"Dan, kau!" ucap Ari yang masih mengarahkan tangannya ke arah pegawai itu siapa lagi kalau bukan Ane.
Ane begitu terkejut. lantaran Ari mengarahkan tangannya tepat kearah dirinya dengan tatapan bak elang yang siap menyambar, sangat menakutkan dan mematikan.
Ane, apa yang sudah kamu lakukan! ini benar-benar menakutkan, Tuan Ari pasti marah? aku harus bagaimana? gumam hati Ane yang langsung menunduk tanpa berani mengangkat kepala.
"Kemari, kau." Ari menjentikkan satu telunjuknya agar Ane mendekat.
Tidak bisa menolak akan perintah mutlak itu. Ane dengan ragu-ragu berjalan mendekati Ari yang masih berdiri kokoh. "Mati kamu, Ane." Ane bergumam merasakan nasib hidupnya sudah di ujung tanduk.
Teman sejawat nya hanya bisa diam menyaksikan adegan menegangkan itu. di antara mereka tidak ada yang berani membela Ane, karena untuk bersuara saja mereka tidak sanggup terlalu berbahaya. bisa-bisa nasib mereka akan sama seperti temannya yang saat ini berdiri berhadapan dengan Ari.
Ane menunduk ketakutan di depan Ari dan Nana. dirinya tidak bisa lagi bersiap sok jagoan seperti tadi ini benar-benar Mala petaka baginya. ruangan Butik itu menjadi sunyi dan menegangkan, apa lagi yang saat ini rasakan Ane. ia seperti tengah di hakimi atas perbuatannya.
Ari berdehem seolah memberi isyarat kepada Ane untuk bersuara dan Ane mengerti.
"T-tuan Ari, s-saya minta maaf." ucapnya terbata-bata.
"Kenapa kau minta maaf kepada ku?" Seru Ari setengah membentak untuk menambah kesan menegangkan. "Minta maaflah yang benar." Tambah nya ketus.
Ane mengangguk paham. perlahan ia menggeser tubuhnya kearah Nana yang terus menunduk, sekilas Ane melirik Nana tapi tidak ada tatapan marah malah tatapan itu seolah mengisyaratkan kalau dirinya benar-benar menyesal.
"Nyonya, s-saya minta maaf atas ke kurang ajaran saya tadi kepada, Nyonya." Ucap Ane gugup.
"Saya, bukan Gembel Nyonya!" seru Nana tiba-tiba, yang mana membuat semua orang termasuk Ari terkejut.
"Kau, benar-benar kurang ajar. Sudah menghina calon istri ku dengan sebutan Gembel." bentak Ari kepada Ane yang tidak bisa lagi membela diri.
"Ma-maaf Tuan Ari, saya-
"Stop, kau jangan bicara lagi. sekali lagi kau bicara. aku patah, 'kan leher mu!!" Seru Ari lantang.
Ane dan Semua orang yang ada di Butik itu kembali di buat ketakutan akan ucapan Ari begitu juga dengan Nana.
Tuan Ari sangat menyeramkan, aku takut. batin Nana yang langsung mundur setengah langkah dari posisinya tadi.
Dari arah lain datang satu sosok pria dengan wajah khawatir. yang sudah di pastikan kalau dirinya adalah Manajer butik itu. melihat sang Manager datang Ari hanya memasang wajah datar, sedangkan Ane masih menunduk seolah sudah pasrah.
"Tuan muda Ari, tolong maafkan
pegawai saya. dia mungkin tidak tau, kalau Nyonya ini adalah calon istri, Tuan." Jelasnya tidak enak. sedangkan tatapan mata melirik Ane murka.
Ari menyeringai mendengar ucapan Manager itu. lalu ia mendesah merasakan bosan "Aku tidak mau tau, pokoknya dia harus di Pecat." Ari menunjuk Ane jengkel. "Kalau dia masih ada di Butik ini, saya pastikan. keluarga besar saya, dan saya pun tidak akan
sudi lagi menginjakan kaki di tempat ini." tuturnya puas.
Ane menghela napas panjang dengan linangan air mata.
Aku pantas mendapatkan ini.
Manager itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. dengan terpaksa dirinya memecat Ane sesuai keinginan Ari, sang Manager berpikir lebih baik kehilangan satu Pegawai dari pada harus kehilangan pelanggan Konglomerat Butik tempatnya bekerja.
Setelah mendapatkan keinginannya. Ari keluar dari dalam Butik dengan masih menggenggam tangan Nana di ikuti Sekertaris Jaka yang seolah tak terlihat.
.
.
mobil melaju meninggalkan Butik. di dalam mobil keduanya diam tidak ada yang bersuara. terasa sunyi yang di rasakan ketiganya apalagi sekertaris Jaka, dirinya memilih fokus menatap jalan.
Nana bersandar lemas seraya melihat indahnya jalan kota A. sedangkan Ari terus menatap Nana intens.
Dia pasti sedih. batin Ari.
"Tuan, kita akan Mall.?" Ucap Jaka pelan.
"Ya." Sahutnya singkat dengan mata yang enggan berpaling.
Jaka mengangguk. "Baik, Tuan."
"Kenapa kepala mu dari tadi terus melihat jalan? apa tidak pegal?" Tanya Ari.
Nana menoleh membawa kepalanya dan tersenyum tipis. "Tuan Ari, terimakasih sudah mau menolong saya tadi." ucap Nana sopan alih-alih menjawab pertanyaan Ari.
"Sudah lupakan saja, dia memang pantas di perlakukan seperti itu. Asal kamu tau, aku tidak sepenuhnya menolong mu?"
"Maksud, Tuan.?" Nana memiringkan kepala dan menatap Ari bingung.
"Ya, aku tidak sepenuhnya menolong mu. aku memang tidak suka pada pegawai itu, karena dia selalu saja bertingkah di hadapan ku. kebetulan sekali aku melihat dia sedang memaki mu. jadi, aku memanfaatkan kesempatan untuk menyingkirkannya. Sekarang dia sudah di pecat dari butik, dengan begitu aku tidak lagi melihat pegawai genit itu menyebalkan." jelasnya puas.
Pria ini tidak bisa di tebak, ternyata dirinya tidak benar-benar menolong ku. aku hanya di jadikan umpan saja? batin Nana yang memilih diam dan enggan menanggapi ucapan Ari.
Sekertaris Jaka hanya bisa diam membisu dirinya tidak ikut bersuara, karena ia tahu siapa dirinya dan siapa itu Tuan muda Ari.
Tuan Ari, saya berharap anda bisa memperlakukan Nona Nana lebih manusiawi. lirih hati Jaka yang merasa iba kepada Nana tapi dirinya bisa apa?
Di dalam mobil itu kembali hening untuk beberapa saat. sampai Nana teringat sesuatu.
"Tuan Ari, berarti yang tadi Tuan kata, 'kan juga bohong.?"
"Kalau yang itu, aku tidak berbohong?" sahutnya singkat dengan senyuman penuh arti.
"Apa maksud Tuan? saya tidak mengerti?" Nana merubah posisi duduknya untuk melihat wajah tampan sang Tuan muda Ari.
"Dengarkan aku baik-baik, aku tidak berbohong! kau memang calon istri ku!"
"Maaf. Tuan, tapi bukannya saya hanya akan bekerja di rumah Tuan? kenapa sekarang Tuan berbicara kalau saya calon istri, Tuan?"
Sebelum memberi jawaban Ari mengendus kesal karena Nana sudah merusak suasana hatinya. "Tempo hari ketika kamu meminta tolong kepadaku, apa yang aku ucapkan.?" Ari menatap Nana intens.
Nana menatap asal seperti tengah berfikir. "Tuan Ari bilang, kalau Tuan tidak butuh uang saya. Tuan hanya butuh tenaga saya!"
"Pintar, kau tidak lupa. waktu aku ke rumah mu yang jelek itu, kau lupa pada ku? apa kau sengaja.?" Ari sadar akan kejadian di rumah Nana.
Nana menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, waktu itu saya benar-benar lupa. saya tidak berbohong." jawab Nana dengan raut wajah ketakutan.
"Oke, aku akan percaya. tapi awas kalau kamu coba-coba berbohong lagi, kamu dengar?" Ari memberi ancaman lewat sorot matanya yang tajam itu.
Nana tidak menjawab, ia hanya mampu mengangguk paham.
"Ya, tempo hari aku belum selesai bicara. tapi kau sudah memotong ucapan ku." Serunya dengan jari yang di arahkan ke kening Nana dan mengetuk kening sang dara seperti meledek.
"Maaf, Tuan." Nana terlihat pasrah walaupun di dalam lubuk hatinya menyimpan rasa marah.
Aku seperti orang yang tidak punya harga diri saja..batin Nana yang terus tersenyum tipis.
"Hari ini jangan menyela lagi ucapa ku, biar aku menyelesaikan perkataan ku tempo hari." ujarnya santai.
Nana kembali mengangguk paham yang mana membuat Ari tersenyum.
Dia benar-benar polos. bagaimana kalau dia di tinggal di kota ini sendirian, pasti dirinya sudah menjadi budak manusia bejat..gumam Ari tanpa sadar dirinya adalah orang itu, hanya saja hatinya mengelak.
"Waktu itu. aku memang mengatakan kalau aku hanya butuh tenaga mu? tenaga sebagai seorang (Istri)" jelasnya.
Mata Nana membulat sempurna. tubuhnya seketika bergetar, kata 'istri' seperti ombak besar yang menggulung tubuhnya. jangan tanya bagaimana dengan dekat jantungnya karena organ itu sudah ingin meledak saja.
Jadi, aku sudah salah paham? oh tuhan, sekarang aku harus bagaimana? tidak mungkin aku dan pria jutek ini menikah. batin Nana kebingungan.
Nana kelabakan mendengar ucapan Ari. tapi Ari tidak perduli dirinya malah asik bersandar dengan wajah sumringah membiarkan sang dara kebingungan.
"T-tapi tuan, saya tidak mau jadi istri Tuan! saya akan bayar hutang saya cukup hanya bekerja jadi pembantu Tuan saja." ucapnya terbata-bata, raut wajah itu terlihat pucat. bayangkan saja di usianya yang masih sangat muda ia harus menikah! dan itu dengan pria arogan seperti Ari, laki-laki bule yang kaya raya. apa Nana tidak punya otak sampai menolak sang Tuan muda itu yang kita pikirkan.
Sebelum kita berpikir lebih jauh. mari kita lihat Nana, ia tahu diri menjadi istri dari laki-laki yang ada di samping nya adalah sesuatu hal yang mustahil. terlalu banyak perbedaan di antara mereka.
Ari memicingkan satu matanya kesal. "Sudah, tidak ada penolakan. aku tidak butuh pembantu sepertimu, pembantuku sudah banyak." Sahutnya percaya diri karena memang itu kenyataannya.
Ya tuhan, kenapa jadi begini? aku harus cepat-cepat menyelesaikan masalah ini. aku tidak mungkin menikah dengan Tuan Ari. gumam hati Nana yang tengah mencari ide untuk merubah niat sang Tuan muda, sampai keduanya diam dengan pikiran masing-masing.
Beberapa saat kemudian, mobil yang membawa mereka sudah sampai di basemen mall tersebut, turunlah Sekertaris Jaka dan langsung membuka pintu untuk Ari dan Nana.
"Tuan muda, kita akan makan dulu"?
"Ya, cari, 'kan Restoran yang bisa dia makan." Ari melirik Nana yang berjalan di sampingnya seperti orang udik.
"Baik, Tuan muda." Sekertaris Jaka mengangguk seperti biasa dan berjalan terlebih dahulu meninggalkan Ari dan Nana.
"Tuan, apa di sini ada orang yang seperti- Eum.?"
Ari yang paham akan ucapan Gadis mungil itu hanya menggelengkan kepala tanpa mengeluarkan suara.
Nana mengangguk paham lalu kembali menatap area Mall.
Tuan ini seperti burung hantu..batin Nana dengan seutas senyum membayangkan Ari berdiam di dahan pohon menyoroti orang dengan mata tajamnya. seandainya Ari tahu apa yang tengah di pikiran Nana mungkin sesuatu di luar nalar akan terjadi.
"Mari Tuan muda, Nona" ajak jaka.
"Kita akan makan sebentar, setelah itu belilah beberapa pakaian untuk menutupi tubuh kecil mu ini." Ari memindai penampilan Nana datar.
Yang di ajak bicara hanya diam, karena Nana sibuk sendiri melihat tempat yang sangat besar dan mewah. saking asiknya Nana sampai tidak mendengarkan ucapan Ari.
Di tengah kekaguman akan Mall itu, Nana kembali di kejutkan dengan perlakuan Ari. "Tuan?" Mata sipitnya bergantian menatap Ari dan tangannya.
"kamu tetap di sampingku, jangan sampai
kejadian di Butik tadi terulang kembali." jawaban ambigu itu hanya di respon anggukan kepala dari Nana.
Diam-diam Ari tersenyum melihat tingkah Nana..
Secepat ini kah aku jatuh cinta?
SELAMAT MEMBACA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
jhon teyeng
yah sombong ego tdk mengakui hatinya🤣🤣🤣🤣
2022-12-20
0
Rasyidan
suka..suka...suka
2021-08-12
0
Desi Afrina
bakalan bucin ini si ari
2021-02-15
0