"Anak ini, selalu saja menyusahkan!" gerutu Patricia, menatap kesal putranya yang tengah dipapah oleh supir mereka.
"Terima kasih ya Smith, Aunty selalu menyusahkanmu."
"It's oke aunty. Lagi pula Adam itu sepupuku, sudah kewajibanku menolongnya." ucap Smith.
"Kau memang keponakanku yang baik. Diana beruntung memiliki anak sebaik dirimu." Patricia memang selalu berlebihan pada keponakannya tersebut.
"Sudah malam aunty, aku masih harus mengantar Rea."
"Rea? Tidak usah Nak. Rea akan tidur di sini malam ini. Aunty sudah izin pada Ibunya."
Rea terkejut, "Dari mana aunty mendapatkan nomor Ibu?"
Patricia mencubit kedua pipi Rea gemas, "Itu bukan hal yang sulit bagi aunty sayang. Aunty sudah bicara banyak dengan Ibumu di telpon tadi. Jadi kau tenang saja, ibumu tidak akan marah kau menginap di sini."
"Smith, kau juga ingin menginap di sini malam ini?"
Smith menggeleng, "Tidak aunty. Mommy sudah menelponku agar pulang malam ini."
"Ya sudah, kalau begitu hati-hati di jalan."
Smith sudah pulang, Patricia mengantar Rea ke kamarnya. "Bajumu ada di lemari. Cucu wajah dan kaki, lalu segera tidur. Aunty masih harus mengurus bocah nakal itu." kata Parricia.
"Terima kasih aunty."
Setelah Patricia pergi, Rea melakukan apa yang wanita itu perintahkan. Rea memejamkan matanya sambil menggesekkan wajahnya di bantal yang empuk dan lembut.
Nyaman sekali rasanya, Rea belum pernah tidur di tempat senyaman ini sebelumnya. Layaknya bayi besar, Rea begitu mudah jatuh ke bawah alam sadarnya.
Malam semakin larut, dan Rea begitu nyenyak dalam tidurnya. Begitu nyaman berbaring di atas ranjang raksasa tanpa adanya gangguan sedikit pun.
Tetapi ketenangan itu tidak bertahan lama, sebuah beban berat menimpa tubuh ringkihnya. Rea terganggu, manik gadis itu terbuka kala tubuhnya dijamah dengan sembarangan.
"Adam!" pekik Rea.
Tubuh Rea mematung, kala tangan Adam memegang tubuhnya, terutama bagian tubuhnya yang berharga. Rasanya, tubuhnya terasa sulit digerakkan, bahkan untuk mendorong Adam pun rasanya sangat sulit.
Rea hanya bisa berteriak dan menangis, berharap seseorang datang menyelamatkannya dari Adam.
"Adam, lepaskan aku...."
Tangan Adam semakin lancang membuka piyama satin Rea. Hal itu membuat Rea dipenuhi ketakutan yang teramat sangat. Tidak terbayang bagaimana nasibnya, jika Adam berhasil melakukan sesuatu yang buruk padanya.
Membayangkan bagaimana perasaan kedua orang tuanya nanti, jika tahu putri mereka telah rusak, Rea tidak sanggup rasanya. Mengingat itu, Rea akhirnya mengerahkan seluruh kekuatannya. Dengan tangan mungilnya, gadis itu mendorong Adan sekuat tenaga, hingga Adam terjatuh di atas lantai.
Rea segera bangkit dari atas ranjang, bersamaan dengan itu, Patricia datang, menyaksikan kekacauan itu.
"Aunty...." lirih Rea, takut Patricia berpikir buruk tentangnya.
"Rea, apa yang terjadi?" Patricia berlari dan memeluk Rea. Saat itu juga, tangis Rea pecah dalam pelukan Patricia.
"Aunty... Adam...." Rea tidak sanggup bicara. Dia hanya bisa menangis.
Sementara Adam yang ternyata masih dikuasai alkohol, terbaring di lantai seraya bicara tidak jelas.
"Sst... tidak apa-apa sayang. Aunty ada di sini, jangan menangis."
Memang mudah untuk mengatakan, tetapi Rea sangat terkejut akan apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang Adam lakukan hmm? Apakah dia sempat menyentuhmu?" cecar Patricia.
Rea semakin kalut, dia mengangguk, seraya menahan rasa malu. Gadis itu memeluk Patricia erat.
"Aku mau pulang. Aku mau ibu..."
Plak....
Entah sudah berapa kali tamparan melayang di wajah Adam malam itu. Namun satu hal yang pasti, wajah Adam sudah berbekas kemerahan.
"Bodoh! Siapa yang mengajarimu melakukan hal kotor itu?!" bentak seorang laki-laki paruh baya, yang merupakan Tuan besar di rumah ini.
Abraham Ainsley, pemilik perusahaan mabel dan ritel terkemuka di dunia bisnis. Juga merupakan salah satu orang terkaya di negara ini. Abraham dikenal akan sifatnya yang tegas namun bijaksana. Tetapi tak sedikit pun ketegasan pria itu ditakuti oleh Adam.
Adam memilih bungkam, karena sebenarnya ia pun bingung kenapa dia bisa masuk ke kamar Rea, dan melakukan sesuatu yang buruk.
Bagaimana pun juga, Adam tetap bersalah meski ia sedang di bawah pengaruh alkohol saat itu. Tidak ada pembenaran untuk dirinya. Untuk itu, Adam memilih diam dan tidak melawan seperti dulu.
"Apa kau tidak berpikir bagaimana nasib gadis itu, kalau sampai kau merusaknya?!"
Patricia tiba-tiba muncul, mengusap punggung Abraham agar amarahnya reda. Patricia menggeleng agar menyudahi hukuman putranya.
"Bagaimana keadaan Rea?" tanya Abraham. Sedikit banyak, Abraham mengetahui tentang Rea melalui cerita Patricia beberapa waktu lalu.
"Dia sudah tenang dan sekarang sudah tidur. Rea anak yang lugu, membuatnya sangat trauma." jelas Patricia.
Abraham mengangguk, "Jangan biarkan dia pulang sebelum traumanya hilang."
Abraham adalah sosok berhati lembut, dibalik sifat tegas dan wajahnya yang sangar. Terutama terhadap perempuan, Abraham tidak akan tega menyakiti mereka. Dan untuk Rea yang sudah bicara tentang mental, Abraham tidak akan tinggal diam.
Abraham melihat putra bungsunya yang sama sekali tidak menunjukkan perasaan bersalah sedikit pun. Hal itu membuat Abraham tidak habis pikir.
"Jangan coba-coba menunjukkan diri di hadapan Rea, kalau tidak ingin Daddy pindahkan ke San Diego!" ancam Abraham, sebelum pamit masuk ke dalam kamar.
"Mommy sangat kecewa padamu Adam. Entah apa yang terjadi kalau sampai kau merusak Rea." ucap Patricia. Kali ini Patricia tidak lagi banyak bicara seperti dulu lagi. Hal itu membuat Adam tersentil.
Ibunya benar-benar kecewa pada dirinya.
"Ingat kata Daddy-mu, jangan menunjukkan wajahmu di depan Rea. Karena Rea sangat takut padamu." ucap Patricia sebelum menyusul suaminya.
Adam terpaku di tempatnya, melihat kekecewaan di mata Patricia membuat hatinya sakit. Dia tidak suka Patricia yang sekarang ini, Adam suka Patricia yang cerewet dan selalu menasehatinya.
Sedangkan di dalam sebuah kamar yang cukup luas, Rea tengah tidur. Namun kening gadis itu berkerut, menandakan ia tengah mimpi buruk.
"Ayah... Ibu.... tolong Rea..." lirih gadis itu. Dalam mimpinya Rea terjebak dalam sebuah kebakaran, juga orang tuanya yang tidak bisa menyelamatkan diri mereka.
"Ayah..." Rea tiba-tiba terbangun. Keringat membasahi keningnya, serta nafasnya terengah-engah seperti habis lari maraton.
"Rea..." Patricia yang mendengar teriakannya tiba-tiba datang diikuti oleh Abraham di belakangnya.
Rea menatap Patricia, maniknya berkaca-kaca. "Aunty, Rea ingin pulang. Rea mau Ibu..."
Patricia mengusap punggung Rea yang bergetar, "Tapi ini sudah malam sayang. Aunty janji, besok kau akan pulang."
Rea menggeleng, "Rea mau bicara dengan ibu." rengeknya.
Entah mengapa Rea sangat kekeuh ingin bertemu dengan kedua orang tuanya saat ini. Rea merasakan sebuah firasat buruk tentang kedua orang tuanya.
Patricia melihat suaminya, dan Abraham mengangguk. Rea pasti sangat membutuhkan kedua orang tuanya saat ini.
Patricia mengambil ponselnya, kemudian mendial nomor Elsa yang dia dapat dari data orang tua murid St. Fransiskus. Panggilan tersambung, tetapi bukan Ibu Rea yang menjawab.
Patricia menatap Abraham, manik wanita itu berkaca-kaca seraya menggelengkan kepalanya, sesaat setelah mendengar penuturan dari seseorang di seberang sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Meili Mekel
penasaran
2022-09-28
0