Menatap Senja
"Yah... Ayaaaah.... " aku memanggil suamiku.
"Ada apa Bun?" jawab suamiku dari luar kamar.
"Yaaaah tolooong" panggilku semakin lemah.
Tak lama kemudian suamiku datang menghampiri. Dia terlihat terkejut begitu membuka pintu dan mendapatiku duduk di pinggiran tempat tidur.
"Bunda kenapa?" tanyanya mulai khawatir.
"Yaaah bunda merasa sesak nafas. Coba deh pegang dada Bunda" ucapku lemah.
Dia langsung memegang dadaku sebelah kiri.
"Bun mengapa jantung kamu kencang sekali berdetak?" tanya suamiku mulai panik.
"Tolong yaaah... tolong bawa aku ke rumah sakit" pintaku semakin lemah.
"Iya.. iya.. ayo kita segera ke rumah sakit" sambut suamiku.
"Jangan lupa bawa tas Bunda yah, jilbab Bunda tolong ambilkan" perintahku.
Suamiku dengan sigap mengambil tas, cardigan dan jilbabku dan membantuku memakainya. Kemudian dia membantu aku berdiri dan berjalan pelan - pelan keluar kamar.
"Lho Yah, Bunda kenapa? Ayah sama Bunda mau kemana?" tanya putri sulungku yang masih berusia sepuluh tahun. Saat ini dia masih duduk dikelas empat sekolah dasar.
"Ayah sama Bunda mau ke Rumah Sakit sayang" jawab suamiku.
"Bunda sakita yah, sakit apa?" tanyanya lagi.
"Bunda.. Bunda.. " panggil si Bungsu sambil memeluk tubuhku. Tingginya masih dibawah dadaku. Tahun ini usianya masih genap lima tahun dan sebentar lagi dia akan masuk sekolah taman kanak-kanak.
Dadaku rasanya semakin sakit dan sesak. Aku semakin lemas.
Ya Allah.. apakah aku akan mati? Bagaimana dengan kedua anak - anakku yang masih kecil - kecil ini? Kuatkan aku ya Allah, aku belum siap meninggalkan mereka semua.
Aku memandangi suamiku dan dua anakku satu persatu.
"Yaah duduk dulu, aku gak sanggup" pintaku.
"Ya sudah Bun, Bunda duduk dulu. Ayah keluarkan motor dulu ya. Shifa kamu beranikan dirumah berdua saja sama adik kam? Ayah mau bawa Bunda ke Rumah Sakit sayang. Gak mungkin kita pergi bersama dengan keadaan Bunda seperti ini. Lagian Bunda sedang sakit" ucap suamiku secara pelan - pelan untuk membuat putri kecilku mengerti.
Walau terlihat seperti ketakutan tapi Putriku tetap menganggukkan kepalanya. Dia terlihat mengerti dengan keadaanku seperti ini.
"I.. iya Yaaah" jawabnya pelan.
"Adek ikut.. adek mau sama Bunda" rengek si Bungsu.
"Rayyan di rumah aja ya sayang sama Kakak berdua. Ayah sama Bunda gak akan lama. Kalau kalian takut, dikamar aja berdua hidupkan AC dan nonton TV. Kakak ayah tinggalkan HP bunda, Kakak pegang. Kalau ada apa yang sangat penting hubungi ayah. Tolong jaga adik kamu. Ayah bawa Bunda berobat dulu" ucap suamiku lembut.
Aku melihat kedua anakku seperti ingin menangis. Aku memeluk erat si Bungsu.
"Kalian di rumah saja ya sayang.. Bunda sama Ayah pergi dulu. Adek nurut sama Kakak, jangan bertengkar ya.. " ucapku pelan sambil terbata - bata.
Aku mencium puncak kepala putraku. Si sulung juga mendekatiku. Matanya terlihat berkaca - kaca.
"Bunda cepat sembuh ya.. cepat pulang" ucap si Sulung.
"Iya sayang" bergantian aku memeluk putra - putriku.
"Nanti ayah telepon Kakek Nenek ya buat temani kalian di rumah. Ingat jangan bukain pintu selain Kakek Nenek atau Tante ya" pesan suamiku kepada anak - anakku.
"Iya yaaah" jawab mereka tapi masih terlihat sedih dan takut.
Suamiku langsung mengeluarkan motor. Kemudian kembali ke rumah dan menuntunku ke luar rumah. Suamiku naik ke atas motor dan menyalakannya. Aku naik keatas motor kemudian motor mulai berjalan.
"Kunci pintu sayang..." ucap suamiku pada anak - anakku yang masih menatap kepergian kami dengan tatapan sedih.
Aku sangat tau mereka pasti sangat takut saat ini. Hanya berdua saja dirumah tapi mau bagaimana lagi. Aku harus meninggalkan mereka karena dadaku semakin sesak.
Suamiku mengendarai motor dengan kecepatan yang sedikit lebih kencang dari biasanya. Aku memeluknya erat dari belakang.
"Sabar ya Bun, sebentar lagi kita sampai" ucap suamiku dengan nada yang masih sangat khawatir.
"Iya" jawabku.
Karena letak rumah sakit tidak begitu jauh dari rumah kontrakan kami, tidak sampai sepuluh menit kami sudah tiba di Rumah Sakit.
Suamiku langsung menuntunku berjalan menuju UGD.
"Tolong suster.. tolong istri saya" suamiku memanggil seorang perawat yang berjaga malam itu.
Perawat langsung membantuku naik ke atas tempat tidur. Keringat ku masih mengalir disekujur tubuhku.
"Sebentar ya Bu saya panggil dokter" ucap perawat.
Tak lama kemudian seorang dokter datang bersama perawat yang tadi menyambutku.
"Apa keluhannya Bu?" tanya dokter itu ramah.
"Saya merasa sesak" jawabku pelan.
"Siapkan oksigen" perintah Dokter tersebut kepada perawat.
"Baik Dok" jawab perawat.
Dokter segera memeriksa dadaku, perawat memasang selang oksigen di hidungku. Kemudian perawat memeriksa tekanan darahku.
"Tensinya 140/100 Dok" lapor perawat.
Tensiku naik. Biasanya normal 110 /80. Batinku.
"Siapkan mesin EKG" perintah dokter itu lagi.
Perawat segera membawa mesin yang diperintahkan dokter.
"Maaf Bu kami periksa dulu detak jantungnya ya.. Menjagakan hal yang kita khawatirkan" ucap Dokter.
Mereka membuka bajuku dan memasangkan alat ke dadaku. Kulirik suamiku, dia terlihat masih khawatir.
Tak lama kemudian nafasku mulai lega perlahan - lahan. Alat - alat medis yang dipasang di dadaku di lepas.
"Apa hasilnya Dok?" tanya suamiku khawatir.
"Detak jantung ibu normal, walau memang sedikit lebih kencang. Tapi hal yang kita khawatirkan tidak terjadi. Ibu tidak terkena serangan jantung Pak" jawab Dokter.
Suamiku terlihat menarik nafas lega, begitu juga denganku.
"Ibu punya riwayat asam lambung?" tanya Dokter.
Aku mengangguk lemah.
"Sepertinya asam lambung Ibu sedang kumat. Kami beri suntikan ya bu, agar ibu lebih tenang" ucap Dokter.
Aku mengangguk lagi menjawab ucapan Dokter.
Perawat datang dengan membawa alat suntik. Sesuai perintah dokter dia seger meraih lengan kananku tepat di lekukan suka. Mencari urat tanganku dan kemudian memberikan suntikan kepadaku.
"Ibu istirahat sebentar ya, saya akan kasih resep" ujar Dokter.
"Apa istri saya perlu di opname Dok?" tanya suamiku.
Dokter tersenyum membalas pertanyaan suamiku.
"Tidak perlu Pak, sebentar lagi Ibu juga akan merasa lebih enak. Bapak dan Ibu boleh pulang. Saya akan kasih resep silahkan tebus di apotek" jawab Dokter.
Tiba - tiba aku teringat pada putra - putriku.
"Yah Shifa dan Rayyan" ucapku pada suamiku.
"Astaghfirullah.. Ayah lupa telepon Kakek Bun. Tapi kata dokter sebentar lagi kita sudah boleh pulang kok. Ayah rasa mereka aman kok di rumah" jawab suamiku.
"Kasihan mereka Yah, pasti saat ini mereka sangat ketakutan berdua saja di rumah" ucapku.
"Ibu yang tenang ya.. jangan terlalu banyak pikiran. Sakit asam lambung bisa kambuh kalau terlalu banyak pikiran atau ke khawatiran" pesan perawat kepadaku.
Aku mencoba menenangkan pikiranku. Tapi mana bisa aku tenang. Ini pertama kalinya aku meninggalkan kedua anakku berdua saja di rumah. Apalagi malam hari, pasti saat ini mereka sangat ketakutan di rumah.
Tadi ayahnya berjanji akan menelepon kakeknya. Karena panik dan khawatir padaku, suamiku sampai lupa menelpon orang tuanya meminta mereka datang ke rumah untuk menjaga anak - anakku sebentar.
Tak lama perawat menyuruh suamiku menghampiri dokter. Dokter memberikan resep obat untuk ditebus. Suamiku langsung pergi menebus obat.
Beberapa menit kemudian suamiku sudah datang. Perawat juga sudah melepas selang oksigen di hidungku.
"Sudah bisa pulang kan Dok?" tanya suamiku pada dokter.
"Sudah Pak, silahkan. Hati - hati ya.. Buat Ibu jangan telat makan dan minum obat teratur ya" pesan Dokter.
"Baik Dok. Terimakasih... " jawabku.
.
.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
dewi putriyanti
ini sama juga sama aku, kak win...pertama kena asam lambung 2013 alhamdulillah masih diberi kesempatan hidup🙏
2022-10-05
1
💕Rose🌷Tine_N@💋
maaf br mampir otor...
coz notifnya jg brsn sampe lho...ternyata dah dr bln Juni up nya ya...
gpp ya..biar aku bacanya bisa ngebut😉
langsung aku favorite kan dong...😘
2022-08-12
1
Ety Nadhif
aku mampir LG mba Winda,,,,
lebaran th lalu kayanya saya kena gejala asam lambung,,,badan menggigil,,panas,,,dadak sesak berasa mau mati😭😭😭😭
2022-06-30
1