Kedua bola mata lelaki itu mengedar ke arah sekitar. Dahinya mengernyit di saat suasana sekeliling nampak begitu asing di penglihatannya. Bahkan si pemuda terlihat seperti seseorang yang mengalami amnesia dan mencoba untuk meraih kembali memori ingatannya.
"Ah ... sakit!"
Masih dalam keadaan terlentang, lelaki itu memekik kesakitan sambil memegang pelipisnya. Pekikan dari lelaki itu pulalah yang membuat tubuh Lingga sedikit tersentak.
"Mas ... apanya yang sakit?"
Si pemuda menatap wajah Lingga dengan lekat. Dahinya semakin berkerut dalam saat melihat lekuk wajah sosok wanita yang berada di hadapannya ini. Persis dengan seseorang yang tengah mencoba untuk mengingat kawan lama yang sudah lama tidak bersua.
"K-Kamu siapa? Dan mengapa aku bisa sampai di tempat ini?"
Lingga bangun dari posisi jongkok. Ia sadar bahwa posisi tubuh pemuda ini teramat tidak nyaman, ia bermaksud untuk menggeser tubuh si pemuda agar bisa bersandar di batu besar yang berada di dekat tenggok jamu miliknya.
"Ayo saya bantu untuk bersandar di batu besar itu, Mas. Supaya tubuh sampeyan bisa sedikit lebih nyaman."
Dengan susah payah, Lingga mencoba untuk menegakkan tubuh pemuda ini. Meski tubuh lelaki ini tidak terlalu besar namun massa ototnya nampak begitu kekar sehingga membuat Lingga kesusahan untuk membuat tubuh pemuda ini tegap berdiri.
"Sakit ... sakit semua badanku. Sepertinya ini tidak bisa untuk digerakkan."
Lagi-lagi si pemuda memekik dan merintih kesakitan. Kali ini ia mengeluh bahwa tubuhnya tidak dapat untuk digerakkan. Hal itulah yang membuat Lingga semakin dilanda oleh kebingungan.
"Tubuh sampeyan tidak dapat digerakkan? Bagaimana bisa?"
Si pemuda hanya menggeleng pelan. "Tidak tahu. Aku tidak tahu. Tapi rasanya tulang-tulangku remuk redam. Tidak bisa untuk digerakkan."
Hati dan pikiran Lingga semakin didera oleh rasa takut dan kalut. Jika mendengar ucapan si pemuda dan melihat medan di mana si pemuda terjatuh, bisa dipastikan ia mengalami patah tulang. Tubuh Lingga semakin dibuat bergidik ngeri sekaligus disergap oleh rasa iba akan kejadian yang dialami oleh pemuda ini.
Lingga memutar otak. Jika membuat tubuh pemuda ini untuk berdiri merupakan satu hal yang sulit untuk dilakukan, maka ia akan memilih untuk menyeret tubuh si pemuda. Meski akan terasa sakit, namun hanya dengan cara seperti itulah yang bisa membuat tubuh pemuda ini menjauh dari tepian sungai.
"Mungkin ini akan terasa sakit, tapi tahan sebentar ya. Saya akan menyeret tubuh sampeyan untuk bisa menjauh dari tepian sungai ini kemudian menyandarkan tubuh sampeyan di batu besar itu."
Si pemuda mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Lingga. Sepersekian detik, ia mencoba untuk menibang-nimbang apa yang diucapkan oleh Lingga dan pada akhirnya, ia mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan menuruti ucapanmu."
Meski rasa iba itu semakin menyergap, namun Lingga berusaha untuk melawan. Dengan mengerahkan tenaga yang dimiliki, Lingga mulai menyeret tubuh pemuda ini. Medan yang dipenuhi oleh batu-batu kali membuat Lingga sedikit kesusahan saat menarik tubuh si pemuda. Namun pada akhirnya, sampai juga ia di sebuah batu besar dan menyenderkan tubuh pemuda itu di sana.
Lingga mengambil sebuah botol yang berisikan jamu pahitan. Sebuah jamu yang berasal dari batang brotowali yang rasanya pahit sekali. Perlahan, ia menuang jamu itu ke dalam sebuah batok kelapa yang berfungsi sebagai gelas saat ia berjualan kemudian menyerahkannya ke arah si pemuda.
"Minumlah, semoga bisa membuat sampeyan sedikit bertenaga."
Tanpa menaruh rasa curiga, si pemuda menerima batok kelapa yang diberikan oleh Lingga. Dengan cepat, ia meneguk air yang berada di dalam sana.
Hoekk... Hoek....
"I-ini minuman apa? Mengapa pahit sekali?"
Si pemuda menyemburkan jamu yang baru saja ia teguk kala sensasi rasa pahit itu memenuhi kerongkongannya. Sangat pahit, dan sepertinya ini merupakan pengalaman pertama si pemuda meneguk jamu pahitan seperti ini.
"Ini jamu brotowali, dan rasanya memang pahit. Tapi tenang saja, jamu ini tidak akan membuat sampeyan keracunan. Maka dari itu cepat habiskan," ucap Lingga tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Si pemuda menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak, tidak. Ini sudah cukup. Aku tidak tahan dengan rasa pahit itu. Lebih baik, kamu ambilkan untukku air sungai itu, biar aku meminumnya."
Pada akhirnya, Lingga menuruti apa yang menjadi keinginan si pemuda. Ia mengambil air sungai menggunakan batok kelapa untuk kemudian ia berikan kepada pemuda ini.
Rasa segar seketika mengaliri dan membasahi kerongkongan milik pemuda ini. Ia terlihat mengatur napasnya agar sedikit lebih teratur.
"Sampeyan harus bersegera keluar dari tempat ini. Karena jika sampai sampeyan berada di tempat ini hingga larut, maka hanya akan ada gelap yang menyelimuti. Akan banyak binatang buas yang berkeliaran di hutan ini."
Si pemuda nampak memikirkan apa yang diucapkan oleh Lingga. Memang benar, ia harus segera keluar dari tempat ini untuk menghindari akan semua hal buruk yang bisa saja terjadi.
"Kamu benar, aku harus segera keluar dari sini. Tapi aku harus bagaimana? Bahkan hanya untuk menggeser tubuhku saja aku tidak bisa? Lalu bagaimana mungkin aku bisa keluar dari tempat ini?"
Lingga juga turut memeras otak untuk memikirkan cara apa yang harus ia tempuh agar bisa menolong pemuda ini. Ia sudah terlanjur memilih jalan untuk menolong si pemuda, maka dari itu ia harus totalitas dalam menolong si pemuda sehingga bisa keluar dari tempat ini.
"Sampeyan tunggulah di sini terlebih dahulu, aku akan masuk ke hutan untuk mencari bantuan," ucap Lingga sambil berdiri untuk segera pergi dari tempat ini mencari bantuan.
Si pemuda justru menampakkan ekspresi wajah yang sangat berbeda. Ia nampak begitu terkejut mendengar penuturan Lingga.
"Apa? Kamu mau pergi dari tempat ini? Kamu mau meninggalkanku?"
"Tidak, saya tidak akan meninggalkan sampeyan. Saya hanya akan pergi mencari bantuan. Setelah itu saya pasti akan kembali."
"Apa yang akan menjadi jaminan bahwa kamu akan kembali ke sini dan tidak aksn meninggalkanku?"
Kali ini, Lingga yang sedikit kesusahan untuk mencari sesuatu yang bisa ia jadikan sebagai jaminan bahwa ia benar-benar tidak akan meninggalkan si pemuda. Entah mengapa, ia merasa pemuda ini sulit untuk percaya dengan seseorang.
Pada akhirnya pandangan Lingga terhenti pada sesuatu. Senyum tipis pun mengembang di bibirnya. "Aku akan meninggalkan tenggok berisi jamu ini sebagai jaminan. Benda inilah yang menjadi sumber rezeki bagi saya, jika saya sampai tidak kembali kemari, itu sama saja saya memusnahkan sumber rezeki saya. Bagaimana? Anda setuju?"
Meski sulit untuk percaya, namun si pemuda menganggukkan kepala jua. "Baiklah, aku percaya padamu. Segeralah mencari bantuan. Dan lekas kembali kemari. Aku menunggumu di sini."
.
.
. bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Elisanoor
harus nya kadih air gula dulu lingga biar ada tenaga 😀
2023-09-14
1
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
ish kenapa ga bilang itu kamu biar kuat anu, eh🙈🏃🏃🏃🏃
lagi nyoba ilmu kali ya si mas nya🚴♀️🚴♀️🚴♀️
2022-06-15
0
Ahmad Affa
kok jadi ke ingat mb kunti nyangkut di pohon ya kalo ada kali begini 😂
2022-05-15
1