Gudang yang dingin

Yan Yan terdiam kurang lebih beberapa detik setelah mendengar ucapan dari mulut Zhi Yuo. Awalnya ia mengira bocah itu tengah becanda, ia pikir bocah kecil kurus itu punya kekuatan apa untuk membalas perbuatan Lin Mei?. Sedangkan Lin Mei adalah kepala pelayan disini.

Yan Yan menggeleng, "Jangan ucapkan omong kosong lagi dan menetaplah disini semalaman."

Zhi Yuo yang mendengar itu merasakan perasaan terbakar pada telinganya. Dengan perasaan yang hina ia bergumam pelan, "Apakah aku seremeh itu?".

Yan Yan terkekeh pelan, tentu ia merasa geli melihat ekspresi terhina Zhi Yuo. Anak itu terlihat seperti anak yang konyol dan senang berdongeng, bersikap seperti seorang pemberani. Tapi nyatanya ia terlihat penakut dan akan kabur ketika bertemu lawannya.

Namanya juga anak-anak.

"Sudah sore, aku pergi dulu dan jaga dirimu baik-baik." Yan Yan berbalik badan dengan lambaian tangannya.

Mulut Zhi Yuo mengerucut, "Baiklah! Pergi saja sana!".

Terdengar suara tawa geli dari Yan Yan di depan sana sebelum ia mengucapkan selamat tinggal dan menutup pintu. Suasana ruangan menjadi hening setelah suara pintu yang tertutup menggema.

Sekarang hanya ada Zhi Yuo di dalam sana. Wajahnya terbilang datar, dengan iris hitamnya yang terlihat mengkilap ketika berpaparan dengan sinar matahari sore. Tubuhnya bersandar pada dahan jendela lapuk yang menghadap langsung keluar. Tidak ada pemandangan yang menarik ketika ia melihat keluar jendela, karena tepat di depan sana terdapat kolam ikan kecil yang kotor, jarang dibersihkan. Tidak ada jalan lain, hanya ada tembok tinggi di setiap sudut menandakan ini adalah batas halaman rumah keluarga Gu.

"Sampai sekarang aku tidak tahu bahkan masih kebingungan, mengapa aku bisa terlahir kembali di dunia ini. " Zhi Yuo berkata dalam hati, mencoba untuk mengobrol dengan dirinya sendiri.

Ia mengambil buah persik matang dari balik lengan bajunya, memakannya dengan pelan. Tidak ada makan malam, ia yakin tidak akan diberi makan malam oleh si senior berlagak itu.

Tapi sekarang yang ada dipikirannya bukanlah hal itu, melainkan ia sedang memikirkan kehidupan barunya ini.

"Kenapa waktu itu aku tidak langsung mati saja? Setidaknya aku bisa melihat wajah mereka untuk yang terakhir kalinya..".

Tenggorokan Zhi Yuo tercekat. Walaupun ia mengatakan itu di dalam hatinya sendiri, tapi entah mengapa hatinya malah semakin teriris. Rasanya sakit.

Terlebih saat wajah Chang Yu terlintas di benaknya saat itu juga. Memori saat nasib akhir dari Chang Yu yang menjadi korban kekejaman iblis dunia bawah kembali terbayang-bayang, melintas begitu saja.

Zhi Yuo menggeleng, "Sadar! Jangan memikirkan hal ini!" Ia berteriak pada diri sendiri.

Merasa frustasi dengan memikirkan orang-orang yang berjuang bersamanya sampai akhir, Zhi Yuo juga teringat akan pedangnya.

"Pedang Bulan ku..."

Terakhir kali ketika ia kalah telak dengan raja iblis dunia bawah, ia mengingat dengan jelas bagaimana pedang bulan itu terlempar dari tangannya dan menancap pada salah satu batu abadi di sana.

Pedang bulan menyala dengan warna keunguan, tapi seketika meredup.

Zhi Yuo hanya bisa pasrah ketika melihat bayang-bayang kehidupannya selama ini. Memori indah bersama keluarga sekte dan teman-temannya sebelum ia mati dan menjadi abu.

Tapi, ketika tubuhnya mulai habis, pedang bulan masih menancap sempurna berdiri tegak di atas batu. Warnanya jernih seperti besi yang baru ditempa, walaupun bercak darah mengotori setiap inci nya.

"Tunggu, harusnya saat aku mati maka pedangku juga harus menjadi abu. Dia telah kehilangan pemiliknya, harusnya dia juga ikut menghilang."

Zhi Yuo mengelus dagunya, dengan wajah berpikir ia berusaha mencari jawaban mengapa pedang itu masih utuh sedangkan pemiliknya saja sudah mati.

"Apa pedang itu didesain khusus untukku?" Walaupun terdengar seperti orang yang percaya diri, tapi Zhi Yuo memiliki insting bahwa pedang itu berbeda dari yang lainnya.

Hari mulai menjelang malam, matahari sudah terbenam dari arah barat. Langit gelap menyapa disusul oleh bulan purnama. Suara serangga malam mulai bersahut-sahutan, terdengar cukup berisik di waktu istirahat.

Zhi Yuo menguap lebar, setelah menghabiskan buah persik utuh di tangannya ia memutuskan untuk tidur daripada berpikir panjang.

"Aku ngantuk, tidur saja dulu baru mencari jawabannya besok."

Zhi Yuo menyandarkan kepalanya ke dahan jendela. Pikirannya masih beterbangan kemana-mana terkait akan pedang dan tubuh barunya.

"Kakak, jika kau mau datang ke mimpiku maka datanglah dan berikan aku petunjuk.".

Ia menguap sekali lagi sebelum menutup mata, " Merepotkan...".

.

.

.

"Xie Jia,"

Xie Jia yang masih melakukan pekerjaannya menoleh ketika sebuah suara memanggilnya. Dan ternyata itu adalah Yan Yan, pelayan yang paling akrab dengannya.

Xie Jia tersenyum dan menyapa balik, "Ada apa Kak Yan Yan?".

Yan Yan menghampiri Xie Jia dengan senyuman lembut, " Makan malam sudah siap, ini waktunya makan malam untuk para pelayan."

Xie Jia tersenyum senang, baru hendak menjawab dan ikut Yan Yan makan malam, secara tiba-tiba Lin Mei datang kesana.

Dengan lirikkan matanya yang sinis ia berkata ketus, "Anak ini makan paling akhir saja! masih banyak pekerjaan untuknya."

Xie Jia terjengit kaget, sementara Yan Yan menunduk takut ketika mendengar kata-kata sinis dan menekan itu. Xie Jia hanya bisa mengangguk pasrah, ia lanjut mengerjakan pekerjaannya.

"Xie Jia, kau baik-baik saja? Biar ku bantu," Yan Yan hendak membantunya menyelesaikan pekerjaan. Tapi Xie Jia justru tersenyum manis padanya, "Tidak usah, aku bisa mengerjakannya sendiri. Kak Yan Yan pergilah makan malam."

Yan Yan menaruh pandangan tidak enak hati pada Xie Jia. Meninggalkan anak ini sendirian dengan pekerjaannya sedangkan ia asik makan malam bersama yang lain, sungguh membuatnya kepikiran.

Ia hendak membujuk Xie Jia untuk meninggalkan pekerjaan secara diam-diam, tapi aksinya itu tidak berjalan lancar ketika Lin Mei datang dengan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air obat.

"Berikan ini pada Tuan Gu, ini waktunya dia makan dan minum obat." Lin Mei menyodorkan nampan itu ke hadapan Xie Jia.

"Oh, baiklah!" Xie Jia lekas menjawab dan mengambil nampan itu. Setelah pamit dengan keduanya, ia bergegas pergi ke kamar Tuan Gu untuk memberikan makanan dan obat.

"Kau sedang apa disini? pergi sana!" Lin Mei mengusir Yan Yan yang sedari tadi diam di tempat. Yan Yan yang mendengar pengusiran itu untuk dirinya lekas pamit dan pergi dari sana menuju tempat perkumpulan pelayan untuk makan malam.

.

.

.

"Permisi.." Xie Jia mengetuk pintu kamar Tuan Gu sebelum ia mendapat jawaban untuk masuk.

"Masuklah, nak.." Suara Tuan Gu terdengar dari dalam, menyuruhnya untuk masuk.

Xie Jia mendorong pintu hingga terbuka, mengintip sedikit dan masuk dengan perlahan membawa nampan bubur di tangannya.

Dengan senyuman polos ia berucap, "Tuan Gu waktunya makan malam dan minum obat anda."

Tuan Gu yang masih terbaring di tempatnya segera duduk, dibantu oleh Xie Jia tentunya. Tuan Gu terbatuk sebentar, kemudian terkekeh pelan ketika ia melihat wajah polos Xie Jia yang tersenyum padanya dengan satu sendok bubur mengarah ke mulutnya.

"Aku akan makan sendiri, tidak perlu kau suapi." Tuan Gu mengambil mangkuk bubur dengan lembut, mulai makan dengan perlahan disaat kondisi tubuhnya yang semakin melemah.

Xie Jia sesekali membantunya untuk meneguk makanannya sendiri. Setelah satu mengkuk bubur tawar itu habis, Tuan Gu langsung meminum obatnya. Satu gelas ia habiskan dengan satu tegukkan.

Ketika obat itu telah melewati tenggorokannya, rasa pahit menyeruak dari sana. Tubuhnya mengejang, keringat dingin keluar dari keningnya, ini adalah reaksi wajar setiap ia meminum obatnya. Xie Jia membantunya untuk tenang, kemudian tak lama kemudian ia membaik dengan sendirinya.

Tuan Gu bergumam dengan gemetar, "Fei.. aku merindukanmu.."

Xie Jia terdiam, kemudian berucap dengan sabar, "Nyonya Fei akan datang beberapa hari lagi, anda bersabarlah."

Mendengar itu Tuan Gu tersenyum, meski dengan mata tertutup ia masih bisa merasakan kebahagiaan, "Aku yakin dia pasti akan menjengukku."

"Aku harus menyiapkan diriku untuk besok, ada rapat dari pembisnis-pembisnis besar di desa akan datang kesini. Kalian bisa membantuku mempersiapkan keperluan?".

Xie Jia mengangguk, "Sudah tugas kami."

Tuan Gu terkekeh, "Kondisiku kian hari makin memburuk, entah apa aku akan berguna untuk kedepannya atau tidak."

"Anda tidak perlu mengatakan hal seperti itu, saya mohon jangan banyak berpikir yang tidak-tidak. Istirahatlah sampai Anda membaik." Xie Jia membenarkan selimut Tuan Gu, agar ia tertidur dengan nyaman.

Tuan Gu tersenyum, "Anak baik.. terimakasih, kau boleh pergi."

Xie Jia membungkuk, mengucapkan permisi dengan sopan sebelum pergi meninggalkan Tuan Gu yang tengah beristirahat.

.

.

.

Zhi Yuo terbangun pada suatu tempat. Ia melempar pandangannya kesana-kemari. Ini bukanlah tempat yang asing untuknya. Kakinya menapak pada rumput hijau, dari kejauhan terdapat bangunan kayu megah yang tampak tidak asing untuknya.

"Ini... di sekte?"

Akhinya ia menyadari keberadaanya saat ini.

Zhi Yuo kebingungan, menepuk keningnya dengan tidak percaya.

"Kenapa.. kenapa aku disini?!".

" Zhang Yuan,"

Zhi Yuo menoleh dengan cepat, wajahnya seketika terasa beku ketika ia melihat siapa yang baru saja memanggil namanya.

Sosok itu, adalah sosok yang sejak kecil merawat Zhi Yuo dengan penuh kasih sayang.

Ia menatap Zhi Yuo dengan pandangan dingin namun sulit diartikan.

Zhi Yuo berucap dengan pelan dan sedikit ragu,

"Kakak..?"

.

.

.

Terpopuler

Comments

Dzikir Ari

Dzikir Ari

✍️✍️✍️✍️✍️✍️💪💪💪

2023-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!