Kejadian yang menimpa Iswanti menjadi topik perbincangan hangat selama berhari-hari. Membuatnya menjadi semakin dijauhi dan di cap sebagai siswi aneh. Dan seperti biasa, ia tak peduli. Ia hanya terfokus kepada bukunya. Tak ada yang lebih penting dari hal itu.
Renaldi yang duduk bersebelahan dengannya, terkadang merasa takut. Sehingga memilih tak saling menyapa.
Berbeda cerita dengan Ikbal, Faisal, dan Salman yang menjadikan Iswanti sasaran empuk sebagai korban untuk diganggu. Mereka lebih rajin mencemooh daripada sebelumnya.
Intan dan dekengannya pun sama, kali ini rajin berkunjung ke bangku Iswanti hanya untuk memuaskan obsesinya menyakiti perasaan orang lain.
Anehnya, Renaldi yang jelas sudah mengetahui sifat Intan, malah tetap menyukainya. Ia bahkan cenderung mengabaikan perlakuan jelek gadis itu ketika mengganggu Iswanti yang tepat duduk di sebelahnya.
Sedang asyik mereka berenam mengolok Iswanti, Naya dan Annisa menghampiri letak keributan. Mencoba menghentikan bocah-bocah kaya itu dari kebiasaan buruknya.
"Lo semua kenapa sih suka banget ngebuat orang sakit hati?" ucap Naya berjalan percaya diri ke tengah-tengah kerumunan.
"Gak usah ikut campur, gembel! Ini bukan urusan lo," ujar Intan dengan nada lembutnya.
"Intan plis. Lo bilang kalau lo temen gue. Kalau gitu, gue mohon, berhenti nyakitin orang lain!" pinta Annisa membuat Intan tersenyum jahat.
"Hmm kalian berdua cocok deh. Sama-sama menyedihkan. Yang satu, anak kampung gembel. Yang satu lagi, ngarep jadi temen gue?"
"Tapi Lo bilang,-" Annisa hendak menjawab namun dipotong langsung oleh Intan.
"Hahaha, lo emang temen gue, sebelum gue tahu kalau bokap lo koruptor. Dan gosipya, dia juga mafia! Kemarin-kemarin gue cuma ngira, lo anak sosialita kaya yang tinggal di kawasan apartemen mewah di ujung jalan sana. Sekarang beda ceritanya, jangan-jangan apartemen itu dibeli pake uang haram bokap lo, ya?" papar Intan dengan lantang menyuarakan aib Annisa. Membuat seluruh kelas mendengar, menimbulkan bisik-bisik tak enak yang langsung terdengar.
"Sayangnya, gue gak bisa berteman sama anak yang bermasalah!" lanjutnya berpura-pura sedih.
Annisa menatap Ikbal serius, meyakini bahwa Intan mengetahui hal tersebut dari saudara kembarnya. Semua mata tertuju padanya dengan delikan tak suka. Jika sebelumnya ia tak merasa sedih ataupun takut ketika Ikbal mengancamnya, kali ini berbeda. Hatinya sedikit terluka.
Naya mencubit lengan Renaldi yang tak peduli dengan adu jotos yang sedang berlangsung. Lalu, ia membawanya keluar kelas. "Kenapa sih lo diem mulu? Lo gak mau belain orang-orang yang tertindas? Gue ngerti kalau lo cinta sama Intan. Tapi bukan berarti lo harus maklum sama kelakuannya yang kayak gitu!" cerocos Naya tanpa mengambil nafas. "Kalau lo cinta sama dia, benerin kelakuannya!" lanjutnya lalu meninggalkan Renaldi karena kesal. Ia pun langsung menghampiri Annisa lagi.
Annisa ternyata masih terdiam saat Naya kembali. Naya memegang pundak Annisa. Spontan, Annisa terkejut, pasalnya ia masih menyangka bahwa Naya masih membencinya. Karena mereka belum berbicara sedikit pun sejak beberapa hari lalu.
"Oke. Kenapa kalau ayahnya korupsi? Toh juga ayahnya sedang dihukum sebagai ganjarannya. Tapi, gue saranin lo tanya deh sama orang tua lo. Apa hubungan orang tua lo sama ayahnya Annisa. Lo gak curiga kalau kedekatan mereka ada apa-apanya? Jangan-jangan, nasib orang tua lo sebentar lagi bakalan sama kayak ayah Annisa. Membusuk di penjara!" jelas Naya yang sudah mengetahui banyak hal.
Intan terlihat kuat dari luar meskipun merasa terancam di dalam. Ia berpikir serius, apa yang dimaksud Naya? Mengapa dia merasakan Naya mengetahui banyak hal yang terjadi di dalam keluarganya?
"Lo tahu apa, gembel?" tanya Intan masih berusaha bersikap normal.
"Gue? Tahu banyak hal," ujar Naya sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Hey.. Anak kampung. Perkataan lo enggak ada dasarnya!" Ikbal akhirnya bersuara, nadanya langsung meninggi.
"Bukan gak ada dasar. Tapi belum ada bukti!" sela Naya tak ingin kalah. "Lihat aja nanti, kebusukan bakal menebar baunya sendiri!"
Tak disangka ataupun diharapkan, Ulfa yang biasanya menyendiri, sekarang ikut berdiri. Memberikan semangat pada orang yang telah membantunya akhir-akhir ini. Ia memberikan pundaknya untuk Annisa agar dapat bersandar.
Iswanti juga bangkit, melihat perjuangan orang-orang yang ingin membelanya, sekarang membutuhkan dukungan.
Mereka berempat merasa lebih kuat ketika berada dalam pihak yang sama. Meskipun masih kalah dalam jumlah kuantitas dibandingkan dengan lawan.
"Kumpulan orang-orang menyedihkan," gumam Intan ketika melihat Naya dan tiga siswi lain itu berkolaborasi.
"Sekarang, kalau kalian berurusan sama salah satu dari kita, akan ada tiga lainnya yang siap membela. Bahkan gak ragu-ragu buat membalas, jika kalian berbuat macam-macam," cetus Naya seperti mengesahkan sebuah perkumpulan.
"Bukan bertiga, tapi berempat! Gue bakalan ada jika salah satu dari kalian berani ganggu gadis-gadis cantik ini!" sahut Renaldi berjalan ke depan Naya dan teman-temannya, seolah menjadi perisai pelindung.
"Hmmm... Ricky, lo ngebelain mereka? Lo nggak mau ngejar-ngejar gue lagi?" ujar Intan berpura-pura memelas. Ia bahkan salah menyebut nama pemuda itu.
"Namanya Renaldi!" teriak Naya.
Renaldi tersenyum. Ia baru tersadar sesuatu. Dengan itu, ia langsung mengatakannya di depan wajah Intan, "cukup. Gue gak perlu ngejar orang yang bahkan gak bisa mengingat nama gue!"
"Banci Lo!" gumam Faisal pelan.
"Gak punya temen cowok, malah ngegrup sama cewek!" balas Salman ikut terkekeh bersama Faisal.
"Hahaha," kekeh Renaldi mengejek. "Kalian juga ngegrup kan sama tiga cewek itu? Tapi, menurut gue lolebih banci. Karena cuma berani ngerendahin cewek-cewek di belakang gue ini!" ketusnya membuat Ikbal, Faisal, dan Salman meradang.
Mereka bertiga maju, sepertinya siap untuk mengeroyok Renaldi yang hanya seorang diri.
Namun, tiba-tiba Naya dan Ulfa maju, menyejajarkan diri dengan Renaldi.
"Gue gak takut sama kalian!" Naya terlihat tegap, sikap pemberaninya mengambil alih.
"Gue--gue juga gak takut. Gue tindih, baru tahu rasa kalian!" Meskipun masih merasa malu sebab jarang bercuap-cuap, sekaramg Ulfa dapat menggunakan kelebihannya itu sebagai senjata. Kelebihan berat badan tepatnya.
"Gimana? Mau ngelawan cewek? Kalau mau, berarti benar, kalian yang banci!" Tanya Naya tersenyum jahil.
Seluruh warga kelas yang diam-diam dari tadi menyaksikan, tiba-tiba tertawa. Baru kali ini, Ikbal dan kawan-kawannya menjadi bahan olokan. Karena biasanya, mereka bertiga yang selalu menertawakan orang lain.
Mereka bertiga akhirnya keluar kelas dengan mengepalkan tangan. Menahan kesal dan rasa malu.
Intan dan dekengannya pun ikut keluar kelas meski dengan rasa rela menerima kekalahan.
Suasana menjadi lucu ketika mereka berlima menyadari bahwa mereka menjadi bahan tontonan barusan. Akhirnya, mereka pun meminta maaf atas kekacauan yang terjadi di dalam kelas. Dengan becanda.
***
Jam pulang tiba. Seluruh peserta didik berhamburan melalui gerbang, hendak pulang ke rumah masing-masing. Beristirahat, jika beruntung.
Karena pada kenyataannya, ketika sampai di rumah, ada banyak hal menanti. Dari tugas yang menumpuk, dan lainnya. Ada juga yang harus bekerja sampingan seperti Renaldi dan Naya, demi meringankan beban orang tua.
Jika Renaldi bekerja sebagai pengantar pizza, berbeda dengan Naya yang bekerja di sebuah kafe.
Suasana kafe tak terlalu ramai sore ini. Pelanggan yang mampir dapat terhitung oleh jari. Setiap bekerja, Naya akan membawa tugas sekolahnya, agar dapat dikerjakan jika ada waktu senggang seperti sekarang ini.
Ia memulai mengerjakan PR-nya, namun kemudian terhenti karena ada pelanggan yang datang.
Ia menghampiri meja sang raja, menanyakan ingin memesan apa. Atau tepatnya seorang Ratu? Karena yang duduk di depannya adalah Annisa.
"Hai," sapa Annisa ramah.
"Hai," jawab Naya dingin. "Mau pesan apa?"
Annisa merasakan ada yang tak beres dengan sikap Naya. Gadis itu kembali bersikap dingin. "Ehmm... Cappucino?" ucapnya memesan asal. Bukan itu tujuannya ke sini, melainkan untuk berbicara pada Naya.
"Itu aja?"
Annisa mengiyakan.
Tak memakan waktu lama, pesanan Annisa sudah siap dalam beberapa menit. Naya mengantarkannya, dan langsung pergi lagi. Sikapnya benar-benar kembali seperti semula pada Annisa.
Annisa benar-benar bingung dengan sikap Naya yang berubah-ubah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Kancah Karya
up
2022-08-25
1