16

Aku menghubungi Pak Pramono, pria setengah baya yang mengajakku untuk ikut perkumpulan orang - orang yang mempunyai penyakit yang sama denganku.

"Assalamu'alaikum Pak. Saya Anggi, masih ingat?" sapaku memulai pembicaraan.

"Wa'alaikumsalam ya Anggi. Bapak ingat, Anggi yang kemarin ketemu di Rumah Sakit kan?" tanya Pak Pramono.

"Iya Pak. Saya menghubungi Bapak mau memberi kabar. Saya sudah bicarakan dengan suami tawaran yang Bapak bilang kemarin. Saya mau Pak ikut perkumpulan itu" ungkapku.

"Alhamdulillah.. baik - baik nanti Bapak akan daftarkan nama kamu dan nanti Bapak akan kasih informasi kapan jadwal pertemuannya" sambut Pak Pramono.

"Baik Pak, saya tunggu kabarnya ya Pak. Terimakasih sudah mau mengajak saya untuk sembuh. Saya sangat tertarik dengan ucapan Bapak kemarin.

"Iya.. iya.. sabar ya secepat Bapak akan kasih kamu jadwalnya" balas Pak Pramono.

"Baik Pak kalau begitu saya tutup teleponnya ya Pak. Maaf mengganggu waktu kerja Bapak" ujarku.

"Tidak apa Anggi" jawabnya.

"Assalamu'alaikum Pak" ucapku pamit.

"Wa'alaikumsalam" balas Pak Pramono.

Telepon tertutup. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku.

"Anggi.. kamu masih berobat ke Dokter Jiwa?" tanya atasanku dibagian administrasi.

"Masih Mbak" jawabku santun.

"Dek kata adikku, penyakit yang kamu derita itu tidak akan pernah sembuh. Karena nanti kalau setiap ada masalahan bisa kambuh kapan saja? Adikku kan seorang perawat di luar negeri" ucap Mbak Siska.

Nyess... rasanya hatiku sedih sekali. Mengapa malah atasanku yang mengetahui dengan jelas penyakitku sebenar karena apa malah menjatuhkan harapanku dengan bicara seperti itu. Bukannya dia memberikan semangat kepadaku agar aku segera sembuh dengan cepat.

Dia malah mempengaruhiku dengan ucapan - ucapan seperti itu. Aku meraba dadaku yang terasa sedikit perih mendengar ucapannya.

"Gak taulah Mbak, yang penting aku ikhtiar dan tetap berdoa. Semoga Allah menyembuhkan penyakitku ini" jawabku.

"Ya Mbak cuma mau kasih kamu informasi aja. Adek kandungku sendiri lho yang ngomong gitu" ulangnya lagi.

"Iya terimakasih atas informasinya Mbak" balasku.

Tiba - tiba Mbak Tyas yang duduk di dekat mejaku membisikkan sesuatu kepadaku.

"Udah dek, gak usah di dengerin omongan Mbak Siska. Dia belum ngerasain aja sakit seperti yang kamu rasakan" bisiknya kepadaku.

"Iya Mbak aku ngerti, tapi kok aku sedih ya denger omongannya. Bukannya dia empati dengan penyakitku? Kita kan satu tim, sama - sama merasakan kalau kita sudah tidak nyaman bekerja di perusahaan ini" jawabku.

"Dia kan tenang karena suaminya punya jabatan yang bagus, uangnya banyak. Tidak seperti kita yang hidup pas - pasan" sambung Mbak Tyas.

Aku hanya tersenyum membalas ucapan Mbak Tyas dan mencoba mengobati sendiri penyakit hatiku. Karena sejak aku menderita penyakit ini aku memang jadi baperan. Suka sedih dan menyendiri. Nanti tiba - tiba saja aku menangis seperti memikirkan apa yang sebenarnya belum tentu terjadi.

Aku lebih cepat tersinggung dengan ucapan orang dan juga aku merasa lebih mudah marah saat ini. Secepatnya aku istighfar berulang - ulang sambil meraba dadaku untuk mengurangi beban di hati.

"Anggi gimana permintaan Mbak kemarin? Kamu bisa kan buatin minuman seperti yang kamu buat kemarin di pesta pernikahan anakku?" pinta Mbak Yuni tiba - tiba.

Ternyata dia baru datang dan langsung menodong janjiku. Karena sudah seminggu waktu yang aku minta untuk memikirkan tawarannya.

"Aku sudah musyawarah sama suami Mbak. Aku menerima tawaran Mbak Yuni" jawabku.

"Alhamdulillah" ucapnya.

"Jadi aku pesan kira - kira untuk lima ratus orang tamu ya Dek Anggi. Nanti kamu bilang aja berapa dananya" sambut Mbak Yuni.

"Iya Mbak" jawabku.

"Waaaw.. banyak dek pesanannya. Apa kamu sanggup membuatnya?" tanya Mbak Tyas khawatir.

"InsyaAllah sanggup Mbak, nanti suamiku akan bantuin" jawabku.

"Rumah kita kan searah nanti bisa diantar ke rumah Mbak kan? Mbak gak harus jemput ke rumah kamu kan?" tanya Mbak Yuni.

"Iya Mbak, nanti suami Anggi yang akan antar ke rumah Mbak" jawabku.

"Alhamdulillah syukurlah kalau begitu. Uangnya mau kapan?" tanya Mbak Yuni.

"Nanti aja Mbak, kayak sama siapa aja. Besok - besok kan kita ketemu lagi. Nanti aja pas acaranya sudah selesai" jawabku.

"Yakin? Dek Anggi gak butuh modal untuk belanja bahan?" tanya Mbak Yuni lagi.

"Ada Mbak, soal itu gampang laaah" sambutku.

"Oke dek, sampai ketemu di acara pesta anakku. Mungkin aku belum bisa ke kantor sebelum pernikahan anakku karena sibuk mengurus semuanya" ucap Mbak Yuni yang hanya berprofesi sebagai agen dan hanya status pekerja kontak dan bekerja sesuai prestasinya dalam mencari nasabah.

Tapi dengan keadaan perusahaan seperti ini tentu saja mereka sangat takut mencari nasabah untuk sementara sampai perusahaan pulih kembali.

****

Malam harinya di rumahku. Seperti biasa aku bersama keluarga kecilku sedang menikmati nasi goreng yang dibawa suamiku pulang dari kantor tadi.

Aku memanaskan nya karena memang nasi gorengnya sudah dingin. Setelah itu kami makan bersama - sama dengan anak - anak.

Tiba - tiba ponselku bergetar.

"Bun.. jangan diangkat atau dibaca. Sepertinya kamu harus mengurangi pemakaian ponsel kamu di rumah. Ayah takut Bunda dapat pesan dari nasabag kantor yang bertanya tentang asuransi mereka dan marah - marah lagi sama bunda. Nanti kumat asam lambung Bunda" ucap Suamiku mengingatkan.

"Udah Yah, nasabah yang suka marah - marah sudah Bunda blokir biarlah mereka bertanya ke kantor saja. karena pelayanan kan adanya hanya di kantor dan diwaktu jam kerja" jawabku.

Aku meraih ponselku, ternyata pesan masuk dari Pak Pramono. Aku membuka dan membacanya.

Pak Pramono

Assalamu'alaikum Nak Anggi. Maaf mengganggu waktu santai bersama keluarganya. Bapak cuma mau sampaikan kalau jadwal pertemuan kita lusa. Bapak harap Nak Anggi bisa hadir.

Anggi

Wa'alikumsalam.. InsyaAllah saya akan datang Pak.

Setelah selesai mengetik pesan aku ceritakan semua pembicaraanku dengan Pak Pramono tadi siang.

"Tadi pagi Bunda telepon Pak Pramono Yah" laporku.

"Bapak yang kita temui di Rumah Sakit kemarin?" tanya suamiku.

"Iya yah, Bunda sudah di daftarkan dalam kelompoknya. Lusa akan ada pertemuan" jawabku.

"Oh cepat juga ya jadwalnya" sambut suamiku.

"Iya Pas banget Yah cepat. Padahal katanya kemarin pertemuannya sekali sebulan" ujarku.

"Ya sudah, lusa ayah temani Bunda. Ayah juga sekalian pengen lihat bagaimana perkumpulan itu dan bagaimana cara kerjanya" ucap suamiku ingin tau.

Kami melanjutkan makan bersama anak - anak sambil menonton televisi. Anak - anak terlihat sangat senang sekali walau menu makan malam kali ini hanyalah nasi goreng.

Aku tatap wajah kedua anak - anakku. Mereka tertawa bahagia ketika ada cerita lucu di televisi.

Oh ya Allah ternyata bahagia itu sangat murah sekali harganya. Hanya dengan nasi goreng saja kedua anakku bisa tertawa bahagia. Tidak perlu makanan mewah di restoran yang besar. Cukup nasi goreng yang dibungkus dan dibawa pulang oleh suamiku mereka sudah sangat lahap sekali makannya.

Tiba - tiba hatiku menghangat memandangi wajah putra putriku satu persatu.

Terimakasih ya Allah.. ucapku dalam hati.

.

.

BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

Jan terlalu mendengar omongan orang yang tak tau apapun tentang kita...

2022-06-10

2

Rusi Herowati

Rusi Herowati

Kalo kita bersyukur dan bener² menerimanya dengan ikhlas Insyaallah makan sederhana terasa nikmat dan lezat. Karena kebahagiaan itu yg menciptakan diri kita sendiri ❤

2022-06-09

1

🅝︎🅐︎🅝︎🅐︎🅩︎ Hiat🍀⃝⃟💙

🅝︎🅐︎🅝︎🅐︎🅩︎ Hiat🍀⃝⃟💙

bahagia itu sederhana dengan sllu menghargai apa yg kita miliki dan bersyukur dgn apa yg kita raih..

2022-06-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!