Hitam dan putih menjadi warna yang bertolak belakang. Hitam yang berarti gelap dan putih yang berarti terang, ialah siang dan malam. Bumi sudah diatur seimbang oleh Yang Maha Kuasa. Begitupun takdir manusia, dia tak akan selalu baik-baik saja. Kadang juga ada masalah yang mendera. Tapi jika manusia mengerti dan memahami, setiap masalah yang terjadi padanya adalah sebagai bentuk ujian yang di hadirkan oleh Rabb-nya sebagai bentuk dari kasih sayang untuk menguji kadar keimanan dan seberapa tangguh tiap hamba dalam menjalani kehidupannya. Tapi dibalik itu semua tersembunyi suatu kebaikan yang sering kita sebut sebagai hikmah.
Seperti halnya diriku ini yang didera oleh masalah nikah. Ini sudah seminggu setelah acara pertunangan. Tapi tak kunjung aku mendapatkan solusi untuk bisa terlepas.
Berbagai cara aku mencoba untuk menghubungi Reynand, tapi hasilnya nihil. Nomor ponselnya tidak aktif, bahkan setelah malam pertunangan itu, dia tak terlihat lagi batang hidungnya. Mobil yang biasa terparkir di depan rumah Om Danu pun sampai hari ini tampak tak ada.
Saat inii aku sedang berada di ruang yang berukuran empat kali empat meter. Ruangan yang nyaman yang biasa aku gunakan untuk aktivitas maupun istirahat, yakni kamar.
Aku menghela nafas panjangku, sudah saatnya aku harus memberanikan diri untuk berbicara langsung kepada orangtuaku. Barangkali saja bila aku mengatakan tak mau melanjutkan pertunangan kemarin mereka mau mendukungmu dan berubah pikiran untuk membatalkan pernikahan konyol yang gak akan mungkin kujalani.
Aku melangkahkan kaki menuju lantai bawah, kulihat dari arah tangga orangtuaku beserta adikku berada di ruang keluarga sedang menonton TV. Maklum saja hari minggu begini gak ada acara diluar, jadi cuma di rumah saja.
Ternyata setelah kuperhatikan acara TV yang ditonton adalah Film india, yang di bintangi Pretty Zinta, menceritakan seorang anak satu ayah yang diasuh dan dibesarkan oleh Istri pertama dari ayahnya.
"Ma—" Aku mulai mendekat duduk di samping Mama, menyanderkan kepalaku di lengan kirinya.
"Kenapa Ra? Laper?" Mama menyahuti, tapi arah pandangnya masih fokus lihat TV.
"Enggak," jawabku lesu dan singkat. Mulai terjeda, bukan iiklan, melainkan diriku yang kini sedang berfikir bagaimana caranya aku menyampaikan isi pikiranku.
"Mama—gak berubah pikiran gitu?" tanyaku takut-takut.
"Berubah pikiran, maksud kamu?" kini Mama menoleh ke arahku. Alisnya mulai tampak menyatu, yang menandakan beliau sedang berfikir dan mungkin belum paham apa yang aku maksud.
Lalu aku merubah posisi dudukku menghadap ke Mama dan berkata, "Berubah pikiran buat batalin pernikahanku dengan Reynand."
Yang berada diruangan ini seketika melihat ke arahku, Papa termasuk adikku. Kulihat wajah Mama terlihat serius namun selang beberapa detik Mama malah tertawa, hingga akupun malah bingung dibuatnya.
"Kamu itu ngomong apa?" ucap Mama
"Batalin rencana pernikahan aku dengan Reynand," cicitku yang terkesan merajuk disertai mimik wajah memelas.
"Mama tau apa yang tengah kamu rasakan. Itu udah biasa, mama dulu juga gitu. Kamu itu sedang menderita keraguan hati. Wajar, tiap calon pengantin pasti merasakan itu." Kali ini Mama merubah posisi duduknya menghadap ke arahku lalu memegang dan mengelus telapak tanganku.
"Makanya kalau jaman Mama dulu di adakan pingitan untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Ya, contohnya seperti yang kamu rasakan ini," imbuh Mama.
"Apa kamu mau dipingit juga?" tanya Mama kemudian.
"Heeeh!?" Sontak ekspresiku kaget sebab ucapan Mama barusan. "Gak!" tolakku disertai gelengan kepala.
"Pa?" Kini aku mulai pindah haluan memangil Papa, kali aja beliau mau mendukungku.
"Benar apa yang Mama ucapkan Ra!" Ujar Papa.
'Kenapa sama saja!' teriakku dalam hati.
"Atau jangan-jangan, kamu pengen pernikahannya dipercepat, tapi kamu malu ngomong ke Papa Mama?" tanya Mama.
"Gak lah Ma!" sahutku cepat. Boro-boro mau dipercepat, ini saja dua bulan kecepetan, gerutuku dalam hati.
Kini pandanganku tertuju ke bawah melihat posisi adikku, yang tidur selonjoran di karpet sambil memainkan ponselnya. Saat ia menoleh mata kami bersitatap lalu dia berujar dengan nada terdengar rada ketus, "Apa?"
"Kamu yang gantiin Mbak ya?" tawarku padanya.
"O— dengan senang hati," sahut adikku disertai senyum mengembang.
"Beneran?" tegasku.
"Siapa sih yang mau nolak bang Reynand, udah ganteng, baik hati, orangnya sholeh, seorang Arsitek lagi," ujarnya yang seakan membanggakan sosok Reynand.
Sedangkan aku hanya menanggapi ucapan adikku dengan beraut wajah kecut.
"Ini anak-anak pada ngomong apaan? Sudah-sudah Filmnya sudah selesai. Buruan yang satu nyapu halaman yang satu bantuin Mama masak." Perintah Mama disertai mematikan TV, setelah Papa bangkit dari kursi sofa.
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Karate Cat 🐈
hohoho adeknya lebih rasional 🤭🤭🤭
2022-11-24
0
Mrs. Utomo
Ooo kerjanya jadi arsitek
2022-02-11
0
@callm3_macan
Alur nya bagus :), boleh donk mampir di novelku CINTA PERTAMA, Kinan menjadi pembantu di rumah suaminya sendiri
2021-11-06
0