Lest Go!

BAB 2

Aroma obat-obatan menusuk hidung gadis yang terbaring di ranjang rumah sakit. Matanya mengerjap, menyesuaikan diri dengan cahaya terang yang menusuk retina.

Silau. Itu hal pertama yang ia rasakan.

Lalu sakit.

"Agh…" desisnya, tangannya terangkat, menekan pelipis yang terasa berdenyut nyeri.

Tunggu… di mana ini?

Bukankah seharusnya ia sudah mati? Ia ingat betul dinginnya air yang menelan tubuhnya, suara ombak yang menghantam, lalu gelap. Seharusnya ia sudah tenggelam. Seharusnya ia sudah pergi, menyusul janinnya ke tempat di mana tidak ada lagi sakit dan air mata.

Jadi… kenapa ia masih hidup?

"kau sudah sadar."

Suara dingin seorang pria membuyarkan pikirannya.

Kenanga menoleh, menemukan seorang pria paruh baya berdiri di samping tempat tidurnya. Kemeja hitamnya rapi, tapi ada aura menekan yang membuat dadanya terasa sesak.

"Tidak perlu berlagak bodoh," lanjut pria itu, matanya penuh ketidaksabaran. "Jangan pernah coba-coba bunuh diri lagi. Aku tidak akan membiarkan gadis pembawa sial sepertimu mati dengan mudah."

Kenanga membeku.

Pembawa sial?

Apa maksudnya? Dan siapa pria ini? Kenapa ia berbicara seolah mengenalnya?

"Ck, kau benar-benar merepotkan," gumam pria itu sebelum berbalik pergi, meninggalkannya sendirian dalam kebingungan.

Ini… ini benar-benar membingungkan.

Kenanga memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Namun, napasnya justru terasa semakin berat. Ada sesuatu yang tidak beres. Ini tidak terasa seperti tubuhnya sendiri. Tangannya… terasa lebih ramping. Rambutnya… lebih panjang dari yang ia ingat.

"Kenanga…"

Suara lembut itu membuat matanya terbuka lebar.

Di ujung ranjang, seorang gadis berdiri. Rambut panjangnya tergerai hingga pinggul, mata birunya bersinar lembut. Ia tersenyum, tapi ada sesuatu yang menyedihkan dalam sorot matanya.

Kenanga menelan ludah. "Siapa kamu?"

"Aku…" Gadis itu tersenyum lebih lebar, tapi tatapannya sayu. "Aku adalah jiwa yang tubuhnya sedang kau tempati."

Dunia Kenanga seakan berhenti.

"Apa?" bisiknya, tubuhnya menegang.

"Kenanga," gadis itu melangkah mendekat, suaranya tetap lembut. "Aku sudah mati. Tapi dendamku masih tertinggal di dunia ini. Dewa kematian dan dewa takdir memilihmu untuk melanjutkan hidupku."

Kenanga menggeleng cepat, hatinya berdebar kencang. "Tidak, tidak, ini tidak mungkin! Aku hanya… aku seharusnya sudah mati! Aku tidak mungkin ada di tubuh orang lain!"

"Tapi kau memang ada di tubuhku sekarang," sahut gadis itu, nadanya tetap tenang.

Kenanga meremas selimutnya, dadanya naik turun. "TIDAK! Aku bunuh diri agar aku bisa bertemu dengan anakku! Aku sudah memilih untuk mati! Ini seharusnya sudah berakhir!"

"Tapi kau masih di sini," gadis itu menatapnya dengan sorot penuh pemahaman. "Mungkin ini takdir yang lain untukmu."

"TIDAK ADA TAKDIR LAIN UNTUKKU!" Kenanga berteriak, air matanya mulai mengalir.

"Aku kehilangan segalanya! Aku sudah tidak punya alasan untuk tetap hidup! Aku memilih mati karena aku ingin bersama anakku! Kenapa… kenapa aku justru terjebak di tubuh orang lain?! APA INI SEBUAH HUKUMAN?!"

Gadis itu tetap diam.

Kenanga mencengkeram rambutnya sendiri, bahunya bergetar hebat. Ini… ini terlalu kejam. Tuhan seharusnya membiarkan dirinya mati. Tuhan seharusnya membiarkannya bersama janinnya.

"Bawa aku kembali!" tangisnya pecah.

"Kembalikan aku ke tubuhku! Aku tidak peduli dengan hidupmu atau dendammu! Aku hanya ingin mati!"

Hening.

Gadis itu menatapnya lama sebelum akhirnya berbisik, "Bayimu sudah pergi, Kenanga…"

Dunia Kenanga hancur seketika.

"Apa…"

"Aku melihatnya sendiri," lanjut gadis itu pelan.

"Jiwanya sudah berada di dunia yang lebih baik."

Kenanga jatuh terduduk di tempat tidur, matanya membelalak kosong.

"Tidak… tidak, jangan bercanda seperti itu…" suaranya bergetar, tangannya mencengkeram dadanya. "Aku belum sempat melihatnya… aku belum sempat menyentuhnya… dia tidak boleh pergi…"

Gadis itu masih diam.

Kenanga menunduk, tubuhnya terguncang hebat.

Ini tidak adil.

Ini tidak adil.

"Kenanga…"

Kenanga mengangkat wajah, menatap gadis itu yang kini tersenyum tipis.

"Aku tidak meminta banyak. Aku hanya ingin kau melanjutkan hidupku di dunia ini. Aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan, melihat apa yang aku lihat, dan memahami kenapa aku melakukan ini."

"Lalu apa yang aku dapatkan?" Kenanga mendengus sinis, air matanya masih mengalir. "Aku bahkan tidak punya apa-apa lagi!"

"Kau akan mendapatkan keadilan untukku," jawabnya. "Dan aku akan menjaga bayimu di atas sana."

Kenanga menahan napas.

"Apa?"

"Aku akan menjaganya, Kenanga," gadis itu mengulangi. "Sampai saatnya tiba, aku akan memastikan dia baik-baik saja."

Kenanga tidak tahu apakah ia harus percaya. Tapi suara gadis itu… terlalu tulus untuk diragukan.

Hening mengisi ruangan untuk waktu yang terasa lama.

Akhirnya, Kenanga mengusap air matanya, lalu menghela napas berat. "Jika aku melakukannya… aku akan melakukan ini dengan caraku."

Gadis itu tersenyum. "Itu terserah padamu."

Kenanga mengepalkan tangan. "Baiklah. Jaga bayiku… dan aku akan memastikan kisahmu berakhir dengan bahagia."

Cahaya terang perlahan menyelimuti gadis itu, dan sebelum ia menghilang, ia berbisik lembut.

"Terima kasih, Kenanga…"

Kemudian, semuanya kembali sunyi.

Kenanga menghela napas panjang. Rasa pusing kembali menyerang, membuat tubuhnya lemas.

Ia menutup mata.

Ia tidak tahu ke mana semua ini akan membawanya.

Tapi yang jelas, ia sekarang bukan lagi Kenanga yang dulu.

BERSAMBUNG..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!