**Aku tak mampu berangan-angan, masih bisa hidup dihari esok saja sudah merupakan keistimewaan bagiku.
Happy Reading, 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹**
Keesokan harinya, Ara dibawa masuk kedalam ruang operasi. Jantung Ara berdegup kencang saat melihat beberapa dokter dan perawat yang berada disana.
Tubuh Ara diangkat, dan diletakkan diatas brangkar. Ara masih terdiam tak bergeming. Ara mengerahkan pandangan, menatap setiap sudut ruangan yang begitu terasa asing.
Ruang operasi yang benar-benar ada didunia nyata Ara. Ruang operasi yang dulu Ara lihat di film atau drama-drama Korea kini berada didunia nyata Ara.
Ara menarik nafas dalam. Dirinya hanya memakai baju operasi dan tidak memakai dalaman.
"Nama kamu siapa?". Tanya salah satu dokter sambil memasang beberapa alat medis yang mengalir dibagian tubuh Ara.
"Ara". Sahut Ara berusaha tersenyum.
"Nama yang cantik seperti orangnya". Goda dokter tersebut sambil berusaha membuat Ara tersenyum "Apa kau sudah punya anak". Tanya dokter itu lagi dan Ara hanya menggeleng "Apa kau sudah menikah?". Lagi-lagi Ara hanya menggeleng.
Dalam benar Ara, ingin memaki Dokter tersebut sudah dibilang tidak punya anak lalu di tanya lagi sudah menikah? Benar-benar pertanyaan yang membuat Ara ingin menggelamkan wajah Dokter itu ke laut lapas. Andai saja Ara tidak sakit, sudah dipastikan dia akan berdebat hebat dengan Dokter tersebut.
Ara tidak tahu saja, jika Dokter itu sengaja membuat lelucon supaya Ara tidak tegang dan takut, supaya Ara bisa relax dan tenang.
Mata Ara mulai terpejam saat sang Dokter menyuntikkan obat bius diselang infus Ara. Gadis cantik dengan bulu mata lentik itu tertidur dengan tenang.
"Sebelum melakukan operasi mari kita berdoa". Salah satu Dokter memimpin doa sebelum memulai operasi.
Para Dokter pun melakukan operasi, beberapa perawat juga turut membantu. Disana ada Dokter kandungan, Ahli Bedah dan Penyakit Dalam.
Diruang tunggu tampak dua orang paruh baya tengah saling memeluk erat, keduanya saling menguatkan satu sama lain. Mereka harus yakin jika putri mereka akan baik-baik saja.
"Ayah, Ibu". Seorang gadis berseragam SMA menghampiri kedua orangtuanya "Bagaimana keadaan Kakak?". Tanyanya dengan wajah khawatir.
"Kakak mu lagi didalam melakukan operasi". Sahut Wati berusaha tersenyum menguatkan putri bungsunya.
"Apa Kakak akan baik-baik saja Bu?". Tanyanya dengan wajah dan nada sendu.
"Kakak akan baik-baik saja Nak, kita berdoa ya semoga operasi nya lancar". Ferarer menyandarkan kepala putrinya dibahu tua yang sudah rapuh itu.
Ferarer sebagai seorang Ayah sangat terpukul dengan kondisi Ara. Dirinya hanya seorang kuli bangunan dengan gaji dibawah tiga juta perbulan, berusaha memutar otak agar bisa membayar uang perawatan dan operasi putrinya. Untung saja dirinya mendapat asuransi kesehatan dari pemerintah sehingga bisa sedikit meringankan beban biayanya.
Sedangkan Wati, wanita paruh baya yang menjabat gelar sebagai seorang Ibu, sudah tak bekerja. Tubuhnya yang juga rentan terhadap sakit membuat nya tak mampu lagi untuk bekerja banting tulang. Wati sekarang hanya sibuk mengurus rumah dan keperluan suami dan anak-anak nya.
Kimara atau Ara, dia bekerja disebuah perusahaan besar dengan gaji yanh hanya dua jutaan perbulan mengingat dirinya yang hanya lulusan SMK saja, karena perusahaan tersebut mengaji karyawan berdasarkan tingkat pendidikan bukan prestasi.
Ara adalah gadis cerdas dan pintar, bahkan dia satu-satunya karyawan yang hanya tamatan SMK diperusahaan tersebut. Kemampuan dan prestasi nya tak perlu diragukan lagi, dirinya selalu mendapat juara umum saat masih sekolah. Ara mendapat beasiswa untuk melanjutkan study tapi sayangnya karena memikirkan kondisi dan keuangan keluarga gadis itu terpaksa melepas impiannya dan memilih bekerja.
5 jam kemudian..
Ara keluar dari ruang operasi dibawa oleh tiga perawat.
Ferarer, Wati dan Mey menghampiri Ara yang masih dalam pengaruh obat bius. Wajah cantik gadis itu terlihat pucat dan seperti tak hidup.
Mereka sampai menitikkan air mata melihat wajah Ara, sungguh ini benar-benar menyiksa.
Ferarer, Wati dan Mey masih menantikan Ara untuk membuka mata. Bius dalam tubuh gadis itu masih bekerja dengan baik.
"Kak Ara". Mey mengenggam tangan Kakaknya. Ara sangat menyanyangi Mey dan begitu pun juga dengan Mey. Mereka berdua saling menguatkan satu sama lain.
"Bangun Kak, Kakak harus sembuh, Mey rindu Kakak". Lirih Mey menatap wajah Ara. Ara adalah sosok Kakak terbaik untuk Mey.
"Sudah Nak, Kakak mu masih dalam pengaruh obat. Jangan sedih lagi, kau harus kuat didepan Kakak. Beri dia semangat". Ferarer mengelus pundak putri bungsunya.
"Iya Nak, sebaik nya kau pulang saja jaga rumah. Biar Ayah dan Ibu yang menjaga Kakak disini". Sambung Wati juga menatap putrinya.
Mey mengangguk dan paham "Ya sudah Ayah, Bu. Mey pamit". Dia menyalimi kedua orang tuanya.
Disebuah bar, seorang pemuda tengah asyik berdansa dengan teman-temannya. Sudah berapa botol minuman yang dia habiskan. Seperti mendapat jakcpot dia ditraktir oleh beberapa temannya untuk menemani mereka minum wine.
"Bro, bukannya adikmu sedang di operasi?". Tanya salah satu temannya menepuk pundaknya.
"Hahaha iya dan aku tidak peduli itu. Lebih baik dia mati saja, mengurangi beban keluarga". Sahutnya tergelak tawa menggelagar. Temannya hanya menggelleng tidak percaya.
"Apa kau tidak kasihan pada adikmu?". Tanya temannya bernama Jovan.
"Untuk apa aku kasihan padanya, jika dia tidak bisa memberiku uang". Pekiknya sedikit membentak, bahkan dia sudah sempoyongan karena terlalu banyak minum.
Jovan menggeleng melihat tingkah pria itu, yang tidak lain adalah sahabat nya. Jovan sangat mengenal keluarga Roger ya pria itu adalah Roger, Kakak kandung Ara yang hanya mabuk-mabukan dan tidak mau bekerja.
Roger, menghabiskan waktunya di bar dan judi, pulang kerumah meminta uang pada kedua orang tuanya jika tidak diberi maka Ayah dan Ibu nya akan dipukul tanpa belas kasihan. Roger tidak berani pada Ara karena adik nya itu gadis keras kepala, bahkan pernah mereka berdua baku hantam saat Roger mencuri uang Ferarer.
Dirumah sakit.
Perlahan mata Ara terbuka, sepertinya obat bius itu sudah tidak lagi bereaksi ditubuh Ara. Ara merasakan perih dibagian perutnya dan juga dia merasa panas.
Saat melihat kedua orangtuanya yang terlihat lelah, Ara menahan sakit bekas operasi itu dia yang tadi ingin menangis terhenti saat melihat wajah rapih kedua orangtuanya. Ara tidak mau membuat pasangan paruh baya itu bersedih karena dirinya.
"Bu". Panggil Ara
Wati terbangun dan berkesiap "Iya Nak, dimana yang sakit?". Tanya Wati khawatir.
Ara tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya, padahal bekas operasi nya terasa perih namun ditahan Ara harus kuat.
Ara merasakan perutnya seperti diikat. Dua selang masih melekat diperut Ara, membuat gadis itu meringgis kesakitan. Tak bisa dibayangkan bagaimana kejamnya rasa sakit bekas operasi yang sudah habis obat bius. Sangat sakit perih dan seperti ditumpahi cuka.
**Bersambung......
Ara ❤️ Kay**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Rahmawaty❣️
dsar kakak ga ada akhlak
2022-08-20
0
Nina Stepi
Thor kayaknya author nihhh cucok banget deh buat kisah yg sedih2...
bikin aku pengen mewek😭😭😭😭
2022-07-10
0