Ketikkan pada papan keyboard berhenti sesaat setelah aku melihat benda kecil nan mungil bertengger dijari manisku.
Kejadian itu baru saja aku alami semalam dan bukan mimpi ternyata. Kalau diingat-ingat terakhir aku mengobrol dengan Reynand itu, empat hari yang lalu. Gak nyangka juga ternyata solusi yang dia kasih seekstrem ini.
Dan dalam waktu sesingkat itu berakhir seperti ini?
Gak, ini belum akhir. Sebelum janur kuning dilengkungin pasti bisa dilurusin. Pasti ada cara buat terlepas dari ini. Bayangin aja dua puluh lima tahun kita berteman bahkan bersahabat, masak ujung-ujungnya di pelaminan. Kan lucu!
Hello ini bukan sinetron apalagi FTV. Kalau dipikir-pikir lagi apa untungnya dia coba? Pernikahan kan bukan hal yang main-main. Banyak orang mempunyai impian menikah seumur hidup sekali, begitu pula denganku. Impianku menikah dengan lelaki impianku dan tentunya juga pilihanku. Tapi anehnya sampai di usiaku yang sekarang masih saja belum bertemu. Apa jangan-jangan jodohku belum lahir?
"Ra, Ngapain Bengong?" tanya Farida diiringi dengan kegiatannya memundurkan kursi kerjanya dan kini menatapku.
Aku menggelengkan kepala. "Pusing," jawabku singkat.
"Kemarin ada urusan apa sampai lari kejer. Dipanggil juga gak noleh?" tanyanya.
Musti jawab apa? batinku. Gak mungkinkan aku jawab kemarin ada acara pertunangan di rumah. Bisa jadi tranding topik di perusahaan. Secara di perusahaan ini aku dijuluki jomblo happy yang kemana-mana sendiri.
Bukan karena gak ada yang mau dekatin, tapi prinsip yang terlanjur tertanam dalam diri seakan sulit untuk membuka hati.
"Ada urusan keluarga," jawabku sekenanya.
"Ngopi-ngopi dulu gih, aku perhatikan dari tadi kamu tuh gak fokus." Usul Farida disertai merubah posisi duduknya kembali menghadap layar komputer.
"Ya, kalau aku ke pantry," pamitku sambil berlalu menuju pantry.
Letak ruanganku menuju pantry tidak terlalu jauh, hanya melewati beberapa lorong ruangan.
Namun belum genap sepuluh menit aku duduk di kursi yang tersedia dipantry. Apalagi dengan posisiku yang tengah menyeruput kopi pahit tanpa gula, yang kalau dirasa-rasa seperti hidupku yang tiada manis manisnya.
Kini terlihat Farida datang menyusulku, dia mengatakan akan ada rapat sepuluh menit lagi dan salah satu staff yang ditunjuk untuk mewakili adalalah aku.
Cangkir kopi yang masih berisi setengah, kini telah berpindah tangan ke Farida. Aku segera bergegas menuju kubikelku untuk engambil beberapa berkas dan tak ketinggalan menyampirkan tas laptop di bahu kiriku. Lalu kulanjutkan langkahku menuju ruang rapat.
Banyak yang heran juga sih kenapa bisa aku bekerja pada posisi ini, sedangkan sifat burukku adalah pelupa. Jawabannya adalah tiap pekerjaan pasti ada agendanya, ada catatannya baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dan untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat penting aku selalu menggunakan note book, memo maupun kertas tempel yang biasanya tertempel dan berjajar rapi di dinding kubikelku. Ya, yang pasti gunanya untuk meminimalisir kadar lupa yang bisa mendera kapan saja. Kalau untuk kemampuanku di bidang pekerjaan ini jangan diragukan. Karena berhitung adalah kegemaranku, kecuali menghitung kesalahan orang lain.
Aku keluar dari ruang rapat pada pukul 12.10, dan kini tempat yang kutuju adalah kantin. Guna mengisi energi yang baru saja terkuras habis pada rapat yang belum selesai karena waktunya makan siang dan akan dilanjut setelahnya.
Aku berjalan beriringan dengan seseorang yakni Bayu. Dia adalah perwakilan dari bagian pemasaran. Setelah menuju kantin dan memesan makanan, kini arahku menuju meja kantin yang diduduki teman-temanku.
"Mukamu sepet amat, Ra!" inilah kata sambutan dari Dewi setelah aku mendudukan diri di kursi.
"Bahas apa tadi?" kalau ini adalah pertanyaan dari Farida.
"Bahas proyek, yang rencananya proyek itu digunakan untuk hunian. Jadi mau mendirikan sekitar 3.000 unit rumah dengan beberapa tipe pilihan. Ini aja belum selesai ntar habis istirahat masih lanjut rapatnya," jelasku seraya menerima makanan pesananku yang diantar oleh petugas kantin.
"Ohya Mbak Amaira, kemarin Mbak pulangnya gimana dan naik apa?" tanya Fanya yang duduknya tepat disamping kiriku.
"Ya pulang nyampek rumah dan naik motor," jawabku sambil menyuap secuil ayam geprek sambel ijo plus nasi hangat.
"Naik motor?" sahut Farida dengan nada heran.
"Hmm, kemarin gak sengaja ketemu Ivan. Jadi dianterin sama dia."
"Tunggu—tunggu Ivan alumni kampus?" tanya Dewi yang duduk di depanku.
"Iya Ivan itu. Lalu Ivan siapa lagi, kan cuma itu Ivan yang kita kenal." Ohya Aku, Farida dan Dewi adalah satu angkatan di kampus yang sama. Bedanya lagi kalau Farida ini teman sejak dari SMP hingga sekarang.
"Ya elah Ra, masak mau aja dianterin sama dia. Pasti masih kayak dulu gak berubah?" tanya Farida dengan percaya dirinya.
"Jangan salah, Ivan yang dulu sama sekarang beda. Hati-hati ketemu, ntar naksir!" sanggahku sambil menatap Farida yang duduk disamping Dewi.
"Yang bener?" tanya Farida antusias.
"Tuh kan? " jawabku sambil meledek, tapi Farida malah memberengut kesal.
"Denger-denger alumni kampus kita mau ngadain reuni, tapi tepatnya kapan belum pasti," ucap Dewi.
Saat aku hendak meletakkan gelas lemon tea yang baru saja kusesap, Dewi tiba-tiba mencekal pergelangan tanganku sambil berkata, "Cincin apa ini Ra, kamu udah tunangan?"
Glek. Sontak semua mata tertuju padaku.
"A— Apaan," jawabku rada tergagap sambil menarik tanganku. Dan kupergunakan untuk menyuap nasi ke mulutku, berusaha untuk menyembunyikan rasa penasaran mereka. Tapi pandangan mereka-mereka masih tertuju padaku seolah menatap curiga padaku.
"Ini yang ngasih Mama," jawabku sekenanya, gak bohong juga kan yang ngasihkan memang Mama. Mamanya Reynand maksudnya.
"Sejak kapan kamu suka pakai cincin Ra?" tanya Farida disertai kegiatannya menikmati semangkuk bakso yang tinggal beberapa biji.
"Bukannya suka, udah dikasih masak dianggurin, kan sayang. Bener gak Mbak Amaira?" sanggah Eka.
"Iya, betul he he he." Selamet, batinku. Ucapan Eka yang terkenal lugu baru saja menyelamatkanku.
"Kalau beneran Amaira udah tunangan patah hati dong gue!" seloroh Bayu yang ternyata ikut bergabung duduk satu meja tapi pada posisi paling ujung.
"Yeee... Makanya usaha!" sahut Dewi dengan nada mengejek.
"Usaha sih udah, tapi yang di usahain gak peka. Gimana dong?"
"Itu sih derita loh!" sahut Dewi lagi mengasihani, dan seketika disambut tawa oleh yang lainnya.
hu hu hu banyak Cogan bertebaran......
Kepada siapa kira-kira hati seorang Amaira Husna akan berlabuh????
TBC
Jangan lupa pencet jempol atau pun tanda cintanya ,sampai berubah warna jadi merah . Biar Author makin semangat update nya.😚😚😘😘😘😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Aufa Aqli,.😍
masih penasaran dgn Rey,soalnya belum ada kejelasan nya..😁
2022-12-25
0
Devi Handayani
yaahh ke reyy lah... wong dah dilamsr tohhh😌☺😌
2022-08-16
1
SeQuer ThinTacel AgusTin
Thor kebanyakan cerita sendiri..ko GK ada obrolan antara Ira sama rey
2022-03-27
0