"Ada apa ini?!"
Sofia ketakutan melihat api hitam yang muncul dari tanah dan itu mulai menyebar luas ke seluruh ruangan. Tubuhnya membeku melihat itu.
"Nona Sofia! Kita harus pergi dari sini!"
Ketika tabib itu berteriak, Sofia baru tersadar dari lamunannya.
"Nona, cepat! Sudah tidak ada waktu lagi!"
"Ah! Baik!"
Sofia berlari secepat mungkin mendekati tabib yang berada di dekat pintu.
Tabib itu kemudian menggandeng lengan Sofia dan membuka pintu kemudian meninggalkan tempat persembunyian itu.
Keduanya berlari cepat, menuju daerah yang sekiranya belum terbakar oleh api hitam.
"Kita akan pergi kemana?" tanya Sofia di tengah perjalanan.
"Saya tidak tahu Nona, tapi kita harus mencari tempat teraman yang tidak terkena api hitam itu," jawab tabib tersebut.
"Sebenarnya, api hitam itu apa?"
"Maaf, saya juga tidak tahu, Nona. Tapi, saya bisa merasakan energi negatif dari api hitam itu."
"Itu artinya, api hitam itu berlawanan dengan kekuatan Dewa Matahari?"
"Saya rasa, seperti itu."
Sofia terus berlari mengikuti tabib tersebut. Dia beberapa kali menoleh ke belakang. Dia melihat api hitam yang mengikutinya. Selain itu, Sofia juga melihat beberapa warga yang tertinggal dan akhirnya terbakar api.
"Ukh!"
Anak kecil itu menangis melihat pemandangan itu. Itu adalah pemandangan mengerikan yang seharusnya tidak dilihat oleh anak kecil berusia 7 tahun.
"N-nona... Sofia...!"
Sofia melihat ada seorang wanita pedagang yang tertimbun oleh bangunan. Sepertinya dia tidak bisa bergerak karena kakinya tertimbun reruntuhan bangunan.
"T-tolong saya...!"
Mata wanita itu penuh harap meminta pertolongan pada Sofia.
Sofia tidak bisa membiarkan seseorang di depannya mati begitu saja. Dia kemudian melepaskan tangan tabib yang menuntunnya, kemudian berlari untuk menolong wanita itu.
Melihat Sofia yang datang menolongnya, wanita itu terharu melihat kebaikan Sofia.
"Nona Elementalist, tolong selamatkan saya!" pinta wanita itu.
Sofia terkejut mendengar itu. Memang benar jika beberapa warga masih ada yang menganggapnya Elementalist yang sebenarnya, itu karena rumor tentang Chloe yang Elementalist yang sebenarnya belum tersebar cukup luas.
Sofia merasa bersalah karena merasa telah membohongi semua orang.
"Saya bukan—!"
Grep!
"Nona!"
Sofia terkejut ketika tabib itu tiba-tiba menarik tubuhnya dengan paksa dan mulai menggendong Sofia. Tabib itu membawa Sofia pergi dari sana walaupun Sofia sudah berkali-kali meminta untuk jangan pergi.
"Maafkan saya," ucap tabib itu pada wanita yang kakinya masih tertimbun reruntuhan sehingga tidak bisa bergerak.
"Hei! Berhenti! Kita harus menolong Nyonya itu terlebih dahulu!" marah Sofia.
"Tidak bisa, Nona. Keselamatan Nona Sofia yang utama," tolak tabib itu.
"Nona Elementalist! Tolong jangan tinggalkan saya!" teriak wanita itu. Melihat Sofia yang semakin menjauh, dia terus berteriak meminta tolong sambil menangis. "Tolong, selamatkan saya, Elementalist! Tolong, padamkan api ini, Nona Elementalist!"
Hingga akhirnya, api hitam itu mendekati dan membakar habis tubuh wanita dan yang tersisa hanyalah teriakannya.
"AAAAAAAHH—!"
"Ukh! Hiks...!"
Sofia yang melihat itu mulai menangis di pundak tabib tersebut.
Tabib itu berlari ke arah menara lonceng, berharap akan selamat di tempat tinggi tersebut. Namun, ternyata sudah ada banyak warga di atas tempat tersebut.
"Bagaimana ini?!" bingung tabib itu.
Terjadi kekacauan juga di dalam menara tersebut. Para warga bertengkar dan mengeluh tentang menara yang menjadi sempit dan panas karena berdesak-desakkan.
"Hei! Keluarlah kau! Badanmu besar dan menghabiskan banyak tempat!"
"Itu benar! Kau harus turun! Jika tidak, kami semua yang berada disini dalam bahaya!"
"Dasar egois! Kau hanya mementingkan diri mu sendiri!"
"Permisi?!! Saya berada disini lebih dulu daripada kalian! Kalian tidak berhak mengusir saya! Sebaiknya kalian saja yang turun dari sini jika merasa terganggu!"
"Hahh! Wanita ini benar-benar!"
BUAGH!
"AKHHH!"
"Jangan—!"
Seorang wanita bertubuh besar itu terjatuh dari menara setelah ditendang oleh seorang warga lainnya. Sofia berteriak ketakutan melihat itu.
"Hup! Nyaris saja!"
"Tuan Kesatria!"
Sofia bernapas lega melihat ada seorang Kesatria yang datang menolong wanita itu yang nyaris menyentuh tanah. Kesatria itu menggunakan sihir penerbangan yang sepertinya dibantu oleh brigade Penyihir.
"Uh! Tolong bantu saya," pinta Kesatria itu kepada salah satu rekannya yang baru saja datang.
Dikarenakan wanita itu sangat berat sehingga harus di bawa oleh 2 orang Kesatria.
"Hei! Tuan Kesatria! Tolong, Nona Sofia masih ada disini!" tabib itu berteriak meminta tolong kepada kedua Kesatria tersebut.
Saat itulah, para Kesatria baru tersadar tentang kehadiran Sofia. Namun, karena jumlah Kesatria dan Penyihir disini hanya tersisa sedikit, mereka bingung bagaimana harus membantu Sofia. Dia tidak tahu harus membantu wanita itu terlebih dahulu, atau Nona Sofia.
Pada akhirnya, mereka harus menurunkan wanita itu, dan mengutamakan keselamatan Sofia terlebih dahulu.
"Apa-apaan ini?!! Kenapa kalian menuruni ku?!! Kalian seharusnya menyelamatkan aku terlebih dahulu! Jangan tinggalkan aku disini!"
Wanita itu mulai menangis tidak terima.
"Maafkan saya, tapi saya harus mengutamakan Nona Sofia dan tabib ini terlebih dahulu."
"Nona, ayo!"
Kesatria itu mengulurkan tangannya pada Sofia.
Sofia merasa tidak enak karena harus merebut posisi yang harusnya telah di dapatkan wanita itu terlebih dahulu, tapi harus direbutnya hanya karena dia berasal dari keluarga bangsawan. Hatinya, tidak bisa menerima fakta tentang ini. Sofia tidak bisa mengorbankan orang lain untuk keselamatannya sendiri.
"Mengapa kalian bisa menuruni Nyonya ini?!! Utamakan dia terlebih dahulu! Dia lebih pantas daripada aku!" marah Sofia.
"Nona, anda bicara apa?!" tabib itu mengerutkan keningnya.
"Permisi?" sedangkan kedua kesatria itu kebingungan.
"Prioritaskan orang yang sudah lebih dulu! Jangan saya hanya karena saya seorang bangsawan!"
Tabib itu kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nona Sofia! Tidak seperti itu! Anda salah paham! Tolong jangan keras kepala! Ini demi kebaikan, Nona!"
"Aku tidak mau! Aku tidak mau orang lain berkorban lagi untuk ku! Aku tidak mau kalian terluka karena aku!"
Para orang dewasa itu terkejut mendengar kalimat seperti itu dari seorang anak kecil. Mereka sadar bahwa peperangan ini sudah membuat Sofia sangat terpukul. Sofia yang sekarang sangat ketakutan akan kehilangan seseorang lagi di depan matanya.
"Nona...?" wanita itu terenyuh hatinya. "Saya sadar saya salah. Saya salah karena terlalu egois."
"Kau tidak egois!" bantah Sofia
"Saya benar-benar egois," wanita itu membantah ucapan Sofia. "Nona Sofia harus diutamakan keselamatannya terlebih dahulu bukan hanya semata-mata karena Nona adalah bangsawan. Tapi, karena Nona Sofia masih anak-anak. Kami orang dewasa harus melindungi anak-anak karena kalian adalah generasi penerus."
Walaupun mendengar itu, Sofia tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau! Aku tidak mau kalian mati karena aku! Tidak lagi!"
Dia mengucapkan itu sambil menangis.
"Nona, apa Anda ingat apa yang dikatakan Nona Chloe?" tabib itu bersuara lagi.
"Apa?" bingung Sofia.
"Anda harus meniup terompet kerang itu jika dalam bahaya."
Saat itulah, Sofia kembali ingat dengan kata-kata Chloe.
"Tiup terompet kerang ini jika terjadi sesuatu yang berbahaya padamu. Kau mengerti?"
Sofia tersenyum senang lalu. Dia mengerti apa yang sedang dibicarakan tabib tersebut.
Sofia kemudian mulai meniup terompet kerang itu.
OOOOOONG!!!
'Huh? Siapa yang seenaknya meniup terompet kerang itu? Tidak sopan sekali! Dia bukan Nona Elementalist!'
Chloe dapat mendengar ucapan para Elemental yang kesal karena ada orang lain yang meniup terompet kerang sembarangan.
"Aku yang menyuruh dia meniup terompet jika dalam bahaya."
'Ah, Nona Elementalist yang menyuruhnya?'
Ren tidak tahu mengapa Nonanya tiba-tiba berbicara seperti itu. Ren mengabaikan saja karena mungkin Chloe sedang berbicara dengan para Elemental.
"Benar. Tolong, selamatkan Sofia dan yang lainnya."
'Baik! Serahkan pada kami!'
Para Elemental angin yang baru saja kembali, kemudian pergi lagi karena Chloe meminta bantuannya. Itu karena hanya para Elemental angin yang paling cepat.
"Ren, jika kau tidak mau mengantarku ke puncak gunung, biar aku pergi sendiri saja."
Ren menggeleng kukuh. Dia tidak bisa membiarkan Chloe pergi sendiri.
"Bagaimana pun, kalian semua benar-benar keras kepala..." lirih Ren pelan, namun Chloe tetap bisa mendengarnya.
"Maaf?" tanya Chloe yang tidak percaya.
Ren hanya terkekeh kemudian berbalik arah. Dia bergerak cepat menuju ke puncak gunung menuruti keinginan Chloe.
Ren merasa, Duke Dylan, Arabella, Chloe dan Sofia memiliki sifat yang sama yaitu keras kepala. Bagaimana pun, Ren tidak akan bisa menghalangi keinginan mereka.
"Saya akan mengantar Nona Chloe sampai ke puncak gunung, tapi berjanjilah satu hal kepada saya."
"Aku tidak bisa berjanji untuk sekarang?"
"Berjanjilah Anda tidak akan pingsan."
Chloe benar-benar tidak bisa berjanji itu. Dibandingkan dia harus merasakan rasa sakit luar biasa seperti sebelumnya, Chloe akan lebih memilih untuk pingsan.
"Belum ada apapun yang terjadi?" bingung Sofia.
"Anda sudah melakukannya. Nona Chloe pasti akan menyelamatkan kami semua nantinya."
"Tunggu dulu—!"
Tabib itu memberikan Sofia kepada Kesatria itu.
"Aku tidak bisa meninggalkan kalian berdua disini!" teriak Sofia tak terima. "Tuan Kesatria! Tolong lepaskan aku!"
"Saya akan mengantarkan anda ke gereja Dewa Matahari. Anda akan aman disana."
"Tidak! Jangan seperti ini! Kumohon!"
Sofia menangis perlahan sambil terbang menjauh. Dia benar-benar tidak mau meninggalkan tabib dan wanita itu disana.
"Saya akan memberikan bantuan setelah mengantar Nona Sofia ke tempat yang aman."
DRRK!
"AAAAAAAAAHHHH!!!"
Mereka semua terkejut melihat menara lonceng yang miring.
"Sial!"
Salah seorang Kesatria itu hendak menyelamatkan namun sepertinya percuma. Dia tidak bisa menahan menara yang miring dengan kekuatannya.
Para warga yang berada di dalam menara kemudian terjatuh ke tanah.
Melihat banyaknya yang akan menjadi korban, Sofia menutup matanya ketakutan. Dia tidak mau lagi melihat kematian seseorang.
"AHH—!"
"Aku selamat?!"
"Huh?!! Apa ini?"
Sofia kemudian membuka matanya melihat para warga itu masih selamat dan tidak terjatuh ke tanah. Itu seperti ada udara yang membuat para warga mengapung.
"Nona! Anda berhasil!"
Tabib itu berteriak senang dan menghampiri Sofia. Dia juga mengapung di udara sekarang.
Sofia sadar ini karena Chloe mendengar panggilannya dan langsung mengirim Elemental untuk menyelamatkannya. Dia lega melihat itu.
"Ini berkat Kak Chloe!"
"Apa maksud Ayah?" bingung Arabella.
Pupil matanya bergetar, tubuhnya juga bergetar. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Kita harus meninggalkan wilayah ini?" ulang Arabella.
"Itu hanya sementara, Bella. Sampai kita bisa menemukan cara untuk memadamkan api ini," jawab Dylan.
Arabella menggertakkan giginya kesal. Dia sungguh tidak suka dengan keputusan yang baru saja diambil oleh Dylan. Namun, ini memang cara terbaik. Mereka akan menyelamatkan warga yang masih bisa di selamatkan, dan akan membawa mereka ke tempat lain yang belum terkena api hitam itu. Untuk jangka waktunya sendiri, Dylan tidak tahu. Dia hanya akan menunggu sampai ada cara untuk memadamkan api, setelah itu para warganya bisa kembali kesini.
Hal yang tidak Arabella suka disini adalah Dylan akan terpaksa menggunakan kekuatan Chloe jika sudah tidak ada pilihan, namun akan menunggu sampai kondisi Chloe benar-benar stabil.
Arabella tahu ini adalah kondisi yang sulit. Dia tidak mau menggunakan kekuatan Chloe, namun jika tidak seperti itu, rumah tangga Duke Ernest ini akan menghilang.
"Pertama-tama, saya dan Cedric akan pergi ke ibukota terlebih dahulu untuk memastikan keadaan disana. Sekaligus mengecek apakah disana juga terkena api hitam ini. Sisanya, semua yang ada disini akan membantu menyelamatkan warga lainnya dan membawanya ke tempat yang aman jika saya sudah mengabari. Untuk sementara, kalian bisa membawa mereka ke gereja Dewa Matahari."
"Apa... gereja Dewa Matahari tidak ikut terbakar oleh api hitam ini?" tanya Henry.
"Seharusnya tidak," jawab Dylan. "Mengingat kekuatan energi gelap ini berlawan dengan energi suci milik Dewa Matahari, seharusnya gereja Dewa Matahari akan menjadi tempat satu-satunya yang tidak terbakar api hitam ini."
Henry mengangguk-anggukan kepalanya.
"Hah! Tuan!" Cedric berteriak kaget.
Dylan mengerutkan keningnya ketika Cedric tiba-tiba berteriak dan membuatnya terkejut. Dia kemudian mendekati Cedric dan melihat apa yang terjadi.
"Menaranya runtuh!"
Dylan dan yang lainnya melihat menara lonceng yang miring, kemudian banyak orang yang terjatuh. Namun, ajaibnya mereka dapat melayang di udara.
"Apa ada brigade Penyihir yang tersisa disitu?"
Chris berpikir mungkin mereka dapat melayang di udara karena ada Penyihir yang menggunakan sihir penerbangan.
Cedric kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Itu bukan mana, melainkan Elemental angin."
"Huh? Nona Chloe melakukannya...?" kaget Chris.
SRING!
Tiba-tiba saja, angin di belakang mereka berhembus dengan cepat. Mereka berbalik ke belakang melihat ada seseorang yang terbang dengan cepatnya namun saking cepatnya mereka tidak tahu siapa orang itu.
"Chris," titah Dylan.
Chris yang memiliki penglihatan paling bagus itu mencoba menangkap sosok yang baru saja melewati mereka.
"Itu... Ren? Ren dengan Nona Chloe kembali? Tunggu, mengapa mereka menuju ke puncak gunung?" bingung Chris.
Dylan kesal ketika mendengar itu. Dia pikir jika dia menyuruh Ren untuk membawa Chloe pergi, dia tidak akan kembali lagi. Tapi, kenapa Ren juga tidak bisa untuk melawan keinginan gila Chloe.
Pria itu kemudian menyuruh Chris untuk mengikutinya dan menyusul Ren dan Chloe.
"Chris, ikuti aku!"
"Baik, Tuan!"
"Tuan," panggil Cedric tepat sebelum Dylan dan Chris pergi. "Saya harap, Tuan Duke tidak menghalangi Nona Chloe."
"Nona, apa benar-benar tidak apa-apa kita melewati Duke seperti itu?" tanya Ren khawatir.
"Tidak perlu dipikirkan, Ren."
Ren bergerak cepat di udara menuju ke puncak gunung seperti yang dikatakan Chloe. Dia bergerak sangat cepat karena kemampuan Chloe meminjam kekuatan Elemental angin.
Pria itu merasa sedikit takut karena ini sudah pasti menentang keinginan Duke Dylan. Dia takut Duke Dylan akan memburunya sekarang.
Dalam waktu singkat saja, keduanya sudah sampai di puncak gunung. Terlihat ada susunan batu-batu yang membentuk menara. Itu sangat tinggi.
'Sepertinya mereka bertiga melakukan pekerjaannya dengan baik?' batin Chloe tertuju pada Natasha, Henry dan Xavion.
"Antar aku ke atas menara batu itu."
Ren kembali menuruti keinginan Chloe. Dia terbang dengan tinggi hingga sampai di atas menara batu tersebut.
"Turunkan aku disini," ucap Chloe.
Ren sebenarnya khawatir tentang itu karena menara batu itu terlihat rapuh dan takut Chloe terjatuh ketika kehilangan keseimbangannya.
"Berhati-hatilah, Nona."
Chloe hanya menjawab dengan anggukan singkat. Dia berdiri di atas menara batu itu sekarang.
"Ren," panggil Chloe.
"Ya?" sahut pria itu cepat.
"Tolong tangkap saya jika saya pingsan."
Ren yang mendengar itu hanya dapat merespon dengan anggukan pelan dan senyuman pasrah. Padahal, Ren tadi sudah meminta Chloe untuk berjanji untuk tidak pingsan. Namun sekarang, seolah-olah Chloe tahu dia akan pingsan.
Chloe mengedarkan pandangannya ke langit-langit. Gadis itu bisa melihat matahari yang mulai muncul. Waktu berjalan sangat cepat.
Dalam novel Red Witch pertama, Beatriz menggunakan cara seperti ini untuk mengalahkan Ru. Jika mengikuti alur dalam novel Red Witch, seharusnya ada Naga petir yang bersemayam di daerah utara Kerajaan Rondland. Chloe dapat memanggilnya jika menyusun batu-batu seperti ini hingga cukup tinggi untuk disebut menara. Chloe juga harus berdiri di atas menara batu tersebut untuk memanggil sang Naga.
Chloe mulai merapal mantra.
"Batu, tanah, air, api, angin, dan petir. Aku Chloe Ernest, Sang Elementalist memanggilmu, wahai Sang Naga penjaga bumi!"
Tiba-tiba saja, langit yang mulai cerah itu berganti dengan awan mendung yang gelap. Terdengar beberapa kali suara petir-petir menyambar.
BZZT!
CTARR!
CTARR!
CTARR!
Setelahnya, terdengar auman Sang Naga di seluruh dunia.
GROAARR!
Angin berhembus kencang. Langit tidak memantulkan cahaya matahari lagi. Petir menyambar dengan kuat. Awan terlihat sangat gelap. Itu adalah pemandangan langit yang paling menakutkan.
Tidak lama setelah itu, awan-awan terlihat seperti pusaran air. Sesuatu keluar dari lubang tersebut.
Itu adalah Sang Naga yang berelemen petir.
Chloe menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Dia melihat Naga dengan kekuatan maha dahsyat itu dengan tatapan tidak percaya. Naga fiksi yang biasa dia lihat di dalam buku, sekarang terlihat oleh kedua matanya secara langsung.
"Kemarilah, anak pintar!"
Naga itu menuruti dan mendekati Chloe tanpa menyerang.
Gadis itu mengelus kepala Naga petir itu dengan lembut.
"Tolong pinjamkan kekuatan mu untuk mengobati bumi ini."
Naga itu menuruti keinginan Chloe karena tahu bahwa Chloe adalah seorang Elementalist. Perlahan, Naga itu berubah menjadi Naga yang berelemen air. Itu karena Chloe meminjam kekuatan Elemental air dan menyatukannya dengan Naga tersebut sehingga Naga petir itu berubah menjadi Naga air.
Naga air tersebut kemudian kembali masuk ke dalam lubang di langit. Lalu, perlahan rintik-rintik air hujan turun membasahi bumi.
Ren yang juga melihat itu dari dekat merasa takjub. Itu juga kali pertamanya melihat Naga.
Pria itu kemudian merasakan rintik-rintik hujan. Dia kemudian melihat ke arah bawah. Tanah dengan api hitam itu perlahan menghilang ketika terkena hujan.
"Hebat—!"
"Ukh! Uhuk!"
"Nona!"
Chloe sedikit terhuyung. Dia juga kembali batuk darah. Gadis itu sudah berada di batasnya. Namun, masih ada hal yang harus dikerjakannya.
"Tunggu sebentar lagi..." lirih Chloe tertuju pada Ren.
Chloe kemudian mengepalkan tangannya. Itu seperti dia sedang berdoa. Tidak lama, bumi juga bergetar hebat.
"Apa ini gempa?!" kaget Ren.
Perlahan, sesuatu yang dirusak, pulih kembali. Hutan yang gundul, perlahan kembali tumbuh pepohonan disana. Bangunan-bangunan yang runtuh, dalam sekejap sudah kembali normal. Selain meminjam kekuatan Elemental air, Chloe juga meminjam kekuatan Elemental tanah. Dia menggunakan kekuatan Elemental air untuk memadamkan api hitam, dan menyembuhkan luka-luka semua orang. Sementara itu, kekuatan Elemental tanah digunakan untuk mengembalikan kerusakan alam, dan kerusakan infrastruktur lainnya.
Para warga melihat cahaya yang berasal dari puncak gunung. Mereka saat itu berpikir seperti ada Dewa yang sedang menolong kesusahan mereka. Semua orang disana tersenyum bahagia, bahkan ada yang menangis karena bahagia. Semua rasa sakit mereka terobati begitu saja.
"Chloe..."
Mata Arabella berkaca-kaca melihat Chloe dari kejauhan. Saudarinya itu sekarang terlihat seperti Dewi. Dia mampu menolong semua orang, namun tidak untuk dirinya sendiri. Inilah yang membuat Arabella sedih.
"Ini... kekuatan Elementalist yang sebenarnya...!" komentar Cedric yang merasa takjub.
Semua orang yang melihat itu dibuat terpana dan takjub sekaligus.
"Nona Chloe, anda berha—UWAHHHH!!"
Ren berteriak kencang dengan sangat terkejut. Dia tiba-tiba saja terjatuh. Secara tiba-tiba, angin yang membuat dia melayang menghilang.
"NONA CHLOE!"
Ren berteriak kencang melihat Chloe yang juga terjatuh dari atas menara karena kehilangan kesadarannya. Seharusnya dia menangkap Chloe sekarang. Namun, tangannya tidak mampu menggapai Chloe.
"Sial!" Ren berdecak kesal.
Jika seperti ini terus, mereka tidak dapat mendarat dengan selamat.
"NONA CHLOE!"
"CHLOE!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments