Tokk.. Tokk.. Tokk..
Seseorang mengetuk pintu dari luar kamar, sementara Zylvechia acuh tak acuh, dia sendiri tengah berdiri di depan jendela dan menatap rembulan. Wajah pucat nya nampak dingin di bawah sinar bulan. Rambut panjangnya yang terurai melambai-lambai diterpa angin. Masih ada darah di sudut bibirnya, sisi lain pipinya pun masih membiru, entah sekeras apa Zico menamparnya hingga jejaknya membekas di wajah cantik Zylvechia.
"Zylve, aku masuk.."
Suara Zico terdengar lirih.
"Zylve?"
Zico memanggil nama saudara kembarnya berkali-kali, namun ternyata hanya ada kamar kosong. Tidak ada Zylvechia didalamnya.
Saat Zico bertanya-tanya kemana perginya Zylvechia, Aillard datang dan menyuruh Zico untuk bergegas, sementara Zico sendiri merasa cemas dengan Zylvechia.
"Zico kau sudah selesai?" tanya Aillard.
"Gelap sekali!!" ucap Audric mengeluh begitu sampai di kamar Zylvechia.
"Zylve tidak ada disini!" ucap Zico.
"Kemana dia?" tanya Aillard.
Zico hanya menggeleng pelan, selang beberapa detik, seekor binatang muncul di pintu kamar Zylvechia. Zico mendekati dan mengenal binatang tersebut.
Zico berlutut dan membelai binatang putih berbulu itu.
"Apa kau melihat Zylve?" tanya Zico.
"Apa itu anjing?" tanya Aillard.
"Itu terlihat seperti serigala.." timpal Audric.
Binatang itu kemudian berlari kecil, Zico dan kedua kakaknya mengikutinya dari belakang hingga binatang itu berhenti di depan pintu kamar Tuan Besar Randolf.
"Apa ayah sudah pulang?" gumam Zico.
"Ethelyne bersamaku.. Dia terluka.."
Sebuah suara laki-laki terdengar dari dalam kamar. Mendengar hal itu, Zico segera berlutut di depan pintu.
"Aku melakukannya, aku mencoba mengajarinya, maaf, Ayah.." ucap Zico lantang.
"Apa harus menggunakan tamparan? Wajah putriku satu-satunya memiliki luka saat ini, bagaimana jika luka itu membekas selamanya?"
Kata-kata itu menyinggung Zico, namun Zico hanya bisa mengucapkan kata maaf berulangkali.
"Ayah, kau terlalu melebih-lebihkan, Zico melakukan itu karena Zylvechia melakukan hal yang tidak sopan. Dia hanya mencoba untuk mengajarinya.." ucap Audric.
"Dia tidak sopan pada Aillard, haruskah aku memohon pada Aillard untuk memaafkan putriku?"
"Ayah.." Panggil Aillard.
"Aku tidak peduli kesalahan seperti apa yang dilakukan anak-anak ku, aku tidak pernah mendaratkan tamparan atau memukul kalian sekalipun. Aku memiliki cara sendiri untuk mendisiplinkan putra-putri ku.. Jika salah satunya melakukan kesalahan itu adalah bagian dari kesalahan ku yang tidak cukup mendidiknya.. Rasa sakit seorang anak adalah bagian dari kegagalan orang tua yang memiliki kewajiban untuk menjaganya, kau tau, Zico? Aku tidak ingat pernah mengajarimu untuk memukul, apalagi memukul seorang gadis.. Saat ini, Zylvechia sudah tenang, kalian pergilah sebelum terlalu larut, hati-hati di jalan.. Dan datanglah saat Aku mengundang kalian lagi.. Sampai Jumpa, maaf tidak bisa mengantar!"
Setelah Tuan Randolf selesai berbicara, binatang itu pergi. Sedangkan, Zico masih terpaku dalam posisi berlutut. Dia terdiam, mencoba merenungi kesalahannya namun berakhir dengan menyalahkan dirinya sendiri dan larut dalam penyesalan.
Sebagai seorang kakak, Aillard merangkul sang adik dan mencoba menenangkannya, bagaimanapun juga dia sadar, Ayahnya terlalu memanjakan si bungsu, meski itu wajar karena Zylvechia adalah anak terakhir dan putri satu-satunya, namun caranya berbicara pada Zico sedikit tidak enak di dengar.
Setelah tenang, Zico mulai berdiri dan melangkah pergi bersama dua kakak tertuanya. Zico melakukan hal yang dilakukan oleh Aillard dan Audric. Setelah berumur lima belas tahun, dia akan tinggal di dunia luar dan hidup sederhana, menutup identitasnya sebagai bangsawan.
Ada suatu hal penting yang tidak diketahui oleh putra-putra Randolf sekalipun, hal yang berkaitan dengan keluarga mereka, silsilah keluarga mereka dan bahkan asal-usul Bangsawan Randolf.
Namun, hal itu bukanlah hal yang dipikirkan oleh Aillard, Audric dan Zico. Mereka hanya tau kalau Tuan Randolf memiliki empat orang anak, Aillard si sulung dan Zylvechia si bungsu. Mereka juga mengklaim, ibunda mereka meninggal saat melahirkan Zylvechia. Selain itu, tidak ada hal lain lagi yang mereka tahu.
Zico termenung selama perjalanan, dia terus melamun, bahkan tidak tidur sepanjang malam.
Aillard dan Audric terpisah cukup lama dengannya, sehingga kepribadian dan sikap yang dimiliki oleh adiknya belum diketahui sepenuhnya oleh mereka berdua. Bahkan, Audric terkejut kalau Sang Ayah begitu pemilih.
Sementara itu, disisi timur Ibukota Madeline, tepatnya kota Harvest, tempat dimana sebuah kerangka manusia ditemukan, seseorang datang untuk memeriksanya. Dia terlihat memiliki wewenang sehingga tidak ada satu pun polisi yang menghentikannya.
"Dax, bagaimana menurutmu?" tanya seorang laki-laki muda.
"Dia baru meninggal dua jam yang lalu.." jawab Dax, seorang laki-laki dengan setelan jas hitam yang berdiri di samping laki-laki muda itu.
"Lagi-lagi diluar logika, kasus ini makin lama membuat kepalaku semakin sakit!" gerutu laki-laki muda itu.
"Saya akan mengurusnya untukmu, jika Anda memang sakit, Saya akan segera mengantar Anda ke rumah sakit.." balas Dax.
"Kau bodoh? Intinya, jangan mengaturku!"
"Baik, Tuan Muda.."
Sudah jelas Dax adalah seorang pelayan, namun bangsawan mana yang turun langsung ke sebuah TKP pembunuhan.
"Siapa detektif yang bertanggung jawab?"
"Aillard Randolf.." jawab Dax.
"Randolf? Sepertinya tidak asing.." gumamnya.
"Dia adalah putra sulung bangsawan Randolf yang tinggal di Shannon dan hidup sebagai orang biasa.. Selama ini, identitas tertutup dengan baik.." jawab Dax.
Tak lama setelah itu, Brian datang menemui Dax dan Tuannya untuk menyapa sekaligus memberitahukan bahwa Aillard sedang dalam perjalanan menuju ke Harvest.
"Permisi, Kepala Polisi Militer Razac memberitahu kalau Tuan Damian D bergabung dengan kami sebagai seorang kriminolog, apakah itu Anda?" tanya Brian pada Dax.
Dax tersenyum.
"Itu Aku, Damian.." guman laki-laki muda yang masih berjongkok menatap kerangka.
Brian terdiam, sampai akhirnya dia terkejut saat Damian berbalik dan menunjukkan wajahnya.
"Oh, Tuhan.. Kau begitu muda, aku sampai tak menyadarinya.. Ngomong-ngomong berapa umurmu?" tanya Brian.
"Dimana Aillard Randolf?" tanya Damian mengalihkan pembicaraan.
"Aillard sedang dalam perjalanan dari Delmare ke Harvest, dia akan segera sampai.." jawab Brian.
"Oh, Dia akan sampai dalam tiga hari, sementara itu aku akan membawa kerangka ini, aku akan mengirimkan laporan tentang apa yang aku dapatkan.. Sampaikan itu pada Randolf!" ucap Damian sebelum akhirnya melenggang pergi.
Dax membungkuk lalu menyusul Damian. Sedangkan Brian, dia diam di tempat dengan herannya. Dia tidak mempercayai apa yang dia lihat.
"Dia sangat muda, namun pandai berbicara, berapa umurnya? Apa dia seorang laki-laki tua dengan wajah bayi? Aku sungguh iri!" gumam Brian seorang diri.
Saat orang-orang sibuk mencari jejak pembunuhan atau apapun yang berkaitan dengan kerangka manusia itu, jauh di atas gedung tinggi, sebuah bayangan mengawasi mereka. Saat Damian menyadarinya segera dia menoleh, namun bayangan itu sudah tidak ada lagi.
"Hei, Dax.. Apakah mereka benar-benar ada?" tanya Damian sambil melihat ke titik yang ia pastikan tempat dimana bayangan tadi singgah.
Dax tidak menjawab, dia terdiam sambil menatap ke arah yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 12 Episodes
Comments
Eky Tama
Semangat ... ceritanya seru ... aku bacanya nyicil ya. 🤗
2022-12-14
1
JESSE LEE
Aku mencium bau-bau percintaan, Zylve tuh kayanya bakalan sama daiman deh, lanjut kak!
2022-12-10
1
Caroline Izuma
Keluarga Randolf cukup misterius, bener-bener aneh, apalagi tuan besar Randolf sama anak ceweknya, mereka kayak nyembunyiin sesuatu nggak sih, ato mungkin mereka dalang dibalik pembunuhan berantai.. next lah next!!! Semangat, author!!
2022-12-10
5