Prasojo dan Parmin berjalan di belakang punggung Lingga. Layaknya para pelancong yang dipandu oleh tour guide, dua lelaki itu seakan tidak sabar untuk segera melihat bagaimana kondisi pendaki itu. Terdengar sedikit aneh memang saat ada seorang pendaki yang terjatuh dari tebing curam masih bisa bertahan hidup. Namun apapun itu bisa saja terjadi. Semua atas kehendak Sang Ilahi.
"Kamu mengapa bisa sampai tempat ini Ndhuk? Bukankah seharusnya kamu sudah pulang berjualan jamu?"
Prasojo yang mengikuti kemana arah tujuan Lingga mencoba untuk membuka pembicaraan sembari mengedarkan pandangannya ke arah sekitar. Menikmati segala suasana yang tersaji. Hutan hujan tropis, sungai, curug, tebing, dan Gunung Slamet yang gagah berdiri seakan menjadi sebuah panorama yang begitu menyejukkan mata. Panorama yang semakin meningkatkan rasa syukur atas segala keindahan yang diberikan oleh Tuhan dan sudah selayaknya untuk selalu dijaga dan dilestarikan oleh manusia.
"Pulang berjualan tadi, rasa-rasanya saya begitu gerah Pak. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk berendam terlebih dahulu di sungai itu. Baru beberapa menit saya berendam ternyata saya melihat sosok pendaki yang terdampar di tepi sungai, persis di bawah curug."
"Tahukah kamu Ndhuk? Keberadaanmu ternyata merupakan jalan pertolongan bagi pendaki itu. Jika tidak ada kamu, entah bagaimana nasibnya."
Lingga hanya tersenyum tipis mendengarkan penuturan Prasojo. Baginya bukan dirinya saja yang menjadi jalan pertolongan untuk si pendaki itu.
"Dan saya tidak akan bisa berbuat apa-apa jika tidak bertemu dengan sampeyan Pak. Semua sudah diatur oleh Tuhan, saya yang bertemu dengan pendaki itu dan keberadaan sampeyan yang bisa mengeluarkan pendaki itu dari sana."
"Memang seperti apa pendaki itu Ndhuk?" tanya Prasojo seakan begitu penasaran.
Lingga menghentikan sejenak langkah kakinya. Dari tempatnya ia berdiri, ia menunjuk ke arah pendaki yang masih bersender di batu besar. "Itu dia Pak. Lebih baik kita segera ke sana dan Bapak bisa melihatnya secara langsung."
Lingga dan yang lainnya semakin mempercepat langkah kaki mereka untuk bisa segera sampai ke tempat di mana pendaki itu berada. Dan, setelah tiba tepat di hadapan pendaki itu, Prasojo hanya bisa menampakkan ekspresi keterkejutan tiada terkira.
"Astaga Nak? Sebenarnya apa yang tengah kamu alami? Mengapa kamu bisa seperti ini?"
Melihat wajah si pendaki yang dipenuhi oleh goresan-goresan luka dan memar di bagian pelipis membuat Prasojo bergidik ngeri. Pakaian yang koyak membuat pendaki ini terlihat semakin menyedihkan.
"S-saya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang saya alami Pak. Saat saya tersadar, tiba-tiba saja saya berada di bawah curug dan ditolong oleh wanita itu."
"Baiklah kalau begitu. Setelah ini, kami akan membawamu ke kampung kami. Untuk sementara waktu kamu akan kami rawat sampai kondisimu pulih kembali." Prasojo menyipitkan kedua bola matanya. "Apakah kamu ingat siapa namamu, Nak?"
Si pendaki nampak berpikir keras seperti seseorang yang tengah mengingat sesuatu. Namun pada akhirnya ia menggelengkan kepala. "Tidak Pak, saya bahkan tidak ingat siapa nama saya. Kepala saya rasanya begitu pusing jika mencoba untuk mengingat."
"Baiklah kalau begitu Nak. Sekarang, kamu berbaringlah di atas tandu ini. Kami akan memanggulmu. Dan sebelum kamu bisa mengingat siapa namamu, aku beri kamu nama Kukuh. Bagaimana? Apakah kamu keberatan?"
"Tidak Pak, saya tidak keberatan. S-saya justru merasa senang karena diberi nama oleh Bapak."
"Ya sudah, mari aku bantu untuk berbaring di atas tandu ini. Setelah itu, kita akan keluar dari sini."
Sejenak, pendaki yang diberi nama Kukuh itu menoleh ke arah Lingga. "Kamu ikut bersamaku juga kan? Jangan tinggalkan aku sendirian!"
Prasojo yang mendengar ucapan Kukuh hanya bisa tergelak lirih. Dari apa yang diucapkan oleh pemuda ini, seperti menyiratkan bahwa ia hanya percaya kepada Lingga sebagai orang baik dan orang yang tulus.
"Eh, saya...."
"Kamu tenang saja Nak. Lingga ini tinggal di kampung yang sama dengan kampung yang akan kamu tempati namun kamu tidak bisa dekat-dekat dengan Lingga."
Ucapan Lingga dipangkas oleh Prasojo. Lelaki itu seakan paham jika Lingga tidak bisa menjawab apa-apa. Sehingga ia berinisiatif untuk menanggapi ucapan Kukuh.
"Mengapa Pak? Mengapa saya tidak bisa dekat-dekat dengannya?"
"Itu karena Lingga sudah bersuami, Nak. Jadi kamu harus menjaga jarak dengan istri orang."
Kukuh hanya bisa menatap wanita penjual jamu gendong ini dalam diam. Entah apa yang terjadi namun ia merasa sedikit tidak rela kala mendengar wanita ini sudah bersuami.
Ternyata dia sudah bersuami. Tapi mengapa aku merasa bahwa wanita ini masih suci dan belum terjamah sama sekali?
Tak ingin berlama-lama lagi berada di tempat ini, pada akhirnya Kukuh dibaringkan di atas tandu. Prasojo dan Parmin mulai mengayunkan langkah kaki mereka untuk menyusuri medan hutan hujan tropis sembari membawa tubuh Kukuh yang berada di tandu ini.
.
.
. bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
faizah
crtnya menarik tp sayang yg ngelike sedikit...
2022-07-12
2
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
mas e anemia ya, amnesia maksudnya
uhuuk kukuh ga tuh nama nya
2022-06-15
0
Penulis Jelata
Janda, Kuh
Janda kembang dia mah
2022-05-26
0