Konflik Putri Randolf

"Benar-benar lancang, ya?"

Kata-kata Zylvechia membuat Grey menghentikan langkahnya. Wajahnya menyiratkan rasa takut, dia terpaku ditempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Saat Zylvechia beranjak dari duduknya dia menjatuhkan tubuhnya dan bersujud.

Di waktu yang bersamaan, Zico mengantarkan kedua kakak tertuanya sampai ke depan pintu kamar sang ayah. Dia tidak masuk karena tidak memiliki hal yang bisa dijadikan alasan untuk bertemu ayahnya.

"Ayah ada di dalam.. Masuklah, Kak. Aku akan kembali ke kamar.." ucap Zico.

"Terimakasih, Zico.." ujar Audric.

Zico hanya membungkuk sebelum akhirnya berbalik dan pergi. Michaelis masih ada di belakangnya, mengikutinya kemana pun. Namun, meski Michaelis selalu bersamanya, Zico masih merasa dia tidak pernah mengenal Michaelis. Dia tidak banyak tahu tentang Michaelis, bahkan asal usulnya sekalipun tidak pernah ia ketahui.

Untuk pertama kalinya, Zico memberanikan diri untuk bertanya satu hal yang menurutnya mencurigakan. Zico sudah lama penasaran, namun tidak memiliki keberanian untuk bertanya.

"Michaelis?" panggil Zico setelah menghentikan langkahnya.

"Iya, Tuan Muda.." sahut Michaelis.

"Kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Zico.

"Tidak ada yang perlu di sembunyikan Tuan Muda.. Anda bisa menanyakan sesuatu, Saya akan menjawab selama Saya tahu jawabannya.." jawab Michaelis.

"Michaelis, itu adalah marga bukan?" tanya Zico.

"Benar, Tuan Muda.."

"Kalau begitu, siapa namamu?" tanya Zico.

Michaelis terdiam, selama ini hanya ada satu orang yang tahu namanya, tidak ada yang tahu nama depannya bahkan Tuan Besar Randolf sekalipun.

"Biasakan berdiskusi di tempatmu.. Apa kau tidak malu mengajari pelayanmu di lorong?" Suara Zylvechia terdengar dari arah tangga.

Tak lama kemudian, sosoknya muncul bersama dengan Grey Wolverine.

"Zico, kau tidak bersiap-siap?" tanya Zylvechia.

"Segera.."

"Kalian akan pergi malam ini, bukan?" tanya Zylvechia.

"Entahlah.." balas Zico.

Zylvechia tidak berbicara lagi, dia berjalan lalu berhenti tepat di samping Zico.

"Jangan menggertaknya.." bisik Zylvechia sebelum akhirnya pergi.

Zico diam-diam menatap kepergian Zylvechia, Dia menyadari ada yang berbeda dengan saudara kembarnya. Zylvechia yang hanya memiliki satu kata dua kata kini menjadi lebih banyak bicara. Lalu, perubahan ekspresi dan sikapnya adalah hal baru yang Zico saksikan pertama kalinya.

"Zylve tersenyum, tapi entah kenapa aku malah ketakutan.. Aura intimidasi yang sangat kuat.." gumam Zico dalam hati.

Saat waktu makan malam tiba, Zico sudah lebih dulu berada di ruang makan, disusul oleh Aillard dan Audric yang datang untuk bergabung. Sementara, Tuan Besar Randolf tidak hadir karena harus menghadiri sebuah pertemuan, sedangkan Zylvechia menolak makan bersama seperti biasanya.

Selain itu, hanya ada pelayan rumah yang melayani mereka, Michaelis dan Jasper sudah tidak kelihatan sejak sore tadi.

"Aku belum bertemu si bungsu sejak datang kesini, dimana dia?" tanya Audric.

"Di kamarnya.." jawab Zico.

"Tidak ikut makan malam?" tanya Audric lagi.

"Entahlah.." balas Zico.

"Lalu--

"Berhenti berbicara, makanlah dengan tenang.." potong Aillard.

Audric terdiam, namun dia tetap penasaran dengan apa yang terjadi selama dia dan Aillard tidak tinggal di kediaman.

Samar, Audric mengingat sedikit dari sifat sepasang adik kembarnya. Mereka memang cenderung pendiam dan hampir tidak pernah memiliki kata untuk diucapkan. Tapi yang ia tahu, Zico dan Zylvechia kecil selalu bersama dalam keheningan mereka berdua. Hingga, saat dia melihat Zico tanpa Zylvechia, dia merasa aneh.

Setelah selesai makan malam, Zico pergi ke kamar untuk istirahat. Dia masih belum bertemu dengan Michaelis, dia juga belum membutuhkan pelayannya saat ini.

Sementara itu, Aillard memutuskan untuk pergi menemui Zylvechia. Dia sudah berkali-kali mengetuk pintu kamar Zylvechia, namun tidak ada yang membuka pintu, bahkan tidak terdengar sahutan dari dalam.

Tak lama setelah itu, Aillard mendengar alunan musik piano, pemainnya tidak lain dan tidak bukan adalah Zylvechia. Aillard pergi menuju aula belakang, dimana disana adalah Melody Hall atau Aula Melodi.

Semakin mendekat, alunan melodi yang dimainkan Zylvechia semakin terdengar semakin aneh. Aillard merasa seolah-olah dia tengah berada di sebuah arena pertandingan, jelas-jelas di sekeliling Melody Hall hanya ada kegelapan, namun Zylvechia memainkannya dengan penuh semangat.

Musik berhenti saat kaki Aillard berpijak dilantai Melody Hall.

"Apa pianoku mengganggumu, Tuan Muda Randolf?" tanya Zylvechia.

"Aku mencari mu.." ujar Aillard.

"Itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan ku.. Lama di luar, kau menjadi tidak sopan.." ucap Zylvechia.

"Zylve.. Kenapa tidak ikut makan malam bersama?" tanya Aillard.

"Maaf, aku tidak tahu kalau itu harus.." balas Zylvechia dengan jari-jari yang mulai menyentuh not piano.

"Ethelyne Zylvechia Randolf, tunjukkan rasa hormatmu saat kakakmu sedang berbicara!" tegas Aillard.

Zylvechia menghentikan jarinya, dia beranjak lalu berbalik menatap Aillard.

"Tuan Muda, kau sudah memutuskan untuk pergi dan memilih melepas kebangsawanan mu.. Kau dipanggil kesini hanya untuk menjemput Kakakku, kau tidak lebih hanya sekedar tamu! Kau memintaku menghormatimu? Tidakkah kau begitu egois?" tanya Zylvechia.

Aillard terdiam, dia sama sekali tidak bisa membalas kata-kata Zylvechia.

Selang beberapa detik, Zico muncul bersama dengan Audric. Audric berdiri di samping Aillard, namun Zico berjalan ke arah Zylvechia.

Zico menatap dingin ke arah Zylvechia, lalu dia mendaratkan tamparan keras di sisi wajah Zylvechia.

Plakkk!!

Pandangan Zylvechia berubah, dia terdiam cukup lama, saat dia menunjukkan wajahnya kepada Zico, ada darah di sudut bibirnya.

"Zico?" ucap Zylvechia lirih.

"Aku kakakmu, tunjukkan rasa hormatmu, Putri Randolf!" suara dingin terdengar mengintimidasi.

"Kakak.. "

"Benar, kau seharusnya memanggilnya demikian! Kau sudah tinggal disini selama bertahun-tahun, namun sama sekali tidak mengerti etika!" tegur Zico.

"Tapi--

"Aku tidak peduli apa yang Kak Aillard lakukan di masa lalu, aku tidak peduli dengan keputusannya, namun,, bahkan jika dia tidak lagi menginjakkan kakinya ke tanah Delmare, dia tetap putra tertua Randolf! Aku begitu menghormatinya, kau diperintahkan untuk melakukan hal yang sama! Apa kau mengerti, Putri Randolf?" tanya Zico.

"Baik, hanya saja, dia saudaramu, bukan saudaraku!" balas Zylvechia dengan nada pelan sebelum akhirnya berlari pergi.

Zico terdiam, dia menghela nafas panjang sebelum akhirnya menundukkan kepalanya sejenak.

"Zico.. Kau tidak seharusnya melakukan itu.." ucap Aillard.

Zico berbalik dan melemparkan senyumannya.

"Kakak, Zylvechia bersalah, aku mewakili dia untuk meminta maaf padamu.. Selanjutnya, aku pastikan dia tidak akan melakukan hal seperti ini lagi.. Kakak beristirahatlah, aku pergi menemui Zylve." ucap Zico.

"Zico.. Kita pergi malam ini.." ucap Audric.

Zico terdiam, dia tidak diberitahu akan pergi secepat ini.

"Ayah tidak memberitahumu?" tanya Audric.

"Seharusnya Michaelis yang memberitahu ku, namun aku tidak melihatnya sejak sore tadi.." jawab Zico.

"Kalau begitu, kau bersiaplah dulu.." ucap Aillard.

"Mungkin sudah siap, aku akan pergi berpamitan dengan Zylvechia dulu, lalu kita berangkat.." ujar Zico.

"Baiklah." balas Aillard.

Sementara itu, saat Aillard dan Audric kembali ke kamar untuk bersiap, Aillard menerima telepon dari Brian, rekan kerjanya. Sebuah kasus baru muncul di kota bagian timur, hal itu sangat mendesak hingga Aillard diharapkan kembali ke Shannon.

"Kasus baru? Apa itu?" tanya Audric.

"Kerangka manusia.."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!