Suasana kantin sangat ramai ketika jam istirahat tiba. Siswa-siswi memesan makanan untuk di santap sebagai pengganjal perut, hingga nanti pulang ke rumah masing-masing.
Gadis bertubuh gemuk itu duduk sendirian di pojok kantin setelah berhasil membawa pesanan makanannya dengan mimik wajah murung.
Sesekali siswa-siswi yang berlalu lalang menghujatnya dengan kata-kata tak pantas. Seperti 'gajah bengkak', 'siluman kudanil', dan cercaan lain yang sudah tak terhitung lagi oleh jari tangannya.
Separuh hidupnya hampir dihabiskan untuk mendengar hinaan seperti itu. Membuat gadis bernama lengkap Ulfa Juliana itu sulit memiliki teman.
Annisa yang sedari tadi membawa nampan di tumpangi burger di atasnya dengan kedua tangan, masih mencari-cari tempat duduk. Hampir tak ada ruang untuknya. Hingga sudut matanya melihat meja Ulfa. Dan akhirnya memutuskan untuk menghampiri.
"Hey! Boleh duduk?" tanya Annisa pada Ulfa.
Ulfa mengangguk sambil menunduk, tak berani menatap mata si pembicara.
Annisa menyempurnakan duduknya, berhadapan dengan gadis yang sedang bersedih itu. "Kayaknya kita sekelas deh. Tapi belum kenalan. Annisa," Annisa bersikap ramah, tangannya ia berikan untuk bersalaman.
"Ulfa," sahutnya canggung. Sedangkan Annisa setia dengan senyumannya.
Annisa mulai menyantap makanannya, begitu pun dengan Ulfa.
Tak tahu datangnya dari mana, Intan dan pasukannya tiba-tiba muncul dan terduduk di sebelah Annisa. "Hey kawan baru! Kenapa lo duduk disini?" sapanya sudah terlihat akrab.
"Karena gak ada meja kosong," jawab Annisa jujur.
"Apa? Lo bisa gabung di meja kita. Iya kan, bitches?" tanya Intan pada Rima dan Amora. Disambut dengan anggukan dari keduanya.
"Ayo! Daripada Lo duduk di pojokan gini. Tempatnya kotor. Kayak kandang sapi," ia menutup hidung, "eh, emang ada sapinya disini," lanjutnya dengan suara dengung karena hidungnya masih ditutup. Ia dengan jelas menghina Ulfa, walaupun dengan nada bicaranya yang tak terdengar menghina.
Ciri khasnya memang seperti itu, berkata selembut kapas di bibir, dan akan terasa setajam silet jika sudah kena di hati.
Seperti biasa, Ulfa hanya diam. Menunduk, menerima semua hinaan yang memberondongnya.
Annisa menatap Ulfa iba. Merasa perkataan Intan pasti sangat menyakiti hati Ulfa.
Sedikit kesal pada Intan, ia pun menolak ajakan itu. Namun, sikap Intan yang seperti itu, mengingatkannya pada dirinya sendiri di masa lalu. "Udah gak apa-apa. Gue di sini aja."
Tak mau menurunkan harga dirinya dengan memaksa apalagi memohon, akhirnya Intan bersedia pergi, "terserah lo!"
Setelah Intan pergi, masalah lain muncul selang beberapa detik kemudian. Tiga orang siswa menghampiri meja mereka. Salah satunya Ikbal, saudara kembar Intan. Dua siswa lain duduk mengapit Ulfa, sedangkan Ikbal duduk di samping Annisa.
"Hey Ulfa! Lo udah aborsi, belum?" hina siswa dengan tanda pengenal Faisal Adijaya menempel di dada bagian kanannya. Ia terkekeh merasa puas.
"Dengar-dengar, lo jadi simpanan om-om, ya?" satu siswa lainnya ikut mencemooh. Memfitnah lebih tepatnya. Siswa itu bernama lengkap Salman Darmawan.
Sedangkan Ikbal yang duduk di samping Annisa hanya berdiam diri. Sesekali hanya melengkungkan bibir.
Ulfa tak merespons, sudah lelah dan pasrah dengan keadaannya.
"Bisa gak kalian nggak ganggu kita? Kita mau makan!" pinta Annisa baik-baik, meskipun merasa risih pada kata-kata Faisal dan Salman.
"Hey! Kita nggak gangguin lo, kan?" ucap Ikbal dengan nada dingin.
"Tapi gue keganggu dengan kehadiran lo semua disini!" ketus Annisa dengan nada meninggi, membuat Ikbal tersulut.
Meskipun sering bersikap dingin, Ikbal juga dikenal tempramental. Darahnya akan cepat mendidih jika ada yang menentangnya.
"Lo anak baru, jadi jangan songong! Lo kira gue gak tau lo siapa?" cetusnya meradang.
"Maksud lo?" Tanya Annisa sambil menaikkan alis.
"Anak koruptor!" Ikbal mendekatkan bibirnya ke telinga Annisa. "Mungkin semua orang belum sadar sekarang, karena lo masih baru. Tapi lihat besok atau lusa, sekolah ini bakalan heboh. Wajah lo bakal diinget sama semua murid sekolah. Mereka bahkan mungkin akan menghina!" lanjutnya mengancam.
Annisa menelan ludah, masalah yang coba ia hindari ternyata sudah diketahui. Namun gadis itu mencoba untuk tak gentar, "gue gak takut!" ia menjauhkan telinganya dari bibir Ikbal, dan langsung menatap pemuda itu dari mata ke mata.
"Ulfa. Ayo kita ke kelas! Kalian berdua, minggir! Ulfa mau lewat," lanjutnya sembari berdiri masih berusaha tegar.
Annisa dan Ulfa hendak pergi. Namun Annisa meninggalkan ponselnya di atas meja, menyebabkannya harus berhadapan lagi dengan Ikbal.
"Pernahkah ada orang yang bilang kalau mulut kalian kayak mulut cewek?" ketus Annisa pada tiga siswa itu. "Dan satu lagi, gertakan lo basi!" bisiknya tepat di telinga Ikbal.
Perkataan tersebut tak pelak membuat Ikbal semakin geram. Ia menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan di atas meja sekuatnya. Mulai saat ini, Annisa telah resmi menjadi musuhnya.
Annisa melenggang pergi dengan mencoba menghibur Ulfa yang tadi menjadi korban perundungan. Dan baru kali ini, Ulfa merasakan kehadiran seseorang yang dapat disebut sebagai teman.
***
Annisa yang baru saja berhasil menenangkan Ulfa dengan sedikit dukungan moril, kembali ke bangkunya, hendak duduk. Bingung harus bagaimana, Naya masih saja seperti membencinya.
Naya menyiratkan hal tersebut terlalu jelas. Mereka berdua akhirnya tak berucap sepatah katapun.
Renaldi menghampiri Naya, chemistry mereka terlalu kuat. Sehingga setelah dipisahkan pun, mereka pasti akan bersatu lagi, entah itu membutuhkan waktu singkat atau lama sekalipun.
Renaldi mencolek pundak Naya, bermaksud membuat guyonan.
Naya yang sedang membaca buku jelas tak merespons dan merasa sedikit kesal. Namun, setelah beberapa kali di colek, akhirnya ia pun cair juga, tak dapat menahan godaan itu.
Tawa bahagia kedua insan manusia itu jelas tergambar. Annisa yang melihat ikatan mereka berdua pun ikut tersenyum.
Melihat Annisa tersenyum, Renaldi ikut mencolek dan menggelitik Annisa. Dan tanpa mereka sadari, suasana dingin antara Annisa dan Naya akhirnya terhangatkan karena ulah Renaldi yang memulai hal tersebut.
Sedang asyik bercanda, mereka bertiga terhenyak kaget mendengar lengkingan gadis dari arah bangku pojok belakang.
Seluruh siswa-siswi berlarian keluar kelas, ketika mendapati Iswanti berteriak dan sedikit melayang karena tak menapakkan kakinya di lantai. Wajahnya pun juga berubah pucat pasi. Bahkan bola matanya kini berubah putih semua.
Papan tulis terjatuh dengan sendirinya. Kertas dan buku beterbangan. Meja dan kursi pun bertabrakan. Suasana semakin menyeramkan ketika Iswanti meringkik tertawa.
Ada siswi yang tertinggal di kelas itu. Ulfa yang tak sempat lari keluar kelas, malah tergencet meja dan kursi. Badannya yang gempal membuatnya sulit bergerak. Ia terjebak!
Iswanti yang melayang, perlahan mendatangi Ulfa yang sudah berkeringat sangat banyak.
Ulfa tak dapat mengatur nafasnya. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Ia juga menangis ketakutan ketika mendapati Iswanti yang sudah menipiskan jarak. Hanya satu meter tersisa.
Iswanti masih cekikikan, berputar-putar menggerayangi Ulfa yang menutup mata.
Kemudian, Ulfa mulai merasakan sentuhan tangan di wajahnya. Sangat dingin.
Selama beberapa detik, Iswanti hanya mengusap wajah Ulfa, tak melakukan hal yang macam-macam. Sampai akhirnya, Iswanti dengan sendirinya ambruk ke lantai.
Ulfa yang masih merasakan takut, tak berani untuk menolong teman sekelasnya itu. Ia hanya menatap Iswanti yang tergeletak dengan pandangan was-was.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Kancah Karya
jangan menyerah!
2022-08-25
1