"Jadilah kekasihku!"
Zenaya spontan menjatuhkan buku fisika dalam dekapannya saat mendengar penuturan Reagen barusan. Pasalnya, lelaki yang telah tiga tahun ia sukai itu baru saja menyatakan perasaannya di kelas yang telah sepi ini secara tiba-tiba.
Zenaya terpaku di tempat. Gadis itu sama sekali tidak memercayai apa yang baru saja didengar telinganya.
Ia pasti salah dengar!
Seantero sekolah tahu tentang kedekatan Reagen dan Natalie selama satu tahun terakhir ini, dan hanya tinggal menunggu waktu saja sampai mereka benar-benar menjadi sepasang kekasih yang mungkin akan langsung menapaki hubungan lebih serius setelah kelulusan sekolah.
"Kau dengar aku?" Suara berat Reagen kembali terdengar di telinga Zenaya. Wajahnya tampak serius dan datar, seolah yang dikatakannya barusan memang bukan lelucon semata.
"Demi Tuhan, apa yang ada dipikirannya?" gumam Zenaya dalam hati.
Zenaya lantas menatap sekeliling ruangan kelas guna memastikan bahwa memang dirinya lah yang sedang diajak bicara oleh Reagen.
"Tidak ada siapapun di sini dan aku sedang bicara padamu!" Reagen menegaskan diri ketika menyadari tingkah Zenaya.
Zenaya lagi-lagi merasa bodoh di hadapan lelaki itu. Kelas memang sudah kosong sejak tadi, mengingat bel telah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.
"Aku tidak akan mengulanginya lagi!" Sorot mata Reagen berubah. Dia tengah menuntut jawaban Zenaya.
"A–aku ...," Tidak mampu meneruskan perkataannya, gadis itu hanya mampu menganggukkan kepala tanda setuju.
Melihat respon Zenaya, Reagen yang semula memasang raut wajah dingin kini melunak seketika.
"Kuantar kamu pulang," katanya kemudian, sembari menggenggam hangat tangan mungil Zenaya.
Zenaya terhenyak. Panggilan Reagen padanya berubah, dan sekali lagi ia merasa kejadian ini begitu cepat. Reagen yang tidak pernah berinteraksi dengannya tiba-tiba menyatakan perasaan. Meski terasa sangat ganjil, rasa cinta Zenaya yang mendalam membuat berbagai macam spekulasi hilang dari pikirannya.
Ia bahkan tidak mau repot-repot memikirkan hubungan Reagen dengan Natalie. Bisa saja, sejak awal Reagen memang menaruh perasaan padanya diam-diam, seperti yang ia lakukan selama ini.
...***...
Tidak butuh waktu lama sekolah mendadak gempar saat mengetahui hubungan Reagen dan Zenaya. Banyak dari mereka yang sangat terkejut dan menyayangkan sikap Reagen karena telah mengkhianati Natalie. Mereka bahkan menuding Zenaya telah merebut Reagen dari gadis malang itu.
Zenaya tidak bisa menghindari tatapan dengki dan cemoohan para siswi di sekolah. Gadis itu hanya bisa mempercepat langkah kakinya setiap menuju kelas. Namun, kini, saat hendak melewati beberapa orang siswi popular yang tengah berkerumun, seseorang tiba-tiba dengan sengaja menabrak bahu Zenaya keras hingga membuat gadis itu jatuh ke lantai.
"Ups, maaf ... sengaja!" Suara tawa dari para siswa dan siswi sontak menggelegar memenuhi koridor sekolah.
Sambil menahan malu, Zenaya bergegas mengambil ranselnya yang lepas dan kembali berdiri.
"Eh, mau ke mana cantik?" Siswi yang menabrak Zenaya barusan langsung menahan bahunya agar tidak pergi dari sana.
"Maaf, aku mau ke kelas, dan aku tidak punya urusan dengan kalian," ujar Zenaya pelan.
"Wow, sombong sekali si gadis pintar ini! Mentang-mentang sudah jadi pacar kapten tim basket kita!" Siswi tersebut berkata lantang sambil menatap sinis Zenaya.
"Heh, jangan sok cantik dan besar kepala kau! Hanya teman kami, Natalie, yang pantas bersanding dengan Rey! Bukan gadis sok sepertimu! Jadi, segera putuskan hubunganmu dengan Reagen!" pekik gadis itu. Ketiga temannya yang juga berada di sana ikut menekan dan mengintimidasi Zenaya.
Meski sedikit takut, Zenaya berusaha tidak memerdulikan ucapan mereka. Ia mulai bergerak menjauhkan dari sana. Namun, para gadis itu malah menjambak rambutnya secara brutal.
Zenaya berteriak kesakitan sambil berusaha melepaskan diri. Matanya telah basah. Namun, bukannya mendapat simpati dari para siswa-siswi di sana, mereka justru menertawakan Zenaya dan memotretnya.
"To–tolong, lep–paskan!" pinta Zenaya parau sambil terus berusaha melepaskan diri.
"Enak saja! Lepasin dulu Rey, Kalau tidak ...." Gadis itu semakin keras menarik rambut Zenaya, tanpa memerdulikan teriakan kesakitannya.
Alih-alih menuruti permintaan tersebut, Zenaya dengan suara terbata-bata memohon untuk dilepaskan saat itu juga.
Suara cemoohan semakin terdengar ramai, mereka ikut menghakimi dan menyudutkan Zenaya. Tidak ada satu orang pun yang memihaknya, sebab Natalie merupakan putri pemilik yayasan sekolah.
Air mata pun mengalir membasahi pipi Zenaya. Sebesar itukah dosanya mencintai seorang Reagen? Mereka bahkan sama sekali tidak tahu bahwa Reagen lah menyatakan perasaannya lebih dulu.
Haruskah ia mengatakan yang sebenarnya?
Zenaya langsung menggelengkan kepalanya samar. Siapa yang percaya pada kata-kata yang keluar dari mulutnya saat ini? Bisa saja hal tersebut malah akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri di kemudian hari.
"Katakan bodoh!" Gadis itu semakin menarik rambut Zenaya hingga beberapa helaiannya jatuh ke lantai. Salah satu di antara mereka bahkan mendekati Zenaya dan berniat untuk melayangkan tamparan pada pipi gadis itu. Namun, sebuah tangan kokoh lantas menahan lengan si gadis lebih dulu.
"Berani menyentuhnya, kupatahkan tanganmu!" Reagen menatap gadis itu dingin lalu menghempaskannya kasar. Lelaki itu juga meminta gadis yang sedang menjambak Zenaya segera melepaskannya.
Dengan wajah ketakutan, ia pun melepaskan Zenaya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Reagen sembari menghapus air mata Zenaya.
Zenaya menganggukkan kepalanya tanpa mampu berkata-kata.
Reagen menggenggam tangan Zenaya dan berbalik menatap kerumuman siswa-siswi yang masih berada di sana.
"Akulah yang lebih dulu menyatakan perasaan padanya, jadi, kuharap tidak akan ada lagi kejadian seperti ini! Jika di kemudian hari aku masih mendapati Zenaya diperlakukan seperti ini, jangan harap hidup kalian akan tenang!" Sebuah peringatan keras terlontar lantang dari mulut Reagen.
Suasana mendadak sunyi. Bisik-bisik sinis yang tadi sempat terdengar kini tidak lagi bergaung. Aura di tempat itu terasa sangat mencekik hingga membuat mereka kompak menundukkan kepala.
Zenaya meremas tangan Reagen, seolah memberi isyarat bahwa ia enggan berlama-lama berada di sana.
Reagen yang memahami suasana hati Zenaya segera membawa gadis itu pergi menuju kelas mereka.
Natalie yang rupanya memerhatikan kejadian tersebut dari jauh hanya bisa memandang kepergian mereka dengan hati teriris.
Reagen baru melepaskan tautan tangan mereka, saat Zenaya sudah duduk di kursinya.
"Terima kasih," ucap Zenaya lirih. Wajah gadis itu masih terlihat syok. Maklum saja, seumur-umur ia belum pernah terlibat dalam kasus pembullyan, apa lagi sampai menjadi korbannya.
"Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Reagen khawatir.
Zenaya menganggukkan kepalanya.
"Mulai besok kita akan berangkat dan pulang sekolah bersama. Aku tidak ingin kejadian seperti tadi terulang."
Zenaya lagi-lagi hanya bisa menganggukkan kepala tanda setuju.
Beberapa saat kemudian ketiga sahabat Zenaya masuk ke dalam kelas dengan terburu-buru. Mereka langsung menghampiri gadis itu guna menanyakan keadaannya. Mereka tentu sudah mendengar kejadian yang menimpa Zenaya barusan, Grace bahkan hampir saja menampar salah satu siswi yang tengah bergosip di depan loker.
Melihat kedatangan sahabat Zenaya, Reagen pun memutuskan pergi menuju kursinya sendiri.
"Aku tidak apa-apa. Untung saja ada Rey yang datang tepat waktu." Zenaya tersenyum.
Emily yang tengah membantu Zenaya merapikan rambutnya kontan terdiam. Gadis itu melakukan kontak mata pada Alice dan Grace.
Jujur saja, mereka sama sekali belum memercayai Reagen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
ZaeV92
baru juga nongol dah di tembak 😂😂
2022-06-13
0
Senajudifa
kutukan cinta hadir thor
2022-05-24
0
Ryoka2
Sudah favorite, ntar lanjut baca lagi. Salam dari Arabella dan sistem Kecantikan 🥰
2022-05-16
0