**Entah kenapa semua mulai berubah, aku tak lagi dapat hidup normal seperti gadis pada umumnya. Yang kurasakan sekarang adalah, aku telah berbeda.
Happy Reading 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹**
Ara melamun dan bersandar di dinding ranjang rumah sakit. Pandangan nya kosong, tatapanya terlihat sendu.
"Tuhan, mengapa semua terjadi padaku? Bagaimana jika nanti aku tidak bisa punya keturunan? Akankah ada laki-laki yang mau menikahi wanita mandul sepertiku?". Batin Ara menangis dalam diam
Sudah dua hari selesai operasi, dia masih tahap pemulihan. Namun satu hal yang harus Ara dengar dari Dokter bahwa dirinya tidak akan bisa memiliki keturunan karena rahimnya telah dibalik untuk mengeluarkan kista itu dalam perutnya. Seandainya Ara tahu bahwa efek operasi itu akan fatal, maka Ara memilih menahan sakit dari pada harus menerima kenyataan pahit ini.
"Nak". Ferarer mengelus lengan putrinya. Dari tadi dia terus saja memperhatikan wajah putrinya yang terlihat sendu dan sedih.
Ara menoleh kearah Ferarer dan tersenyum "Iya Ayah". Balas Ara.
"Apa terasa lebih baik?". Tanya Ferarer lembut.
Ara mengangguk "Kapan Ara boleh pulang Yah?". Tanyanya.
"Tunggu setelah Dokter memeriksanya". Sahut Ferarer "Apa Ara bosan?". Tanya Ferarer. Ara mengangguk karena jujur saja dia tidak menyukai rumah sakit "Mau Ayah ajak jalan ke taman rumah sakit?". Tawar Ferarer
Ara mengangguk dengan senyum manis pada Ayahnya. Rumah sakit sangat membosankan bagi Ara, bau obat-obatan yang menyengat hidungnya membuat Ara.
Ferarer mendorong kursi roda Ada, hari ini dia sendiri yang menjaga Ara. Sedangkan sang istri sedang pulang kerumah untuk mengambil pakaian ganti dan makanan.
Brakkkkkkk
Tidak sengaja kursi roda Ara menabrak kaki seorang pria yang tengah memainkan ponselnya.
"Bisakah anda menggunakan mata?". Sindir pria itu dengan nada tajam, dan bahkan tatapannya seperti ingin menelan Ferarer.
"Maaf Tuan". Ferarer merasa bersalah
"Maaf katamu". Bentaknya.
"Hei Tuan, bisa tidak jangan membentak orang yang lebih tua dari anda, lihatlah siapa yang salah anda memainkan ponsel tanpa melihat jalan lalu anda menyalahkan Ayah saya!". Pekik Ara setengah berteriak sambil memegang perutnya karena berbicara kencang.
"Nak".
Pria itu memincingkan matanya heran, melihat gadis yang duduk dikursi roda dengan baju pasien dari rumah sakit miliknya. Yang menarik kenapa gadis ini tidak mengenal siapa dirinya?
"Aku sedang tidak berbicara denganmu gadis kecil". Dia menatap Ara seolah ingin menelan gadis itu.
"Berbicara dengan Ayah saya sama dengan berbicara dengan saya. Saya tidak suka anda membentak Ayah saya, saya tahu anda orang kaya tapi tidak seharusnya anda memperlalukan orang dengan semau hati anda". Timpal Ara tak terima melihat Ayahnya dibentak.
"Sudah Nak". Ferarer menagahi, dia tidak mau akan menganggu kesehatan putrinya.
"Tidak Ayah, orang seperti ini harus diberitahu dengan baik, agar bisa menghargai orang lain". Ara tak mau kalah.
"Ayo Nak". Ferarer mendorong kursi roda Ara "Sekali lagi saya minta maaf Tuan. Saya permisi". Ferarer kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan pria yang masih menatap keduanya dengan tatapan aneh.
"Siapa gadis itu? Kenapa berani sekali padaku? Apa dia tidak tahu jika aku pemilik rumah sakit ini? Dan ini pertama kalinya, aku dibentak oleh seseorang biasanya aku yang membentak. Gadis itu juga tampak biasa saja melihat ku. Siapa sebenarnya dia? Kenapa wajahnya pucat sekali?". Batinnya menatap punggung Ara dan Ferarer yang berjalan kearah taman rumah sakit.
Pria itu melanjutkan langkah kakinya dengan perasaan sulit diartikan. Tatapan matanya tajam, tak ada senyum yang tergambar disana.
Ara dan Ferarer sampai di taman rumah sakit. Ferarer duduk dikursi samping roda Ara, membiarkan Ara menikmati semilir angin siang ini.
Ara memejamkan matanya, angin sepoi-sepoi melayangkan rambut panjang nan lurus itu.
"Nak".
"Iya Ayah". Ara melihat kearah Ferarer.
"Ayah selalu berharap kau baik-baik saja. Ayah ingin kau sembuh, Ayah menyanyangi mu". Ucap Ferarer mengenggam tangan dingin Ara.
Ara membalas genganggam Ayah nya "Ara janji Ara akan sembuh, Ara juga menyanyangi Ayah". Senyum Ara "Apa lambung Ayah sakit?". Tanya Ara, ya Ferarer juga sakit-sakitan setelah dia pernah dioperasi usus buntu empat silam. Namun pria paruh baya itu tak memikirkan kesehatan nya yang terpenting adalah kesembuhan sang putri.
"Tidak apa-apa Ayah sakit, asalkan jangan Ara. Dunia Ayah serasa runtuh saat melihat Ara kesakitan, andai saja rasa sakit itu bisa dipindahkan maka Ayah ingin mengambilnya dari tubuhmu dan berpindah ke tubuh Ayah". Mata Ferarer berkaca-kaca saat mengucapkan kata-kata itu, dan Ara menitikan air mata. Ayahnya memang sangat menyanyangi Ara.
Ara memeluk Ferarer "Terim kasih Ayah. Ara juga tidak mau Ayah sakit, Ara ingin Ayah sembuh dan bisa selalu bersama Ara setiap saat". Peluk Ara pada Ferarer.
Ferarer memeluk Ara dengan Isak tangis. Tak bisa dibohongi bahwa Ferarer juga merasakan sakit yang sama seperti putrinya. Hanya saja dia terlihat kuat karena tidak ingin putrinya terus memikirkan dirinya, apalagi kondisi Ara yang belum pulih.
Seorang pria tengah menatap kosong kearah jendela ruang kerjanya. Permandangan indah kota Jakarta, membuatnya kembali ke Negara ini. Setelah hampir lima tahun tidak pernah kembali sejak dia memutuskan melanjutkan gelar profesor nya di Australia.
Bayangan gadis yang dia temui dirumah sakit tadi terus saja terlintas dikepalanya. Entah kenapa melihat wajah sendu gadis itu menjadi daya tarik tersendiri didalam dirinya. Dia yang tak pernah selama ini memikirkan wanita, kini bisa terbayang oleh seorang gadis yang duduk dikursi roda dengan wajah yang pucat seperti sedang kesakitan.
Yang membuatnya tertarik, gadis itu tidak mengenalnya dan bahkan tidak tergila-gila padanya seperti para wanita yang selama ini mendekati dirinya.
"Siapa gadis itu? Kenapa aku bisa terus memikirkan nya?". Gumamnya lagi. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana kanan dan kirinya.
Dirumah sakit....
Ara dan Ferarer kembali keruangan rawatnya, disana sudah ada Wati dan Mey yang menunggu keduanya.
"Kakak bagaimana keadaan mu?". Cecar Mey pada Kakaknya.
Ara tersenyum "Kakak baik-baik saja Mey". Sahut Ara.
Lalu Dokter dengan diikuti oleh dua orang perawat dibelakang nya.
"Selamat siang Nona Ara". Sapa Dokter Nickho salah satu Dokter yang merawat Ara.
"Siang juga Dok". Senyum Ara.
"Mari saya periksa dulu". Ara naik ke brangkar dibantu Ferarer dan Dokter Nickho.
"Kita buka jahitannya ya, setelah ini sudah boleh pulang". Dokter Nickho memeriksa Ara.
Mendengar kata pulang, Ara merasa sangat senang. Namun, rasa senang nya hilang saat benang-benang itu dicabut oleh perawat tanpa obat bius. Ara mengigit bibir bawahnya menahan sakit sambil memejamkan matanya.
Dokter Nickho mengelus kepala Ara, mentransfer kekuatan pada gadis cantik didepannya ini. Dokter Nickho tersenyum menandakan bahwa semua akan baik-baik saja.
**Bersambung......
Ara ❤️ Kay**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Siti Solikah
bagus thor
2022-11-17
0
Nina Stepi
Lanjut Thor....
2022-07-10
0