"Yah... Ayaaaah.... " aku memanggil suamiku.
"Ada apa Bun?" jawab suamiku dari luar kamar.
"Yaaaah tolooong" panggilku semakin lemah.
Tak lama kemudian suamiku datang menghampiri. Dia terlihat terkejut begitu membuka pintu dan mendapatiku duduk di pinggiran tempat tidur.
"Bunda kenapa?" tanyanya mulai khawatir.
"Yaaah bunda merasa sesak nafas. Coba deh pegang dada Bunda" ucapku lemah.
Dia langsung memegang dadaku sebelah kiri.
"Bun mengapa jantung kamu kencang sekali berdetak?" tanya suamiku mulai panik.
"Tolong yaaah... tolong bawa aku ke rumah sakit" pintaku semakin lemah.
"Iya.. iya.. ayo kita segera ke rumah sakit" sambut suamiku.
"Jangan lupa bawa tas Bunda yah, jilbab Bunda tolong ambilkan" perintahku.
Suamiku dengan sigap mengambil tas, cardigan dan jilbabku dan membantuku memakainya. Kemudian dia membantu aku berdiri dan berjalan pelan - pelan keluar kamar.
"Lho Yah, Bunda kenapa? Ayah sama Bunda mau kemana?" tanya putri sulungku yang masih berusia sepuluh tahun. Saat ini dia masih duduk dikelas empat sekolah dasar.
"Ayah sama Bunda mau ke Rumah Sakit sayang" jawab suamiku.
"Bunda sakita yah, sakit apa?" tanyanya lagi.
"Bunda.. Bunda.. " panggil si Bungsu sambil memeluk tubuhku. Tingginya masih dibawah dadaku. Tahun ini usianya masih genap lima tahun dan sebentar lagi dia akan masuk sekolah taman kanak-kanak.
Dadaku rasanya semakin sakit dan sesak. Aku semakin lemas.
Ya Allah.. apakah aku akan mati? Bagaimana dengan kedua anak - anakku yang masih kecil - kecil ini? Kuatkan aku ya Allah, aku belum siap meninggalkan mereka semua.
Aku memandangi suamiku dan dua anakku satu persatu.
"Yaah duduk dulu, aku gak sanggup" pintaku.
"Ya sudah Bun, Bunda duduk dulu. Ayah keluarkan motor dulu ya. Shifa kamu beranikan dirumah berdua saja sama adik kam? Ayah mau bawa Bunda ke Rumah Sakit sayang. Gak mungkin kita pergi bersama dengan keadaan Bunda seperti ini. Lagian Bunda sedang sakit" ucap suamiku secara pelan - pelan untuk membuat putri kecilku mengerti.
Walau terlihat seperti ketakutan tapi Putriku tetap menganggukkan kepalanya. Dia terlihat mengerti dengan keadaanku seperti ini.
"I.. iya Yaaah" jawabnya pelan.
"Adek ikut.. adek mau sama Bunda" rengek si Bungsu.
"Rayyan di rumah aja ya sayang sama Kakak berdua. Ayah sama Bunda gak akan lama. Kalau kalian takut, dikamar aja berdua hidupkan AC dan nonton TV. Kakak ayah tinggalkan HP bunda, Kakak pegang. Kalau ada apa yang sangat penting hubungi ayah. Tolong jaga adik kamu. Ayah bawa Bunda berobat dulu" ucap suamiku lembut.
Aku melihat kedua anakku seperti ingin menangis. Aku memeluk erat si Bungsu.
"Kalian di rumah saja ya sayang.. Bunda sama Ayah pergi dulu. Adek nurut sama Kakak, jangan bertengkar ya.. " ucapku pelan sambil terbata - bata.
Aku mencium puncak kepala putraku. Si sulung juga mendekatiku. Matanya terlihat berkaca - kaca.
"Bunda cepat sembuh ya.. cepat pulang" ucap si Sulung.
"Iya sayang" bergantian aku memeluk putra - putriku.
"Nanti ayah telepon Kakek Nenek ya buat temani kalian di rumah. Ingat jangan bukain pintu selain Kakek Nenek atau Tante ya" pesan suamiku kepada anak - anakku.
"Iya yaaah" jawab mereka tapi masih terlihat sedih dan takut.
Suamiku langsung mengeluarkan motor. Kemudian kembali ke rumah dan menuntunku ke luar rumah. Suamiku naik ke atas motor dan menyalakannya. Aku naik keatas motor kemudian motor mulai berjalan.
"Kunci pintu sayang..." ucap suamiku pada anak - anakku yang masih menatap kepergian kami dengan tatapan sedih.
Aku sangat tau mereka pasti sangat takut saat ini. Hanya berdua saja dirumah tapi mau bagaimana lagi. Aku harus meninggalkan mereka karena dadaku semakin sesak.
Suamiku mengendarai motor dengan kecepatan yang sedikit lebih kencang dari biasanya. Aku memeluknya erat dari belakang.
"Sabar ya Bun, sebentar lagi kita sampai" ucap suamiku dengan nada yang masih sangat khawatir.
"Iya" jawabku.
Karena letak rumah sakit tidak begitu jauh dari rumah kontrakan kami, tidak sampai sepuluh menit kami sudah tiba di Rumah Sakit.
Suamiku langsung menuntunku berjalan menuju UGD.
"Tolong suster.. tolong istri saya" suamiku memanggil seorang perawat yang berjaga malam itu.
Perawat langsung membantuku naik ke atas tempat tidur. Keringat ku masih mengalir disekujur tubuhku.
"Sebentar ya Bu saya panggil dokter" ucap perawat.
Tak lama kemudian seorang dokter datang bersama perawat yang tadi menyambutku.
"Apa keluhannya Bu?" tanya dokter itu ramah.
"Saya merasa sesak" jawabku pelan.
"Siapkan oksigen" perintah Dokter tersebut kepada perawat.
"Baik Dok" jawab perawat.
Dokter segera memeriksa dadaku, perawat memasang selang oksigen di hidungku. Kemudian perawat memeriksa tekanan darahku.
"Tensinya 140/100 Dok" lapor perawat.
Tensiku naik. Biasanya normal 110 /80. Batinku.
"Siapkan mesin EKG" perintah dokter itu lagi.
Perawat segera membawa mesin yang diperintahkan dokter.
"Maaf Bu kami periksa dulu detak jantungnya ya.. Menjagakan hal yang kita khawatirkan" ucap Dokter.
Mereka membuka bajuku dan memasangkan alat ke dadaku. Kulirik suamiku, dia terlihat masih khawatir.
Tak lama kemudian nafasku mulai lega perlahan - lahan. Alat - alat medis yang dipasang di dadaku di lepas.
"Apa hasilnya Dok?" tanya suamiku khawatir.
"Detak jantung ibu normal, walau memang sedikit lebih kencang. Tapi hal yang kita khawatirkan tidak terjadi. Ibu tidak terkena serangan jantung Pak" jawab Dokter.
Suamiku terlihat menarik nafas lega, begitu juga denganku.
"Ibu punya riwayat asam lambung?" tanya Dokter.
Aku mengangguk lemah.
"Sepertinya asam lambung Ibu sedang kumat. Kami beri suntikan ya bu, agar ibu lebih tenang" ucap Dokter.
Aku mengangguk lagi menjawab ucapan Dokter.
Perawat datang dengan membawa alat suntik. Sesuai perintah dokter dia seger meraih lengan kananku tepat di lekukan suka. Mencari urat tanganku dan kemudian memberikan suntikan kepadaku.
"Ibu istirahat sebentar ya, saya akan kasih resep" ujar Dokter.
"Apa istri saya perlu di opname Dok?" tanya suamiku.
Dokter tersenyum membalas pertanyaan suamiku.
"Tidak perlu Pak, sebentar lagi Ibu juga akan merasa lebih enak. Bapak dan Ibu boleh pulang. Saya akan kasih resep silahkan tebus di apotek" jawab Dokter.
Tiba - tiba aku teringat pada putra - putriku.
"Yah Shifa dan Rayyan" ucapku pada suamiku.
"Astaghfirullah.. Ayah lupa telepon Kakek Bun. Tapi kata dokter sebentar lagi kita sudah boleh pulang kok. Ayah rasa mereka aman kok di rumah" jawab suamiku.
"Kasihan mereka Yah, pasti saat ini mereka sangat ketakutan berdua saja di rumah" ucapku.
"Ibu yang tenang ya.. jangan terlalu banyak pikiran. Sakit asam lambung bisa kambuh kalau terlalu banyak pikiran atau ke khawatiran" pesan perawat kepadaku.
Aku mencoba menenangkan pikiranku. Tapi mana bisa aku tenang. Ini pertama kalinya aku meninggalkan kedua anakku berdua saja di rumah. Apalagi malam hari, pasti saat ini mereka sangat ketakutan di rumah.
Tadi ayahnya berjanji akan menelepon kakeknya. Karena panik dan khawatir padaku, suamiku sampai lupa menelpon orang tuanya meminta mereka datang ke rumah untuk menjaga anak - anakku sebentar.
Tak lama perawat menyuruh suamiku menghampiri dokter. Dokter memberikan resep obat untuk ditebus. Suamiku langsung pergi menebus obat.
Beberapa menit kemudian suamiku sudah datang. Perawat juga sudah melepas selang oksigen di hidungku.
"Sudah bisa pulang kan Dok?" tanya suamiku pada dokter.
"Sudah Pak, silahkan. Hati - hati ya.. Buat Ibu jangan telat makan dan minum obat teratur ya" pesan Dokter.
"Baik Dok. Terimakasih... " jawabku.
.
.
BERSAMBUNG
Aku dan suami kembali pulang ke rumah. Begitu motor kami sampai di depan rumah pintu langsung terbuka. Aku melihat wajah lega dari anak - anakku.
"Ayah.. katanya Kakek Nenek mau datang, tapi kami tunggu - tunggu tidak ada datang?" tanya Shifa.
"Maaf ya sayang ayah lupa menghubungi Kakek karena membantu Bunda di periksa dokter" jawab Suamiku merasa bersalah.
Si bungsu Rayyan menggenggam tanganku.
"Bunda sudah sembuh?" tanyanya khawatir.
Aku berusaha tersenyum untuk menghilangkan ke khawatirannya.
"Alhamdulillah sudah membaik sayang. Yuk kita masuk" ajakku.
Kami masuk ke dalam rumah, suami juga memasukkan motor dan mengunci pintu.
"Yaaah aku masih lemas, aku langsung ke kamar ya" ucapku pada suamiku.
"Iya Bun" jawab Suamiku.
Aku dan anak - anak masuk ke dalam kamar. Kami bersiap - siap untuk tidur. Kedua anak - anakku sudah naik ke atas kasur mereka yang berada di samping tempat tidur kami.
Aku adalah pegawai di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa yaitu asuransi. Pekerjaanku sehari - hari menerima keluhan nasabah. Jadi bisa dibayangkan apa yang aku hadapi sehari - harinya.
Suami bekerja sebagai marketing di perusahaan terkenal yang bergerak dibidang makanan. Kehidupan rumah tangga kami sederhana dan pas - pasan saja.
Tapi aku masih sangat bersyukur walaupun tidak bisa hidup mewah setidaknya tidak pernah merasa kekurangan. Apapun yang anak - anak inginkan InsyaAllah bisa dipenuhi.
Kami tinggal di rumah kontrakan dan hanya mampu membeli satu AC sehingga karena alasan itu anak - anakku masih tidur satu kamar dengan kami dan mereka tidur di kasur yang berbeda.
Aku menatap kedua anak - anakku yang mulai lelap tertidur. Mungkin mereka sudah mengantuk dari tadi tapi pasti rasa kantuk mereka terkalahkan oleh rasa takut karena di tinggal berdua di rumah.
Tadi adalah pengalaman pertama aku merasakan sakit yang seperti itu. Memang sudah lama aku menderita sakit asam lambung, kalau aku ingat - ingat sejak SMU dulu aku sudah mengidap penyakit itu.
Awalnya aku akan merasa pusing kalau perutku terasa lapar. Hanya saja karena aku sekolah dan pulangnya lama aku sering telat makan.
Ingatanku kembali melayang kembali saat aku sekolah dulu. Aku sekolah di Ibukota, orang tuaku sangat keras untuk pendidikan. Dia bersikeras kalau sudah SMU anaknya harus meninggalkan kampung dan sekolah di Ibukota.
Menurut orang tuaku kalau SMU sudah tinggal di Ibukota maka peluang untuk masuk universitas negeri lebih besar. Oleh sebab itu orang tuaku mengirim kami ke Ibukota setelah tamat SMP.
Karena aku tinggal di kos - kosan itu membuat hidupku terlebih waktu makanku berantakan. Ditambah lagi aku harus ekstra belajar untuk mengejar kekuranganku dibanding teman - temanku. Maklum aku adalah anak kampung. Aku merasa ilmuku jauh tertinggal dibanding teman - temanku di kelas.
Gejala awal yang aku rasakan dengan penyakitku ini aku sering merasa pusing, kemudian sakit perut dan ingin buang air besar. Saat BAB hanya air saja yang keluar, setelah itu baru muncul rasa mual dan akhirnya aku muntah - muntah.
Dulu aku tidak mengerti dengan penyakit asam lambung. Yang aku tau aku merasa pusing. Sehingga obat yang aku minum hanya obat pusing dan tidur. Dan alhamdulillah setelah itu aku merasa sehat kembali.
Suamiku masuk ke kamar dengan membawa segelas air hangat. Aku tersadar dari lamunanku.
"Bun diminum obatnya, biar malam ini bunda bisa tidur dengan tenang" ucap suamiku.
"Iya Yah" sahutku.
Aku menerima gelas yang diberikan suamiku dan meminum obat - obatan yang diresepkan dokter tadi.
"Bunda sudah Shalat Isya?" tanya Suamiku.
"Sudah yah" jawabku.
"Kalau begitu istirahat dan tidurlah. Jangan pikirkan yang macem - macem" perintah suamiku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan mulai menarik selimutku. Aku kembali teringat saat tadi aku mulai merasakan sakit di dadaku. Ayahku mengidap penyakit jantung dan sudah pasang ring.
Aku merasa dadaku kembali merasakan detak jantungku yang sudah normal berdetak.
Apakah seperti itu yang Ayah rasakan dulu saat dia terkena serangan jantung? Apa seperti itukah nanti saat kita sakratul maut?
Tanganku jadi berkeringat dingin. Ada rasa takut untuk mati. Aku kembali menatap anak - anakku yang sudah tidur dengan nyenyaknya.
Ya Allah, kalau aku mati bagaimana hidup kedua anak - anakku? Apakah mereka bisa hidup, bisa makan dan bersekolah? Ya Allah aku belum sanggup untuk meninggalkan mereka. Mereka masih terlalu kecil dan masih membutuhkan aku. Tolong sembuhkan penyakit ini ya Allah. Doa ku dalam hati.
Air mataku mengalir dari sudut mataku.
"Bunda kenapa nangis? Pasti sedang mikir yang tidak - tidak?" tebak suamiku.
"Yah kalau seandainya bunda meninggal, Bagaimana dengan kalian? Ayah kan masih muda, pasti ayah akan menikah lagi? Tapi bagaimana dengan anak - anak? Mereka akan punya ibu tiri. Apa Ibu Tiri mereka bisa menerima dan menyayangi mereka? Kalau mereka disakiti dan dipukuli bagaimana Yah?" tanyaku.
Air mataku semakin deras mengalir. Suamiku tampak menarik nafas panjang.
"Bunda jangan mikirin yang aneh - aneh. Ngapain di pikirin sesuatu yang belum pasti terjadi. Hidup mati seseorang siapa yang tau? Belum tentu Bunda yang duluan meninggal. Bisa jadi malah ayah duluan" jawab suamiku.
"Kalau ayah yang lebih dulu meninggal Bunda akan membesarkan anak - anak seorang diri. Bunda akan menyekolahkan mereka dengan sekuat tenaga Bunda. Bunda gak mau menikah lagi" ucapku masih menangis.
"Bunda jangan terlalu jauh mikirnya. Serahkan semua kepada Allah. Kalau Bunda yang lebih dulu meninggal kami akan tetap hidup. Bunda tidak bisa lagi memikirkan kami di dunia ini karena alamnya sudah berbeda. Jadi jangan dipikirkan lagi ya. Nanti kumat lagi sakitnya, sudah malam. Kalau Bunda dibawa ke Rumah Sakit lagi berarti Bunda gak sayang pada kami. Bunda tega meninggalkan kami?" tanya Suamiku.
Aku menggelengkan kepala kemudian menghapus air mataku. Aku kembali merebahkan tubuhku dan menarik selimut. Setelah itu aku mulai memejamkan mataku mencoba untuk mengosongkan pikiranku.
Berbagai pemikiran terus berseliweran di kepalaku tapi aku harus tidur, harus. Aku membayangkan saat - saat aku merasa sangat mengantuk sehingga berat sekali untuk membuka mata. Perlahan - lahan aku pun tidur dan terlelap.
****
Beberapa bulan kemudian.
"Mbak saya mau mengambil uang saya. Saya ingin menutup asuransi saya" ucap seorang nasabah kepadaku.
"Baik Bu, silahkan isi formulir ini" jawabku.
Wanita itu segera mengisi formulir yang aku berikan kepadanya. Setelah selesai mengisinya wanita itu mengembalikannya lagi kepadaku. Aku meraih formulirnya dan mulai memproses permintaan wanita itu.
Kemudian aku menyerahkan hasil pengajuan kepada nasabah itu.
"Cuma segini yang saya terima?" tanya wanita itu dengan nada tinggi.
Wanita itu terlihat sangat terkejut dan marah.
"Iya Bu" jawabku.
"Saya tidak terima, saya mau semua uang yang sudah saya setor dikembalikan semua. Saya tidak mau tau. Saat ini juga uangnya harus saya terima" ucap wanita itu dengan sangat marah.
Kepalaku mulai berdenyut, keringat mulai bercucuran, lututku mulai lemas dan aku mulai kesulitan bernafas.
"Tu.. tunggu sebentar ya Bu" ucapku pada wanita itu.
Aku segera meninggalkan nasabah itu dan menemui atasanku.
"Mbak tolong donk bantuin aku. Sepertinya asam lambung ku kumat. Tolong jelaskan kepada nasabahnya mengenai asuransinya" pintaku dengan wajah memelas.
Karena melihat wajahku sudah pucat dan berkeringat akhirnya atasanku merasa kasihan kepadaku. Dia segera mengambil alih nasabah tadi.
Aku segera berjalan menuju pantry. Mengambil segelas air hangat dan meminum obat asam lambung dengan segera. Setelah itu aku duduk sebentar dan meraba dadaku yang berdetak sangat kencang.
Aku tarik nafas dalam - dalam dan mulai memejamkan mata. Mencoba untuk menenangkan pikiranku dan menormalkan detak jantungku yang sangat kencang.
.
.
BERSAMBUNG
Detak jantungku semakin kencang dan aku mulai merasa sesak. Aku melihat ada rekam kerjaku yang baru masuk pantry.
"Mbak... " panggilku lemah.
"Lho Gi kamu kenapa?" tanya Mbak Tamara.
"Mbak coba deh pegang dadaku" perintahku.
Dia meletakkan tangannya tepat di dada kiriku.
"Dek jantungmu kencang banget. Bajumu juga basah ini" ucapnya panik.
"Tolong bawa aku ke Rumah Sakit Mbak" pintaku.
"Ya sudah, ayo aku bawa ke Rumah Sakit" sambutnya langsung.
Tanpa menunggu waktu lama sebelum kakiku semakin lemas dan tidak bisa diajak berjalan lagi. Aku langsung mengambil tasku dan pergi bersama Mbak Tamara ke Rumah Sakit terdekat dari kantor.
"Kita ke Rumah Sakit A saja ya, jalanan ke sana tidak macet" ucap Mbak Tamara.
"Iya Mbak terserah saja" jawabku.
Mbak Tamara menyetir mobil dengan sedikit lebih kencang karena dia khawatir dengan keadaanku.
Sesampainya di sana perawat langsung menyambut kami.
"Tolong teman saya ini sesak nafas" teriak Mbak Tamara.
Perawat langsung membawaku dan memapahku naik ke atas tempat tidur. Mereka segera memberikan pertolongan pertama padaku.
Tiba - tiba datang seorang Dokter untuk memeriksa keadaanku.
"Ibu ada riwayat asam lambung?" tanya Dokter itu.
"Iya ada Dok" jawabku.
"Tadi pagi sarapa?" tanya sang Dokter.
"Iya sarapan seperti biasa. Saya makan nasi uduk" Jawabku.
"Tadi siang?" tanya Dokter lagi.
"Makan, saya makan KF*" jawabku lagi.
"Ada minum kopi?" tanya Dokter itu.
Aku langsung teringat.
"Ya Allah... iya Dok, tadi saya minum moca float di sana" jawabku.
"Jadi untuk catatan ya bu, hindari kopi apalagi kopi sachet kalau Ibu sudah punya riwayat asam lambung" sahut Dokter.
"Jadi teman saya ini bukan sakit jantung Dok?" tanya Mbak Tamara meyakinkan.
"Bukan, tadi saya periksa perut Ibu ini kembung. Sepertinya asam lambungnya kumat. Saya beri suntikan saja ya dan istirahat sebentar di sini. Kalau sudah merasa baikan boleh pulang" jawab Dokter.
Tak lama perawat datang memberikan suntikan kepadaku. Dan perlahan - lahan Jantungku sudah mulai tenang dan berdetak dengan normal.
"Dek sebaiknya hubungi suamimu. Sudah pulang saja, gak usah balik ke kantor lagi. Nanti biar aku yang bilang sama si Bos" ujar Mbak Tamara.
Aku berpikir sejenak. Badanku masih lemas, lagian sudah sore satu jam lagi sudah habis jam kantor.
"Baiklah Mbak, aku coba hubungi suamiku dulu ya. Dia ada di mana? Takutnya dia sedang jauh dari sini" jawabku.
Aku meraih ponselku dan mencari nomor suamiku. Kemudian aku menghubunginya.
"Assalamu'alaikum Bun" ucap suamiku begitu menjawab teleponku.
"Wa'alaikumsalam Yah. Ayah lagi sibuk gak?" tanyaku hati - hati.
"Nggak.. ayah baru saja keluar dari Toko XYZ untuk catat orderan mereka. Kenapa?" tanya Suamiku.
"Yah bisa jemput Bunda gak? Bunda lagi di RS. A" ungkapku.
"Bunda kenapa? Kenapa bisa ada di Rumah Sakit? Siapa yang bawa Bunda ke Rumah Sakit?" tanya suamiku.
"Sakit yang seperti beberapa bulan lalu Yah, kumat lagi. Tadi kumat nya saat dikantor kemudian Mbak Tamara yang bawa Bunda ke Rumah Sakit" jawabku.
"Ya sudah Bun, Ayah langsung ke sana ya.. tunggu sebentar" ujar suamiku.
"Gimana dek bisa suamimu menjemput?" tanya Mbak Tamara.
"Bisa Mbak. Makasih ya Mbak Tamara udah bantuin. Kalau Mbak mau balik ke kantor gak apa - apa kok Mbak tinggalin aku. Aku bisa sendiri, lagian suami juga sebentar lagi sampai" ungkapku.
"Bener nih gak apa - apa?" tanya Mbak Tamara.
"Iya gak apa - apa. Lagian aku sudah enakan dan inikan rumah sakit. Kalau ada apa - apa ada Dokter dan perawat di sini" jawabku.
"Baiklah.. kalau begitu aku tinggal ya dek.. cepat sembuh ya dan jaga kesehatan. Ingat kata dokter jangan minum kopi" pesan Mbak Tamara.
"Iya Mbak, sekali lagi terimakasih ya udah bantuin aku" ulangku lagi.
Aku tersenyum lemah menatap rekan kerjaku yang pergi meninggalkanku. Alhamdulillah aku masih dikelilingi orang - orang baik.
Contohnya Mbak Tamara ini, dengan sangat cekatan langsung membawaku ke Rumah Sakit terdekat.
Tak lama kemudian aku lihat suamiku sudah sampai di Rumah Sakit. Dia sedang berjalan menuju UGD. Begitu melihatku dia langsung menghampiriku.
"Kok bisa kumat lagi sih Bun? Bunda telat tadi makannya?" tanya suamiku.
"Nggak Yah.. tapi tadi siang Bunda minum moca float, kata dokter gak boleh minum kopi" jawabku.
"Ya sudah lain kali diingat pantangannya. Jangan sampai kumat lagi asam lambungnya" Suamiku.
Suamiku mengambil fotoku yang sedang terbaring di rumah sakit. Kemudian dia mengirimkannya ke Group WA keluargaku.
Tak lama kemudian ponselku bergetar tanda pesan masuk.
"Ayah kirim foto ke group ya?" tanyaku.
"Iya Bun, minta doa dari keluarga biar Bunda cepat sembuh" jawab suamiku.
Sesaat kemudian ponselku berdering. Aku lihat di layar HP ku ada nama adikku.
"Tuh kan ayaaah. Lihat ni Rahmat nelepon jadinya.
"Ya gak apa - apa. Mungkin mau kasih semangat buat Bunda. Angkat aja" sahut suamiku.
"Assalamu'alaikum Kak" ucap adikku.
"Wa'alaikumsalam" jawabku sungkan.
Aku sebenarnya paling tidak suka seperti ini. Aku tidak mau keluargaku khawatir dengan keadaanku. Mereka kan lagi kerja, jadi terganggu gara - gara melihat fotoku.
"Kakak kenapa di Rumah Sakit? Sakit apa?" tanya adikku nomor dua.
"Asam lambung Kakak kumat" jawabku merasa tak enak.
"Jadi gimana sekarang keadaannya? Opname?" tanya nya lagi.
"Alhamdulillah sudah mendingan. Ini juga sudah mau pulang. Kata Dokter tidak perlu opname" ungkapku.
"Ya sudah aku dan Dara baru pulang kerja. Sekalian saja kami mampir lihat Kakak di Rumah Sakit. Kakak sekarang ada di Rumah Sakit mana? " tanya adikku.
"Di Rumah Sakit A" jawabku singkat.
"Tunggu ya, kami segera ke sana" sambungnya.
Telepon terputus.
Tuh kan jadi merepotkan mereka. Harusnya mereka sudah pulang ke rumah dan bisa segera bertemu anak - anaknya tapi karena aku sakit jadi mampir lagi. Batinku.
Tak lama perawat datang menghampiriku dan menyerahkan kartu BPJ* ku.
"Gimana perasaannya Bu?" tanya perawat itu ramah.
"Sudah lebih baik Sus. Saya sudah boleh pulang?" tanyaku.
"Kalau Ibu sudah merasa segar sudah boleh pulang" jawab Suster.
"Istri saya hanya sakit asam lambung lagi Dok?" tanya suamiku.
"Hasil diagnosa pertama begitu Pak. Tapi kalau istri Bapak mau diperiksa lebih lanjut, minta dulu rujukan dari klinik yang terdaftar dari BPJ* biar di rujuk ke Dokter Spesialis penyakit dalam" ujar Suster itu menjelaskan.
"Baik Sus" jawab Suamiku.
"Ini obatnya Pak" Perawat memberikan obat yang di resep kan Dokter.
"Yuk Bun" suamiku mengajak pulang.
"Sebentar Yah, Rahmat mau datang katanya sama Dara" jawabku.
"Lho mereka sudah pulang kerja?" tanya suamiku.
"Sudah tadi sudah di jalan mau pulang ke rumah. Gara - gara Ayah kirim foto Bunda masuk Rumah Sakit mereka jadi singgah ke sini" ungkapku.
"Ya gak apa - apa toh. Namanya adiknya pengen lihat keadaan Kakaknya" sambut suamiku.
Beberapa menit kemudian Rahmat dan Istrinya terlihat keluar dari mobilnya dan langsung menghampiriku.
"Lho sudah mau pulang Kak? " tanya Dara.
"Iya Dar" jawabku.
"Ya sudah Kak, kalau begitu kami antar pulang saja. Lagian nanti kakak masuk angin naik motor. Kan baru aja dirawat di Rumah Sakit" ucap Adikku Rahmat.
"Iya Bun, sebaiknya begitu. Ayah absen dulu ke kantor ya dan buat laporan. Setelah itu Ayah akan langsung pulang" sambut Suamiku.
Aku mengangguk ke arah suamiku.
"Hati - hati ya... Assalamu'alaikum" pamit suamiku.
Kami berpisah di parkiran Rumah Sakit.
.
.
BERSAMBUNG
Hai readers... karena ini novel baru tolong donk dukungannya.
Like, vote, komentar dan hadiahnya. Agar novel ini bisa dikontrak dengan cepat dan aku semakin semangat berkarya.
Terimakasih yang sudah setia membaca semua novel ku 🙏💕🙏💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!