" Sudah siap, honey ... ? " tanya Eldric pada Audrey.
" Udah ... hmm ?" jawab Audrey sambil mengerutkan dahinya.
" Kenapa baby ... ? " Elif yang kini bertanya.
" Apa gak bisa di undur lagi Daddy dan mommy perginya ? " tanyanya berharap.
" Maaf, honey ... bukankah kita sudah sepakat kalau kami pergi hari ini." jawab Eldric.
" Hmm ... gak bisa nunggu sampai Audrey selesai sidang perginya ? " tanyanya sedih.
" Bukan Daddy dan Mommy gak mau nungguin kamu sampai selesai sidang. Kami juga ingin, tapi maaf ini benar - benar mendesak." jawab Eldric iba melihat wajah sedih Audrey.
Elif memeluk anaknya untuk memberi kekuatan pada Audrey.
" Mommy yakin kamu bukan anak yang cengeng. Bukankah kami sudah sering pergi meninggalkanmu."
" Iya, tapi ... " jawab Audrey menggantung.
Ia sebenarnya ingin mengatakan kalau saat ini mendadak perasaannya jadi gak enak.
" Tapi kenapa, baby ? "
" Gak, gak papa ... ". jawabnya singkat tak ingin membuat orang tuanya bersedih saat meninggalkannya.
Benar yang di katakan mommy, mereka sudah sering pergi meninggalkan Audrey. Jadi ia gak boleh cengeng. Seharusnya ia berdoa agar mommy dan Daddy segera pulang dengan baik - baik saja.
" Ya, udah ... mommy dan Daddy boleh pergi, tapi ingat ya gitu nyampe langsung hubungi Audrey." ucap Audrey akhirnya.
" Baik, baby ... jangan khawatir. Kami akan menghubungimu." jawab Elif dengan senyum, begitu pula dengan Eldric.
" Gitu, dong ... Itu baru anak Daddy." Eldric mengacak rambut Audrey.
" Dad ... Rusak, dong rambut Audrey. Audrey kan udah mau pergi ke kampus." Audrey memanyunkan bibirnya melihat rambutnya yang sudah rapi jadi berantakan lagi.
" Hahaha ... maafkan, Daddy. Tapi jangan takut, kamu tetap cantik mau diapain juga." kata Eldric.
" Emang, sih ... hahaha." jawabnya lalu tertawa.
Mereka bertiga lalu tertawa dengan bahagia.
" Ternyata narsis Daddy nurun ke Audrey ... " kata mommy Elif masih tertawa.
" Udah ah ...sakit perut ketawa terus. Audrey sekarang mau pergi ke kampus. Daddy sama mommy berangkat jam berapa ? " Audrey menatap kedua orang tuanya.
"Satu jam lagi, sekarang kita sarapan dulu."
" Maaf, mom ... Audrey mau pergi lebih cepat, nanti sarapan di kantin kampus aja." jawab Audrey.
" Ya sudah ... yang semangat sidangnya. Jangan lupa berdoa dulu. Jika kamu lulus dengan nilai bagus, nanti kalau Mommy sama Daddy pulang kita akan membuat perayaan." ucap Elif menyemangati anaknya.
" Ya, mommy ... " Audrey lalu mencium pipi Eldric dan Elif.
" Dah, mom, dad ... dah semua. Doain Audrey ya ... " pamit Audrey lalu berjalan menuju keluar.
Bi Imah dan para pelayan yang berdiri disana untuk melayani Tuan dan Nyonya nya, tersenyum. Mereka bahagia melihat keluarga ini yang selalu harmonis.
Elif dan Eldric memandang tubuh putrinya yang kini sudah keluar dan menjauh. Seakan - akan ini kali terakhir mereka bisa dengan puas melihat anak kesayangan mereka.
Eldric lalu mengirim pesan pada bodygart nya untuk menjaga putrinya walau dari kejauhan seperti biasa. Karena Audrey tidak akan menyukainya jika tahu.
Audrey yang kini telah mendekati kampus segera memarkirkan mobil sportnya.
Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya ke kantin, ia melihat Zia, Dea dan Bella berdiri sedang menunggunya.
Audrey pun bergegas mendekati mereka dengan tersenyum senang.
" Wah, tumben jam segini, Lo berdua udah ada di kampus ? ucap Audrey meledek Zia dan Bella yang biasanya selalu hadir lima menit sebelum jam kuliah di mulai.
Dea yang mendengar perkataan Audrey langsung tertawa. Sedangkan Zia dan Bella cuma meringis.
" Ini semua kami lakuin karena Lo. Kalau Lo gak sidang hari ini, gue pasti masih rebahan di kamar." jawab Zia dengan pura - pura kesal.
" Iya, gue juga ... " ucap Bella ikutan.
"Okey, okey ... makasih ya cintaku.
Sekarang ke kantin, yuk ... kita sarapan. Gue gak sempat makan tadi." kata Audrey dengan lembut.
" Siapa takut, lo harus tanggung jawab. Karena buru - buru ke kampus gue juga gak sempat sarapan." kata Zian lalu menggandeng tangan Audrey menuju kantin.
" Iya bawel, Ayuk Dea, Bel ... " ajak Audrey pada keduanya.
Dea dan Bella pun berjalan mengikuti langkah Audrey dan Zia.
Suasana kantin mendadak bising melihat kehadiran Audrey dan ketiga sahabatnya. Beberapa mahasiswa mencoba menarik perhatian Audrey dengan menyediakan tempat duduk di samping mereka.
Audrey hanya tersenyum dan menolak mereka dengan sopan. Lalu Audrey dan ketiga temannya memilih tempat duduk yang di pojok yang masih kosong.
Para mahasiswa yang mendapat penolakan dari Audrey merasa sedikit kecewa. Tapi mereka tetap berusaha mencari perhatian darinya dengan tingkah dan kicauan dari mulut - mulut mereka.
Sedangkan mahasiswi - mahasiswi lain yang juga berada di kantin hanya bisa menatap dengan perasaan iri. Namun mereka juga tidak bisa berbuat apapun, karena memang Audrey baik ke semua orang di kampus ini, termasuk kepada mereka juga.
Setelah memesan makanan yang mereka inginkan, Audrey dan ketiga temannya menunggu dengan tenang pesanan mereka.
" Tumben lo pesan nasi goreng, biasanya kalau sarapan cuma sandwich doang udah kenyang." tanya Zia heran.
" Iya, gue butuh makanan agak berat hari ini buat nambah tenaga biar gak stress sidang skripsi nanti." jawab Audrey.
" Gaya Lo stress, otak Lo itu jenius, honey. Cuma butuh tiga tahun udah bisa selesai kuliah. Bukan hanya satu fakultas tapi dua sekaligus. " Zia menjawab dengan nada tak percaya.
" Gak percaya Lo kalau gue beneran stress ? "
" Ya, gak lah ... Kita bertiga, Lo, gue Ama Dea sekolah di tempat yang sama dari SD, SMP, SMA sampai kuliah. Karena otak yang jenius itu Lo loncat kelas waktu SMP sama SMA. Sedangkan masuk SD umur Lo baru lima tahun. Harusnya elo itu manggil kami bertiga mbak, umur Lo kan baru 19 tahun, kami 21 tahun .... " omel Zia dengan panjang.
Mereka bertiga yang mendengar omongan Zia tertawa terbahak hingga menarik perhatian seisi kantin. Mereka yang sadar jadi perhatian buru - buru menghentikan tawanya.
" Benar yang Zia bilang, Drey ... Lo gak mungkin bisa stress. Apa ada yang lagi Lo pikirin ? " Dea membenarkan perkataan Zia sambil bertanya.
Audrey menghela nafasnya dengan pelan.
" Hmm ... sebenarnya gue lagi kepikiran sama omongan mommy dan Daddy. " jawab Audrey dengan berat.
" Apa memangnya yang udah di omongin sampai bisa buat Lo stress." tanya Dea lagi penasaran.
Begitu pula dengan Zia dan Bella yang serius mendengarkan.
" Gue udah ... " belum selesai Audrey mengatakan sesuatu perhatian mereka teralih kepada Bella yang mendadak bangkit dan menjauh dari mereka begitu melihat ponselnya berdering.
Bella berusaha menutupi perasaan terkejutnya begitu melihat nama yang ada di layar ponselnya. Setelah menjauh, ia pun dengan cepat menjawab panggilan dari pria tersebut.
" Pagi, sayang ... " sapa Bella mesra.
" Pagi juga sayang. Kamu lagi dimana ? " tanya suara seorang pria.
" Lagi di kantin kampus bareng Audrey dan yang lain." jawab Bella dengan suara pelan takut terdengar mahasiswa yang berjalan melewatinya.
"Owh ... gimana dengan rencana kita. Aku harus segera bisa men-
dapatkannya." ucap pria yang menelepon gak sabar.
" Kamu yakin mau ngelakuin rencana itu secepatnya ? ". tanya Bella ragu.
" Tentu, rencana ini sudah gak bisa di tunda lagi. Nanti kamu juga akan menikmati hasilnya." jawab pria itu tegas.
" Tapi sayang, kenapa aku ragu, ya ... " ucap Bella lirih.
" Kenapa harus ragu, kamu gak ingin hidup seperti dia." suara pria itu meyakinkan.
Mendengar hal ini, Bella jadi semangat dan melupakan rasa ragu nya. Rasa iri, marah dan dendam yang selama ini dipendamnya pada seseorang menjadi tak bisa di bendung ya lagi.
Ia sangat ingin merasakan kehidupan seperti teman - temannya. Di pandang dengan tatapan kagum, dan selalu di puja setiap orang. Tidak sepertinya, yang hanya di anggap sebagai pelengkap saja.
" Baiklah." ucap Bella akhirnya.
" Okey, rencana kita pasti berhasil." jawab pria itu untuk menegaskan.
" Ya ... bye sayang " ucap Bella mengakhiri panggilan itu.
Setelah selesai, Bella melangkah kembali kedalam kantin dan berpura - pura tidak mengerti dengan tatapan penasaran dari ketiga temannya.
" Pacar, Lo ya ... ? " tanya Zia langsung.
" Bukan, bukan ... saudara gue yang telefon. Lagian siapa juga yang mau sama gue. Semuanya sudah di borong Audrey ... hehehe." jawab Bella menutupi rasa gugupnya
" Hmm ... saudara Lo yang mana. Kog gue gak tahu kalau Lo punya saudara ? " cecar Zia lagi.
" Saudara jauh gue dari kota S, Lo semua gak kenal. Tadi dia minta tolong cariin kosan, dia mau cari kerja di sini." bohong Bella.
" Oh, soalnya gue perhatikan belakangan ini sikap Lo berubah. Kalau kita lagi pergi bareng, Lo sering mendadak menghilang, dan agak susah dihubungi." tanya Zia mendesak Bella.
" Kalau itu, karena gue harus pergi kerja. Gue dapat kerjaan paruh waktu lagi di tempat lain." jawab Bella berusaha meyakinkan Zia.
" Udah, Zi ... mungkin Bella memang lagi sibuk." Audrey mencoba meredakan rasa curiga Zia.
Walaupun sebenarnya ia juga merasakan perubahan sikap Bella.
" Tuh, Audrey aja ngerti.
Eh, Drey ... tadi Lo kan mau cerita tentang Mommy sama Daddy Lo. Lanjutin, dong .... " Bella sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
" Iya, Bella benar ... tadi lo mau cerita apa, Drey ? " tanya Zia dan Dea ikutan.
" Hmm ... gak ada. Cuma sedih aja gue karena hari ini Mommy sama Daddy pergi lagi. Terus mereka bilang kali ini perginya mungkin agak lama. " Audrey membatalkan niatnya untuk cerita karena teringat pesan Daddy agar jangan memberitahu siapapun tentang pertunangannya.
" Oh .... " ucap mereka bertiga barengan.
" Gue kirain Lo mau di nikahin .... hahaha. " canda Zia.
Audrey yang terkejut mendengar tebakan Zia yang benar mencoba menutupinya agar mereka tidak curiga dengan ikut tertawa.
Tak lama suara ponsel Audrey berbunyi, sekarang gantian Audrey yang menjauh dari mereka.
Zia, Dea dan Bella melihat tubuh Audrey yang menjauh menjadi penasaran.
" Siapa ya yang telepon Audrey ? " ucap Bella ingin tahu.
" Mungkin orang tuanya." jawab Dea singkat.
" Masa sih ... masa harus menjauh dari kita ? " tanyanya lagi penasaran.
" Nah, Lo juga tadi menjauh waktu terima telepon." ujar Zia yang masih curiga dengan Bella.
Bella langsung terdiam mendengar perkataan Zia. Ia melirik dengan kesal.
Tak lama Audrey pun segera kembali ke tempat duduknya setelah selesai dengan panggilan tadi.
Bella yang sangat penasaran sebenarnya ingin segera menanyakan pada Audrey. Tapi ia berusaha keras agar mereka tidak curiga dengan sikapnya.
" Teman gue yang telfon." ucap Audrey tanpa di tanya.
" Oh, ya .. ya. " kata Zia dan Bella menganggukkan kepalanya tanpa bertanya lagi.
Bella yang melihat ini merasa kesal. Giliran Audrey mereka langsung percaya tanpa bertanya apapun lagi.
" Udah selesaikan makannya? Pergi yuk, sebentar lagi udah dekat waktu gue buat sidang." ajak Audrey sambil bangkit dari tempat duduknya lalu diikuti Dea.
" Udah, dong ... kenyang banget malah gue. " jawab Zia bangkit juga lalu berdiri di samping Audrey. Bella langsung ikutan berdiri.
Setelah Audrey membayar makanan yang mereka pesan. Audrey dan teman - temannya segera melangkah meninggalkan kantin.
Begitu mereka telah mendekat, di depan ruangan sidang, sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berdiri.
Tak lama giliran Audrey untuk sidang tiba. Namanya telah di panggil. Ia pun segera melangkah masuk ke dalam ruangan.
Zia, Dea dan Bella tak lupa memberi semangat pada Audrey sebelum masuk.
"Kog gue yang takut ya. Sementara Audrey yang mau sidang mukanya biasa aja." celetuk Zia.
" Iyalah, Lo takut karena malas belajar. Kalau Audrey kan beda, mungkin satu skripsi isinya sudah di kepala dia semua." jawab Dea menyindir Zia sambil tersenyum.
" Hehehe ... iya, sih." jawab Zia tanpa merasa tersindir.
Mereka bertiga menunggu dengan sabar waktu Audrey sedang menjalani sidangnya. Sesekali mereka tertawa saat mengobrol.
" S*** ... gue telat. Eh, Zi ... Audrey udah mulai sidangnya ya ? " tanya Ello sambil mengatur napas karena buru - buru berlari ketempat ini begitu ingat kalau Audrey sidang hari ini.
" Iyalah, udah mulai dari tadi. Kenapa Lo sesak napas kaya gitu, di kejar Satpam ya ... ? " goda Zia.
" S***** Lo , gue kirain dia tadi di perpus, jadi kesana dulu. Gue liat gak ada, jadi lari deh kesini." Ello menjelaskan.
" Cie ... cie yang lagi bucin nyampe segitunya." ledek Zia.
Ello hanya tersenyum kecil melihat Zia menggodanya. Sementara Dea yang mendengar ini menahan rasa sedih dihatinya melihat Ello begitu menyukai Audrey. Selama ini Dea hanya bisa mengagumi dalam hati.
Tak terasa akhirnya Audrey selesai sidang. Senyum manisnya terlihat begitu keluar dari ruangan.
Audrey lalu menghampiri ketiga sahabatnya yang masih tetap setia menunggu.
" Selamat ya, Drey ... pasti Lo lulus kan." kata Zia yakin lalu bersama Dea, mereka memeluknya.
" Alhamdulillah, gue lulus." jawab Audrey membalas pelukan Zia dan Dea.
Sedangkan Bella yang sudah dipenuhi rasa iri pada Audrey, sebenarnya malas untuk memberi ucapan selamat padanya. Tapi biar tidak ada yang curiga, ia tetap berpura - pura ikut bahagia atas keberhasilan Audrey.
" Drey, selamat ya ... " ucap Ello lalu mengulurkan tangannya, walaupun dalam hati ia juga ingin memeluk Audrey.
" Makasih, El ... " jawab Audrey membalas uluran tangan Ello.
"Apa Lo mau makan siang dengan gue untuk merayakan keberhasilan elo ?" tanya Ello dengan mata berharap.
Belum lagi Audrey bersiap untuk menjawab pertanyaan Ello, Zia langsung memotong.
" Gak bisa, hari ini Audrey milik kami. Ya kan, honey ? " Zia membuat wajah imutnya yang membuat Audrey tertawa.
" Tuh, lo dengar sendiri kan. Hari ini gue udah dibooking Ama mereka bertiga. Jadi maaf El, gue gak bisa pergi sama lo." Audrey memandang Ello yang terlihat kecewa.
" Iya, gak papa. Next time, mungkin ... " Ello masih berharap.
" Kalau gak gini aja kalau mau, lo bisa ikutan gabung sama kita. Gimana ?" Audrey sengaja berkata seperti ini agar Dea senang, karena ia tadi melihat tatapan Dea yang tak lepas dari Ello.
Wajah Ello berubah senang mendengar perkataan Audrey. Gak papa lah barengan sama teman - teman Audrey. Toh, dia masih punya kesempatan buat ngobrol dengan Audrey nanti.
Dari pada gak bisa sama sekali.
Sementara Dea, terlihat sumringah mendengar Audrey.
Walaupun ia tidak bisa melakukan apa - apa nanti, tapi minimal Dea bisa melihat dengan puas wajah Ello.
" Baiklah, gue setuju. Gue akan ikut dengan kalian. Thanks, Drey ... " jawab Ello.
" Ya. "
" Okey, kalau gitu gerak sekarang aja, yuk. " ajak Zia.
Mereka pun melangkah beriringan menuju parkiran kampus.
Sedangkan Ello berjalan di belakang Audrey.
" Eh, Lo semobil sama Ello aja Dea, Lo gak bawa mobil kan ... Bisa kan, El ... ? "
Audrey sengaja memberi kesempatan agar Dea bisa berduaan dengan Ello. Mudah - mudahan dengan cara ini, mereka berdua bisa menjadi dekat.
Dea yang terkejut, Audrey berkata seperti itu dalam hatinya bersorak keras. Rasanya ingin sekali ia memeluk dan mencium Audrey sekarang untuk berterima kasih, tapi ia menahannya.
" Bisa, Drey ... "
" Thanks ya, jaga baik - baik teman gue selama di jalan."
" Okey, Lo jangan khawatir. "
" Yuk, Dea ... " ajak Ello dan baru pertama kali memandang wajah Dea dengan seksama.
Hmm ... ternyata Dea manis juga. Tapi sepertinya dia pendiam, batin Ello.
" Makasih, Drey ... " Dea berkata lirih.
" Udah, cepetan naik mobil Ello sana. " Audrey lalu mendorong pelan tubuh Dea ke arah Ello.
Wajah Dea memerah begitu tubuhnya berdiri tepat di sisi Ello.
" Udah, buruan. Lapar gue nih ... " teriak Zia yang sudah berada di dalam mobilnya bersama Bella.
" Hahaha ... Yuklah." Audrey pun segera masuk ke dalam mobil, begitu pula dengan Ello dan Dea.
Di dalam mobil bersama Ello membuat Dea gugup. Ia hanya bisa diam, karena tak berani memulai pembicaraan.
" Kalau gue muter lagu, gak papakan, De ... ?" Ello memecah keheningan yang terjadi.
" Gak papa." jawab Dea singkat dengan gugup tapi senang karena Ello mengingat namanya.
Ello tersenyum melihat sikap gugup yang diperlihatkan Dea
" Ternyata kalau gugup gitu, wajahnya imut juga." ucap Ello dalam hati.
Dea yang merasa diperhatikan oleh Ello, semakin bertambah gugup. Raut wajahnya memerah dan tangannya berkeringat.
" Kamu kepanasan ya, De ... biar gue kencangin AC nya. " Ello menaikkan suhu temperatur AC melihat tangan Dea berkeringat.
" Makasih." sahut Dea menutupi rasa gugupnya.
" Santai aja, De ... gue udah jinak, kog ... gak gigit lagi ... hehehe." canda Ello sambil tertawa.
" Hehehe ... " Dea ikut tertawa mendengar omongan Ello dan berusaha bersikap biasa, agar tidak terlalu keliatan gugup.
" Nah, gitukan enak liatnya. Gue liat muka Lo tegang dari tadi."
" Maaf, kalau gue buat Lo repot."
" Gak, Lo gak buat gue repot, kog. Elo teman dekat Audrey, malah
gue senang karena bisa membantu Audrey.
Dea langsung sedih mendengar apa yang dikatakan Ello. Ternyata, Ello ngelakuin ini hanya karena Audrey. Ia menghela nafas dengan pelan menutupi kekecewaannya.
" De, gue boleh minta nomer ponsel Lo, biar kalau gue pengen nanya tentang Audrey lebih gampang."
" Boleh." Dea lalu menyebutkan nomernya dengan nada tak semangat pada Ello.
" Thanks ya ... gue pasti akan segera menghubungi Lo."
" Ya ... " sahut Dea lirih.
Tak terasa mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju. Sebuah cafe di dalam mall.
**********************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Harry Gusman Black Light
next mbak
2022-06-20
0