih lo? Jangan aneh-aneh deh!" Giliran Naya yang menegur Intan.

"Gue kesini gak mau ganggu. Gue cuma mau nunjukin empati gue!" ucap Intan makin mendekat. "Geser!" suruhnya pada Iswanti yang duduk di sebelah Ulfa. Ia pun menempati lahan kosong itu.

"Meskipun selama ini, gue gak bersikap baik sama lo. Tapi, dengan keadaan sekarang, gue mau lo tahu, bahwa gue bisa ngerasain kesedihan lo. Gue tahu gimana rasanya kehilangan saudari," ungkap Intan membuat semua orang disana terheran-heran. Ia bahkan memeluk Ulfa dengan erat, membuat keadaan semakin aneh.

"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Naya tergagu.

"Gue baik-baik aja, gembel!" ketus Intan membuat semua yang hadir percaya, bahwa dia tak kesambet. Buktinyq masih memanggil Naya gembel.

Namun di balik sikap angkuhnya, ternyata Intan masih memiliki hati. "Dan berhubung gue lagi baik, gue mau jadi relawan buat bantu kalian!"

"Bantuin apa? Semuanya udah beres. Kita udah keliling-keliling nempelin selebaran dari tadi!" jelas Iswanti.

"Terus kalian mau nunggu aja gitu? Beruntung kalau ada yang telepon. Kalau enggak ada?" berondong Intan. Namun dia memiliki sebuah gagasan, "Gue punya ide lain!"

"Apa?" tanya Ulfa.

Hendak menjelaskan, Intan langsung terhenti ketika tiba-tiba Ikbal turun dari motor gede-nya. Sedikit marah melihat adik kembarnya duduk bersama musuh-musuhnya. Terutama Annisa.

"Hai kak!" Sapa Intan penuh semangat.

"Ngapain lo duduk sama orang-orang aneh ini?"

Bukan Ikbal namanya, jika ketika merasa sesuatu tak sesuai dengan kehendaknya, tidak marah-marah.

"Gue cuma mau bantuin mereka, buat nyari adik Ulfa yang hilang!" jawab Intan berusaha menenangkan saudara kembarnya itu.

"Gak perlu! Biarin aja itu jadi urusan mereka!" tukas Ikbal sangat egois, "ayo pulang!" suruhnya sambil mengertapkan gigi.

"Gak! Gue mau bantu mereka, Bal!" tolak Intan membuat darah saudara kembarnya makin mendidih.

Dengan segera, Ikbal menarik pergelangan tangan Intan. Memaksakan kehendak.

Intan meringis kesakitan. Namun, ia tak dapat melawan tenaga saudaranya yang tentunya lebih kuat berkali-kali lipat darinya.

Renaldi meraih lengan kiri Intan. Mencoba menahannya, agar tidak dibawa pergi paksa.

"Dia punya hak menentukan pilihannya. Kalau dia mau disini, biarin aja! Gak usah dipaksa buat ikut sama kemauan lo," tutur Annisa. Ia tak percaya harus menolong Intan, jikalau saja bukan karena pinta Ulfa yang masih penasaran.

Ide apa yang dimiliki Intan untuk membantunya menemukan Hilfa?

"Lo punya masalah apa sama gue? Kenapa setiap kali ketemu, lo selalu buat gue marah!" Pekik Ikbal sambil melepaskan tangan saudari kembarnya. Ia menunjuk wajah Annisa penuh emosi.

"Bukan gue yang punya masalah. Tapi lo!" jawab Annisa menohok, "kenapa lo marah ke semua orang. Kenapa? Bahkan sama kembaran lo sendiri?" lanjutnya tak habis pikir.

Ikbal mengepal tangan. Beruntung yang diajak berargumentasi kini adalah seorang gadis. Jikalau bukan, sudah pasti mereka akan melakukan baku hantam.

"Lo enggak tahu apa-apa. Jadi jangan berani-berani nge-judge sifat atau perilaku gue!" bisiknya dengan mata seperti ingin meloncat keluar tepat di depan wajah Annisa. Membuat gadis itu sedikit takut.

Ikbal akhirnya pergi tanpa perlawanan berarti, langsung menunggangi motornya kembali. Meninggalkan Intan bersama kelima orang itu.

"Kak!" teriak Intan yang tak digubris oleh Ikbal. Karena pemuda itu langsung melaju dengan motornya yang berkecepatan tinggi.

Intan hendak menangis. Matanya sudah berkaca-kaca.

Renaldi yang masih memegang pergelangan tangannya, mendapatkan hal yang tak disangka. Tiba-tiba, Intan menghilangkan jarak dengan memeluk pemuda itu.

Renaldi merasakan sesuatu. Seperti ada aliran listrik yang di salurkan oleh Intan secara otomatis ke dalam tubuhnya. Hingga ia dapat merasakan kesedihan dirasakan gadis itu.

Sedangkan Ulfa dan Iswanti, mencoba memberi sokongan semangat kepada Annisa yang baru saja dibentak-bentak oleh pemuda pemarah barusan.

Dan melihat kedekatan Renaldi dan Intan saat ini, membuat hati Naya kian tergores. Namun, ia harus belajar menerima. Jika lambat laun, kenyataan yang akan datang adalah kedua orang itu bisa saja berakhir bersama. Dan dirinya hanya akan menjadi sahabat seperti biasanya.

"Maaf, gue gak mau nangis." Setelah beberapa detik, Intan akhirnya melepaskan pelukannya dari Renaldi.

"Gue juga minta maaf atas perlakuan kasar Ikbal. Akhir-akhir ini, dia melalui banyak hal!" Tak diharapkan, Intan ternyata bisa juga meminta maaf dan merasa bersalah.

"Gak apa-apa. Semua orang pernah berbuat salah," ucap Renaldi berhasil menenangkan pujaannya.

"Oke. Semua orang baik-baik aja sekarang. Ayo kita bahas ide gue!" tutur Intan dengan semangat yang kembali dalam sekejap.

Mereka berembuk membentuk lingkaran. Membahas sebuah rencana yang mungkin saja membantu pencarian Hilfa. Dan jika beruntung, menemukan anak-anak hilang lainnya.

Karena mereka semua memiliki kecurigaan. Jikalau semua anak yang hilang, mungkin diculik oleh orang yang sama.

Terpopuler

Comments

Saudah14

Saudah14

lanjut thor

2022-10-26

1

Kancah Karya

Kancah Karya

harus tamat tahun ini!

2022-08-28

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!