LOMPAT

Hari ini adalah hari terakhir Noval jaga malam karena besok, ia akan mendapat giliran jaga pagi. Keadaan sunyi seperti biasanya. Hanya denting jam dinding yang meramaikan. Noval menguap beberapa kali. Ingin menyeduh kopi tapi batinnya tidak yakin. Alhasil, ia bertahan di loby. Saling beradu kuat dengan rasa kantuk. Sesekali ia kalah, ditandai dengan dagunya yang membentur meja. Berjaga seorang diri benar-benar terasa sepi, sunyi dan tentu saja mencekam. Terlebih, Noval telah mengalami banyak hal.

Entah dari mana asalnya, perlahan tengkuk Noval terasa dingin. Semakin dirasakan, semakin ia yakin. Angin ini berembus pelan, timbulkan efek segar di tengkuk Noval. Tak lama, pipinya turut dingin juga. Tampaknya, embusan angin turut menerpa pipi Noval. Noval mulai mencari-cari, barangkali ada pintu atau jendela yang terbuka. Sayangnya, tidak ada, semua telah ditutup rapat.

Sekali lagi angin lembut menerpa, Noval mematung dalam diam. Lamat-lamat ia mendengar, ada suara seseorang di lantai dua. Seolah tengah berbincang tapi, hanya satu suara saja yang ia dengar. Noval yakin, tidak mendengar ucapan dari lawan bicaranya. Khawatir ada maling, Noval lantas naik ke lantai dua dengan berjingkat. Menjaga langkahnya agar tidak menimbulkan suara.

Benar saja, ada seorang perempuan berpakaian sangat rapi di balkon lantai dua. Dari tampilannya yang menggunakan blues lengan pendek serta rok hitam sepanjang lutut, Noval menduga bahwa ia adalah karyawan. Noval tidak bisa memastikan identitasnya karena perempuan itu membelakanginya. Akhirnya, Noval bertanya dengan sopan.

"Mbak ini, siapa? apa sedang lembur sekarang? kenapa tidak ada yang melapor kepada saya? sekarang juga sudah sangat larut, apa tidak bisa dilanjutkan besok saja pekerjaannya?"

Perempuan itu hanya memberikan jawaban dengan senyum tipis di bibirnya. Noval sama sekali tidak mengenali perempuan yang kini berhadapan dengannya.

"Mbak ini, siapa? maaf! saya tidak mengenali mbak. Apa mbak pegawai baru di sini?"

"Saya.."

Belum juga dilanjutkan, perempuan itu telah merubah raut wajahnya menjadi sedih.

"Saya pegawai lama," jawab perempuan itu kemudian.

"Maaf ya saya lancang! saya tidak bisa mengenali pegawai lama. Maafkan saya mbak! mbak, namanya siapa ya?"

"Devi."

"Emm.. Devi.." benak Noval sembari coba mengingat, apakah benar ada pegawai kantor yang bernama Devi.

"Masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan pak," sahut Devi.

"Oh baik mbk, silahkan dilanjutkan, saya akan kembali ke bawah!"

Perempuan itu pun mengangguk. Baru saja berbalik, Noval seketika tercekat kala mendengar suara Devi menjerit. Noval kembali berbalik namun, sudah terlambat. Perempuan itu telah melompat dari lantai dua. Andai kepalanya tidak terbentur lebih dulu, mungkin dia masih bisa diselamatkan.

Bukannya bergegas turun, Noval malah terpaku melihat jasad Devi yang tertelungkup di tanah. Tatapan Noval terlihat kosong tapi batinnya, bergejolak hebat. Seperti ada dorongan yang begitu kuat. Suara batin yang memintanya untuk melompat juga. Bahkan, kaki kanan Noval sudah melangkah ke depan. Disusul dengan langkah berikutnya. Beruntung, sepersekian detik kemudian, Noval dapat menguasai diri dan lekas beringsut mundur.

"Astaghfirullah!" pekiknya.

Dorongan untuk melompat masih ia rasakan. Begitu kuat hingga Noval berteriak. Dia memaki suara yang tak ia ketahui milik siapa. Suara yang terus berdengung di batinnya.

"Sialan! jangan ganggu aku! pergi!"

Noval kembali terdiam kala mendengar suara yang begitu dekat. Seolah tengah dibisikkan oleh seseorang ke telinganya tepat. Begitu lembut menyapa indra pendengaran.

"Lompat.. lompat Noval.. Ayo..!"

Noval beringsut mundur seraya menutup kedua telinganya.

"Noval... lompat..!"

"Diam! pergi kamu!" teriak Noval.

"Lompat saja, ayo lompat!"

"Aaaaaarrgg!!!"

Noval menggeleng kepalanya sembari mengucap banyak istighfar lalu bergegas pergi dari sana. Ketika sampai di teras pabrik, Noval lekas berteriak memanggil pak Edi.

"Pak Edi! ada yang bunuh diri pak! pak Edi!"

Pak Edi terjingkat seraya lekas menghampiri Noval.

"Di sana!" tunjuk Noval sembari berlari.

Pak Edi mengikutinya dari belakang. Sayangnya, tidak ada apa pun ketika mereka sampai ke lokasi yang Noval maksudkan. Jangankan pak Edi, Noval pun terlihat kebingungan.

"Mana Val yang bunuh diri?" tanya pak Edi.

"Tadi, di sini pak. Dia lompat dari atas sana. Kepalanya pecah, darah di mana-mana tapi.."

"Mana? kamu mengigau ya? ketiduran kan tadi?"

"Enggak pak, saya yakin sekali. Kami sempat ngobrol kok sebelumnya."

Pak Edi memasang raut menyelidik. Sementara Noval terus meyakinkan kalau apa yang ia katakan, sungguh sebuah kebenaran. Tak ada yang ia buat-buat, apalagi sengaja membuat keributan tanpa tujuan yang jelas.

"Ke pos dulu lah kita, ceritakan pelan-pelan di sana!" ajak pak Edi.

"Iya pak."

...🍂🍂🍂...

Usai mendengar cerita Noval, pak Edi memberikan reaksi yang berbeda dari biasanya. Pak Edi yang biasanya terkesan cuek, kini terlihat khawatir. Pak Edi mengatakan kalau sebaiknya, Noval resign saja. Tentu hal ini ditolak keras oleh Noval. Bukan tanpa alasan, pak Edi berkata demikian. Hal itu dikarenakan gangguan yang Noval alami, sudah mengancam keselamatan. Noval mengerti tapi sudut hatinya yang lain, merasa tidak rela untuk melepaskan.

"Bisa dimengerti sih, kalau memang kamu merasa berat ya sudah. Hati-hati sajalah!" pesan pak Edi.

Entahlah, ucapan pak Edi kali ini, benar-benar mengganggu pikirannya. Terlebih, pak Edi tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Noval berdehem seraya menyandarkan punggungnya di kursi.

...🍂🍂🍂...

Waktu pun berlalu, Noval mengendarai motornya menuju kossan. Di jalan, sesekali ia teringat akan sosok Devi yang bunuh diri tadi. Muncul juga rasa penasaran yang besar dalam benaknya. Noval mulai menduga kalau mungkin saja, kejadian itu memang pernah ada. Hanya saja, pihak pabrik menutup rapat beritanya. Orang baru sepertinya, tidak perlu tahu perihal kisah kelam di masa lalu.

...🍂🍂🍂...

Noval merebahkan diri di ranjang sembari menelpon sahabatnya, Adi. Tentu saja untuk menceritakan apa yang telah ia alami. Di kossan, ia tidak memiliki teman sebaya sehingga, hanya Adi lah tempatnya untuk bercerita. Ditambah status jomblo yang ia sandang menambah satu poin alasannya untuk menjadikan Adi sebagai tempat bercerita. Respon Adi, tak jauh berbeda dengan pak Edi. Dia juga menyarankan hal yang sama yakni, pindah tempat kerja.

"Mencari pekerjaan memang tak mudah tapi jika sudah nyawa yang menjadi taruhannya, bukankah tidak sepadan?" jelas Adi di ujung panggilan.

"Enggak kok. Aku rasa, hanya ini saja gangguan seperti ini. Lain kali, pasti lain lagi. Aku pasti bisa jaga diri."

"Hemm... kalau kamu sudah memutuskan, aku bisa apa?"

"Hemm.. doakan sajalah!"

"Ya-ya-ya-ya."

...🍂 Bersambung.. 🍂...

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙞𝙝 𝙙𝙖𝙝 𝙥𝙖𝙧𝙖𝙝 𝙜𝙖𝙣𝙜𝙜𝙪𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖

2023-07-28

0

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

pak edi manusia atau demit ya?
hati2 demitnya dah rusuh, ngajak2 bunuh diri

2022-10-14

0

Bintang kejora

Bintang kejora

Mgkn benar apa yg dikatakan Pak Edi, tp sygnya Noval tdk mau mengikuti saran Pak Edi 🙉🙉..
Noval tdk sadar bhwa dirinya dlm bahaya, krn bisikan gaib sdh mengajaknya tuk melakukan bunuh diri.
Smoga saja Noval baik² saja.

2022-08-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!