Esok harinya, dengan penuh semangat Bram menuju restoran. Seolah hari kemarin ia apes, penuh kesialan membuatnya melupakan rasa sakit hati. Fokusnya kala ia ingin mencari kakek Ruslan, sebagaimana mungkin ia akan mendapatkan petunjuk tentang slot timun Emas lagi.
Tak sampai di situ, rasa penasarannya tertarik kala memainkan petunjuk yang memang rumit, tapi anehnya timun emas yang ia jual entah dari mana asalnya, tidak sama seperti timun emas yang di jual pak Harta.
Pak Harta bilang, ia mendapatkan dari seorang pria yang menelpon, dan meminta mengambil timun emas sesuai alamat yang diberikan user, anehnya pria itu meminta Bram yang mengambil dan mengantarnya langsung hari itu juga, akan tetapi setelah mengambil beberapa timun emas itu terlihat berbeda dan berwarna perak emas yang harganya fantastis.
Awalnya Bram tak menaruh curiga, meski hambatan ia dijalan penuh kesialan. Tapi ia berhasil mengantar timun emas itu kepada pemiliknya, dan terkejut ia mendapatkan salah satu timun emas dan menemukan kode yang hampir saja ia buang saat itu.
"Benar kode ini, aku simpan sampai uang itu benar benar cair di rekeningku. Akan aku jadikan modal untuk membeli timun emas di tempat user kemarin, sehingga akan aku mulai bisnis baruku menjadi kaya, siapa bilang pengantar box sayuran tidak bisa kaya?" lirihnya penuh semangat.
Bram pun sampai, ia kembali ke restoran, dimana aksi dua anak bosnya menghakimi dan meminta Bram tidak perlu datang lagi, apalagi mengemis bekerja pada ayahnya.
"Ingat! Aku muak melihat pria sepertimu Bram. Entah kenapa papaku masih mempertahankan karyawan model seperti mu yang tidak menguntungkan." Ryan.
"Betul! Lihat saja, anggap saja gaji bulananmu sebagai pengganti kerusakan kau menabrak mobil kekasihku." ujar Tio.
Malas berdebat Bram, pergi dengan jalan sedikit sakit luar biasa, hari bekerjanya kembali malah mempertemukan masalah kemarin yang belum selesai.
Jika bukan karena kebaikan pak Hartawan, Bram mungkin sudah memukul atau menghajar wajah mereka berdua. Akan tetapi uang membuat segalanya gelap, jika Bram memukul ia tidak mau jadi pria bodoh, karena tidak bisa menahan emosi, ia harus berada di jeruji besi.
'Di pecat, aku jadi pengangguran.' senyum Bram, dalam batinnya malas meminta haknya yang sudah dijelaskan, untuk mengganti sepedanya yang menabrak mobil kekasihnya itu.
Bram yang sempat terjatuh, bangun dengan tubuh sakit. Di mana luka-luka yang sebelumnya dirinya derita, hanya Bram olesi obat luka seadanya dari apa yang Bram miliki saat itu di ruangan satu kamar tempat tinggalnya.
Bram sendiri tinggal di rumah susun cukup kumuh, di mana memang hanya kamar itulah yang mampu Bram bayar, dengan bayarannya sebagai kurir pengantar sayuran fresh box.
Itupun sepertinya tidak akan lama Bram dapat tinggal di sana, sebab tunggakan yang dirinya lakukan. Di tambah bagaimana kini Bram tidak memiliki perkerjaan, sehingga sepertinya tidak mungkin bagi Bram memperpanjang kontrak tinggalnya di sana.
Telepon berdering pagi itu setelah Bram selesai membersihkan diri, di mana dengan segera, tentu Bram raih handphonenya untuk melihat siapa yang pagi itu menelpon. Karena memang tidak biasanya, sebab memang hanya begitu sedikit orang yang mengetahui nomornya.
“Mamah?" Bram, ragu saat apakah dirinya angkat atau tidak. Bertanya-tanya juga dirinya dari mana ibunya itu bisa mengetahui nomornya.
Hingga wajah satu orang wanita muncul di kepalanya, di mana merupakan wanita dengan Blazer dan kacamata hitam yang kemarin di temuinya.
“Pasti dirinya, ceroboh. Aku ceroboh." Bram, memijat keningnya sebelum memberanikan diri mengangkat telepon itu.
“Oh, lihat. Siapa sangka orang yang berusaha mandiri ini masih berani mengangkat telepon dari mamahnya sendiri."
Ucapan, berisi sindiran dengan jelas dapat Bram dengar. Tetapi jelas sebagai anak yang menurut diri, Bram sendiri berbakti, Bram berusaha tidak terlalu pikirkan hal tersebut.
“Maaf Mah, sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Ngomong-ngomong, Mamah tau nomorku dari siapa?" Bram, dengan alunan suara selemah lembut mungkin. Tidak ingin amukan ibunya itu pecah, bila ada mungkin sedikit saja batas yang tidak sengaja dirinya lewati.
“Nomor? Jangankan cuma nomor, alamat tinggal bahkan kau yang baru berhenti dari pekerjaanmu sehingga menjadi pengangguran saja mamah tau."
Tertawa kecil terdengar saat itu dari balik telepon, membuat Bram bergidik sadar suara tertawa itu tidak berasal dari hal lucu atau semacamnya. Melainkan rasa kesal, yang tidak bisa lagi di tahan.
“Mah, kita bicarakan baik-baik. Tetapi pertama, bisakah kau perintahkan asistenmu itu untuk berhenti mengintaiku?" Bram, tentu mengetahui mengapa ibunya itu mengetahui semua hal begitu jelas terkait dirinya.
Hanya satu penyesalan Bram terkait hal tersebut, yaitu mengapa dirinya sama sekali tidak menyadari. Bila setiap gerak-geriknya telah menjadi objek pengamatan asisten ibunya.
“Berhenti mengintai? Untuk apa? Lagipula dirimu akan kembali hari ini, mengapa Mamah harus menyuruhnya mengintaimu bila dirimu sendiri akan kembali ke rumah"
“Ta... Tapi Mah, aku bahkan belum setuju."
"Setuju apa? Apa mamah perlu kirim beberapa bodyguard ayahmu untuk menyeretmu kembali?"
“Ti... Tidak, tapi Bram mohon. Kasih Bram setidaknya waktu untuk berpikir terlebih dahulu." Bram, mendengar terkait para Bodyguard ayahnya di sebutkan jelas lemas.
“Bram, dengerin mamah. Kamu ingat sama calon tunangan yang kakek jodohkan padamu kan? Untuk apa kamu bersusah payah tinggal dengan kesusahan."
“Ingat mah, memangnya kenapa ..?"
Bram, memang sudah mengetahui terkait hal tersebut sejak jauh hari bahkan sebelum dirinya meninggalkan rumah.
“Kamu datang ke rumahnya, alamatnya sudah mamah kirim ke handphone mu."
“Tiba-tiba? Kenapa?" Bram, jelas tidak menyangka akan perintah ibunya di samping menyuruhnya kembali ke rumah saat itu.
“Ini hari pertunangan kalian, masa kamu lupa?"
Bram dengan kilat menutup telepon, ia lelah dengan perjodohan kedua orangtuanya, terlebih ia saat ini ada janji dengan kakek Ruslan, terkait slot timun emasnya.
Bram pun tidak perduli ketika desa lain, menyebut history tidak ada nama seorang kakek Ruslan, ada pun sebuah makam dekat pohon kapuk yang telah meninggal puluhan tahun.
Nyatanya Bram sendiri melihat, dan ada rumah yang sering ia kunjungi. Bekerja di rumah itu, dan menjajakan timun emas.
"Lebih baik aku antar pesanan timun emas. Tidak peduli dengan pertunangan, aku bisa kaya dengan jerih payahku sendiri." lirihnya beranjak pergi dengan sepeda motornya.
Sesampai di rumah kayu, dan Bram mengetuk tiga kali. Ia masuk, terlihat surat perak itu dengan tulisan.
[ Masuk saja Bram, ambil timun emas. Lalu antarkan seperti biasa! Rekrut dan masukan kode sesuai petunjuk, kau tidak perlu sering ke rumah ini untuk menanyakan, jika sudah jelas, jika selesai kau jualkan maka kau bisa bekerja dari rumah, atau rumah ini bisa kau gunakan tempat untukmu beristirahat sambil bekerja dengan tenang. Ingat waktumu satu bulan untuk merekrut sepuluh orang dengan membeli timun emas seharga Rp. 5.000.000 atau satu miliar mu akan hangus begitu saja ]
[ Sekali lagi, selamat Bram. Kau adalah orang terpilih, gunakan untuk kebaikan dan terus pahami setiap level slot timun emas yang kamu dapatkan setiap harinya, akan berbeda ]
Dua pesan kertas perak itu, sehingga Bram paham dan ia meletakkan uang tunai yang ia dapatkan di atas meja, lalu mengambil timun emas sepuluh biji untuk ia antarkan segera.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
kutu kupret🐭🖤🐭
menurut atau pengecuuutt 🤔🖕
2023-05-05
0
AyahRum
kata kata nya muter muter dan andai andai tidak langsung tidak ada argumen
2023-02-22
1
Jimmy Avolution
Terus....
2023-02-19
1