"Tuh kan firasat Mama bener, untung kita datang duluan. Kalau enggak pasti Lisa udah di ambil orang. Gak rela Mama kalau itu terjadi." Cerocos Mama Dinar saat mereka tiba di rumah.
"Udah dong, Ma. Kan semuanya udah beres." Kata Violla seraya duduk di sofa. Tidak lama dari itu duo cabe-cabean ikut bergabung karena mereka memang tidak ikut.
"Ma, Pa, aku bawa Rayden dulu ke kamar. Kasian dia udah ngantuk banget." Pamit Erkan.
Mama pun mengangguk sambil menatap Rayden yang sudah hampir tertidur di gendongan Erkan.
"Gimana acaranya?" Tanya Fina memastikan.
"Alhamdulillah lancar dong." Jawab Mama Dinar dengan semangat.
"Syukurlah." Fina berusaha tersenyum meski ia sebenarnya sangat kecewa. Berbeda dengan Lussy, gadis itu terus diam dengan wajah ditekuk.
Beberapa saat kemudian Erkan pun sudah kembali dan ikut duduk di sebelah Papa Zein.
"Mulai hari ini kita udah bisa persiapin semuanya. Mulai dari dress code, hantaran, terus apa lagi ya?"
"Semangat banget sih? Yang mau nikah kan si Abang. Yang heboh malah Mama." Protes Violla.
"Harus dong, kalau kamu nikah juga Mama pasti sibuk."
"Ma, tapi aku kayak gak srek sama Abangnya Lisa deh. Masak iya minta mahar langkahnya mobil pejero. Gak masuk akal banget cobak. Gak sadar apa harganya setengah m lebih." Ujar Violla yang masih ingat permintaan Asep tadi.
"Gak jadi masalah, Abang gak keberatan. Toh dia juga bakal jadi keluarga kita." Sahut Erkan.
"Jadi beneran nih Abang mau beliin dia mobil? Terus aku gak dikasih gitu?"
"Pilih aja mau mobil apa, biar sekalian keluarinnya." Jawab Erkan dengan entengnya. Toh tabungannya gak bakal habis meski membeli sepuluh mobil pun.
"Beneran? Yes! Dapat mobil baru." Pekik Violla sangking senangnya.
"Terus Mama gimana?" Rengek Mama Dinar ikut-ikutan.
"Mama mau mobil juga? Emang bisa bawanya? Mobil di rumah aja gak kepake." Ledek Papa Zein yang berhasil mendapat cubitan dari istrinya.
"Kan buat koleksi, Papa."
Erkan tersenyum mendengarnya. "Nanti aku beliin Mama perhiasan aja biar dipake."
"Beneran?" Tanya Mama terlihat antusias.
"Iya, Mama pilih sendiri nanti. Sekalian beli mahar buat Lisa."
"Wah... gini nih enaknya punya anak mapan. Ngasih terus bukan minta." Mama Dinar mengerlingkan mata ke arah Violla.
Violla yang tersinggung pun mendengus sebal. "Liat aja nanti kalau aku udah jadi dokter, perhiasan mahal pun aku beliin."
"Ck, kelamaan." Cibir Mama. Sontak Violla pun menyebikkan bibirnya.
"Kayaknya kita ngelupain seseorang deh?" Ujar Papa Zein sambil berpikir keras.
"Bang Elkan! Ya ampun, bisa ngamuk dia kalau gak cepet-cepet di kasih kabar." Seru Violla yang baru mengingat abang sulungnya.
"Aku udah kasih kabar, dia setuju-setuju aja katanya." Jawab Erkan.
"Beneran udah? Bisa berabe kalau Abang kamu yang satu itu merajuk." Kata Mama yang juga lupa pada anak pertamanya itu.
Erkan pun mengangguk pasti. Karena sebelum lamaran tadi ia memang sempat mengabari dan meminta restu pada Abang sulungnya itu.
"Aku tebak nenek lampir itu kebakaran jenggot kalau denger Bang Erkan mau nikah. Dia kan masih ngarep banget dinikahin sama si Abang." Celetuk Violla.
"Biarin aja, lagian Elkan masih kurang apa sih? Ya, walaupun Elkan gak bisa kasih keturunan sama dia, tapi kan semua kebutuhan dia udah dipenuhi. Kurang bersyukur aja dianya. Untung Elkan cinta mati, kalau enggak udah Mama tendang dia jauh-jauh."
"Iya, makanya aku malas pulang ke rumah." Imbuh Violla.
"Ck, kenapa jadi gibahin mantu sendiri sih. Gak baik." Tegur Papa.
"Vio tu duluan."
"Loh, kok aku? Mama juga nyambung aja tadi."
"Udah jangan ribut, sebaiknya kita tidur udah malam." Tegur Papa lagi.
"Iya, Pa." Mereka pun langsung bubar menuju kamar masing-masing.
****
Pagi-pagi Lisa sudah bangun karena Mamah menyuruhnya menunggu tukang sayur di depan rumah. Dan sekarang gadis itu sudah berdiri di depan gerbang, menunggu tukang sayur lewat.
Beberapa menit kemudian, si Akang tukang sayur pun lewat. "Sayur, Neng." Tawarnya.
"Iya, dari tadi saya nunggu, Kang. Lama banget." Keluh Lisa sambil mendekati gerobak sayur dan langsung memilih sayuran segar.
"Bayem berapaan, Kang?" Tanya Lisa.
"Dua rebu, Neng. Lagi langka soalnya."
"Lah, bayem aja langka. Padahal tanah di sini kan subur. Ya udah, kasih bayemnya tiga iket, terus wortelnya setengah kilo, sareng tomat sekilo." Pinta Lisa.
"Wah, calon mantu Mama lagi beli sayur ya?" Sapa Mama Dinar yang baru saja membuka gerbang.
"Eh, Tante. Iya ni, Tan. Mamah yang suruh." Lisa pun memperhatikan penampilan Mama Dinar yang sudah rapi. "Tante mau balik ke Jakarta? Rayden ikut juga?"
"Iya nih. Kan mau siapin semuanya."
Lisa tersenyum malu. "Hati-hati di jalan ya, Tan."
"Iya, sayang. Kamu jaga diri baik-baik di sini ya? Kalau ada apa-apa langsung kabari Mama aja."
Lisa pun mengangguk patuh.
"Ini neng, semuanya tiga puluh dua rebu." Ujar Kang sayur.
Dengan sigap Lisa memberikan uang pecahan lima puluh rebu.
"Tan, aku duluan ya? Ditunggu si Mamah soalnya mau masak."
"Iya gak papa." Sahut Mama Dinar. Kemudian Lisa pun bergegas masuk karena memang sudah di tunggu oleh si Mamah di dalam.
"Neng, Mamah lupa garemnya. Beliin sana ke warung Ceu Een."
"Ih Mamah mah lain sakalian tadi." Kesal Lisa.
"Eh... dosa Neng kesel ka Mamah. Cuma ke warung Ceu Een doang geh."
"Ish... iya Eneng pergi. Tapi jajan ya? Hehe."
"Lah, udah mau nikah masih minta jajan. Malu atuh Neng sama Rayden." Ledek Mamah.
"Sesekali atuh Mamah, mana duitna?"
Mamah Endang pun memberikan uang dua puluh ribu. Kemudian Lisa pun beranjak pergi sambil bersenandung.
"Eh, ada Neng Lisa. Meser naon, Neng?"
"Garem sama apa tadi ya? Kayaknya garem doang deh Buk." Jawab Lisa sambil milih jajanan.
"Neng, Ibu denger Eneng teh mau nikah nya?"
Lisa menatap Buk Een itu bingung. "Kabar dari mana, Buk? Ini masih pagi loh."
"Tadi ada Ibu-ibu belanja, katanya tadi malam Eneng di lamar sama Pak Erkan."
Lisa terkejut mendengarnya. Siapa yang udah nyebarin gosip pagi-pagi buta kayak gini?
"Iya sih, Buk. Tapi kok masih pagi beritanya udah hot aja ya?"
Buk Een tertawa renyah. "Si Eneng mah kayak gak tahu aja Ibu-ibu di sini?"
"Biang gosip ya Buk?" Lisa terkekeh geli. Tidak lama dari itu datang dua ibu-ibu yang hendak belanja.
"Wah, ada Neng Lisa nih yang beritanya lagi hot."
"Lah, berita apa lagi sih, Buk? Udah kayak selebriti aja saya sampe ada beritanya." Tanya Lisa bingung.
Kedua ibu-ibu itu langsung melihat ke jari manis Lisa. Kemudian berbisik-bisik, tetapi Lisa masih bisa mendengarnya. "Wah, cincinya keliatan mahal ya? Bener yang dikatain Buk Ratna. Gak nyangka Neng Lisa matre juga."
Sudah kuduga, pasti ini kerjaan Mamanya Bayu. Huh, dasar biang gosip. Gerutu Lisa dalam hati.
"Buk, ini uangnya. Udah saya cuma beli ini." Lisa memberikan uangnya pada pemilik warung. Mengabaikan dua ibu-ibu yang sejak tadi memadangnya remeh.
"Iya Neng, ini kembaliannya. Makasih ya, Neng."
"Sama-sama, Buk." Lisa pun hendak beranjak dari sana. Namun langkahnya tertahan saat mendengar perkataan salah satu wanita yang tadi.
"Gak nyangka aja anak Pak kades matre. Padahal mah udah kaya raya. Masih aja kurang. Kasian Bayu, udah lama ngincar tapi di tolak. Bahkan kata Buk Ratna Buk kades sampe hina Bayu."
Buk Een yang mendengar itu merasa gak enak karena melihat Lisa masih ada di sana.
Lisa berbalik. "Maaf, Buk. Cuma mau ingatin. Hati-hati sama mulutnya. Zaman sekarang itu salah bicara dikit bisa masuk bui loh. Apa lagi saya ini orang kaya raya, calon suami saya juga orang kaya. Gampang banget kalau mau jeblosin kalian ke penjara. Apa lagi Abangnya Kang Erkan itu pengacara ternama. Makin gampang saya bergerak. Pencemaran nama baik itu ada pasalnya, jangan lupa itu Ibu-ibu. Untuk masalah matre atau enggaknya kita sebagai perempuan, ibu-ibu nilai aja sendiri. Saya sengaja milih Pak Erkan yang tajir melintir, supaya gak perlu ngutang sana sini cuma buat ngasih makan anak-anak nantinya. Makasih, Buk. Permisi." Lisa tersenyum ramah dan langsung melenggang pergi tanpa beban. Meninggalkan dua Ibu-ibu yang ternganga karena ucapannya.
Buk Een mengulum senyuman geli. "Emang hebat si Eneng. Gak diraguin lagi anak Pak Kades, gak salah juga saya milih kades. Ingat loh ibu-ibu, jangan lupa bayar hutang yang udah bejibun ya?"
Mendengar itu, keduanya langsung pergi dengan wajah merah padam karena menahan malu.
"Rasain, makanya punya mulut itu suka banget ngomong yang gak bener. Justru saya mah malah dukung Neng Lisa sama Pak Erkan. Cocok soalnya, kasep jeng geulis. Duh... gak sabar liat mereka nikah." Ujar Buk Een tersenyum lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Julia Juliawati
realistis bkn matre. emang bener kita butuh uang mau apa pun hrs dgn uang.
2025-03-04
0
Kartini Rotua Situmorang
munafik tuh ibu2nya
2025-03-20
0
Ekawati Hani
Ya begitulah neng, serba salah serba diomongin klo punya tetangga julid mah
2022-05-21
3