Kini mereka sudah sampai di Rumah Sakit tersebut. Nana terlihat berbunga-bunga dirinya merasa senang karena sudah di pastikan sang nenek akan baik-baik saja. kakinya berjalan kearah di mana Nenek Asri di rawat, sedangkan Sekertaris Jaka dan Mandor Jaya pergi kebagian lain guna mengurus Administrasi Nenek Asri.
Dengan ceria Nana masuk ke dalam Ruangan di mana Neneknya di rawat. Tapi setelah melihat jarum Infus yang menancap di Tangan Keriputnya, membuat Nana sedih, ia usap tangan keriput itu penuh kelembutan. Betapa hatinya hancur melihat keadaan sang Nenek, orang yang amat ia cintai terbaring lemah di atas ranjang perawatan
"Nek, ini Nana, Nenek bangun dong jangan tidur terus, Nenek harus bangun jangan tinggalin Nana. Hiks..hiks...hiks..." Nana menangis meratapi nasib sang Nenek. "Maafkan, Nana, karena Nana belum bisa bahagiain Nenek," Lirihnya penuh kesedihan. kemiskinan benar-benar membuat keduanya bagaikan seonggok kotoran yang tidak layak untuk di dekati, Desa X benar-benar tempat yang cocok untuk keduanya.
Nana terus menangis di dekat Neneknya, sampai ia mendengar suara pintu yang di buka dan itu adalah Dokter dengan beberapa perawat. "Nenek Asri, akan melakukan operasi sekarang." Ucap Dokter tegas.
Dengan linangan air mata Nana mengangguk. "Ya, Dok."
Di depan pintu ruang operasi. Nana terus melantunkan Doa untuk Neneknya yang saat ini tengah bertaruh dengan nyawa, di sampingnya Bu Aan senantiasa menemani Nana. wajah keduanya terlihat tegang terlebih Nana.
"Nan, kamu tenang, mudah-mudahan operasinya berhasil ya, Nan." Bu Aan menguatkan Nana dengan elusan di bahu gadis manis itu.
Nana tersenyum hambar.
"Terimakasih Bu, maaf. Nana sudah Merepotkan Ibu." Ucapnya tidak enak.
"Tidak Nan, kamu jangan bicara seperti itu. ibu udah anggap kamu dan Nenek Asri seperti Keluarga Ibu." Kata-kata Bu Aan membuat Nana tersentuh, Bu Aan dan keluarganya memang sangat baik terlebih kepada dirinya.
"Terimakasih, bu." Nana memeluk bu Aan sebagai tanda syukur betapa baiknya wanita yang saat ini duduk bersamanya.
Di depan pintu operasi hanya ada Nana dan Bu Aan. sedangkan Pak Rudi suami dari Bu Aan, sudah pulang duluan karena Anak-anak mereka tidak ada yang menjaga di rumah.
Sedangkan Pak Jaya dan Sekertaris Jaka sudah meninggalkan Rumah Sakit setelah selesai membayar biaya operasi Neneknya. karena sang tuan muda Ari tidak bisa di tinggal di Area Perkebunan terlalu lama, itu akan membahayakan pria bule itu pikir Jaka.
Beberapa jam kemudian. pintu ruang operasi yang tadi tertutup, kini terbuka menandakan operasi sudah selesai. dan keluarlah satu sosok pria dengan baju putih yang di balut baju lainnya.
Nana mendekati Dokter di temani Bu Aan. tapi keduanya melihat ekspresi wajah pria itu bingung, dan berhasil membuat Nana ketakutan.
"Bagaimana, Dok. Nenek saya.?" Tanya Nana penasaran, kedua tangannya sampai berkeringat dingin saking gugupnya.
Dokter itu menghela nafasnya pelan "Begini?" Kalimatnya menggantung karena ia tengah mengatur napas. "Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain! Nenek kamu tidak dapat terselamatkan. karena beliau sangat lemah dan itu mempengaruhi detak jantungnya. maaf, saya tidak bisa berbuat banyak kamu yang sabar. percayalah, ini sudah Kehendak Tuhan, sekarang Nenek kamu sudah tidak merasa sakit lagi." Jelas Dokter dengan raut wajah sedih. "Saya, Permisi." Pria berjas putih itu melenggang pergi meninggalkan Nana yang masih diam seperti patung.
Nana masih diam, dirinya bagaikan di tikam pisau yang amat banyak, kabar yang di bawa Dokter benar-benar belum ia terima. hanya matanya saja yang bereaksi terbukti buliran bening keluar dengan derasnya. yang ia rasakan dunia seperti runtuh.
Nana tersungkur tak berdaya, menangis sejadinya, "Nenek, jangan tinggalkan Nana." Tangisannya tumpah ruah, tubuh kecil itu seperti melayang. kakinya bergetar hebat.
"Nenek...Nenek. "Nana mulai menangis histeris.
Bu Aan berjongkok dan ia langsung mendekap tubuh kecil itu erat, sambil terisak Bu Aan menenangkan Nana "Yang sabar. Nan, ini sudah takdir tuhan. kamu harus kuat ada Ibu di sini." Serunya penuh haru.
Jenazah Nenek Asri sedang di Mandikan, dan Nana terus mendamping Jenazah Neneknya. dengan linangan air mata, ia mengingat Kenangan bersama Neneknya. bahkan ketika Neneknya akan pergi meninggalkan dirinya, Almarhum tidak berpesan apapun untuknya, bahkan Nana tidak dapat melihat senyum sang Nenek untuk yang terakhir kali. hanya senyuman beliau semasa hidup yang saat ini menemani kesedihannya.
Benar, ini sudah Takdir Tuhan. kamu tidak bisa melawan takdir Nana, apapun yang terjadi ini sudah Kehendak Tuhan. lirih hati Nana yang saat ini duduk dekat dengan Neneknya di ruang Jenazah.
Nana menguatkan dirinya sendiri, tapi bagaimana rasanya nanti ketika di rumah sederhana itu ia huni sendirian, mengingatnya saja sudah membuat Nana menangis.
Proses Pemakaman Jenazah Nenek Asri sudah selesai. dan Nana dengan gontai berjalan meninggalkan pusara sang Nenek di temani bu Aan.
Sekarang aku sendirian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Lasmi Kasman
Udah pinjem neneknya engak selamat lg payah Kak
2021-09-10
0
Fiki Septiadi
😢😢😢😢😢
2021-07-28
0
Citra Kamila
cerita nya terlau bertele tele..jadi bosan bacanya
2021-06-29
1