"Anjani, sudah ketemu! Hahaha!" ujar Paman Sam. Dia tertawa lepas sambil menenteng sepatu hitam sebelah kiri milik Anjani.
Pagi itu rumah Paman Sam heboh. Sejak satu jam lalu Anjani mengaku telah kehilangan sepatu hitam sebelah kiri miliknya. Padahal sepatu hitam itu akan dipakai untuk OSPEK selama tiga hari ke depan. Anjani bukan tidak ingat di mana meletakkan sepatunya. Hanya saja, sepatu hitam sebelah kiri miliknya itu tiba-tiba menghilang begitu saja. Padahal malam sebelumnya Anjani telah menyiapkannya.
Paman Sam sampai mengerahkan tetangga yang sedang berbelanja di warungnya untuk ikut mencari sepatu milik Anjani. Sudah ada lima orang yang berhasil diajak oleh Paman Sam untuk ikut mencari. Akan tetapi, justru Paman Sam-lah yang menemukan pasangan sepatu milik Anjani yang hilang. Sepatu itu ada di dalam kandang ayam peliharaan Anjani, Miko si ayam jantan.
"Kukuruyuuk!"
"Lain kali kau belikan satu untuk si Miko. Biar dia tak iri sama sepatu kau. Nih, pakai sepatu dan cepat berangkat!" suruh Paman Sam agar Anjani segera berangkat.
"Tapi aku sudah telat sepuluh menit, Paman. Kalau naik angkot bisa-bisa sampai sana telatnya sudah satu jam." Anjani kebingungan.
"Hei, Parto. Gantikan aku di warung sebentar, ya. Aku mau ngantar Anjani, nih. Ingat, yang jujur, ya. Nanti kau kukasih bonus." Paman Sam meminta tolong pada salah satu tetangga dekat rumah untuk menjaga warungnya. "Hei, Johan. Motor kau sudah panas kan itu. Sini aku pinjam. Motor aku belum panas di dalam. Nanti juga kukasih bonus kau." Paman Sam kembali meminta tolong untuk dipinjami motor. Dan .... Semua bersedia, karena sebenarnya mereka itu adalah mantan anak buah Paman Sam.
Anjani telah siap dengan atasan putih, bawahan hitam, juga sepatu hitam yang pasangannya telah ditemukan. Yang terpenting dari semua itu adalah tas ransel hasil kreasi dari kardus bekas bertemakan daur ulang. Tas kardus tersebut diwajibkan bagi setiap mahasiswa baru selama mengikuti OSPEK.
Paman Sam melajukan motor dengan kecepatan maksimal. Dia terlihat lihai dalam mengemudi, bahkan tidak merasa was-was saat harus menyalip kendaraan lain. Paman Sam memang tidak khawatir sama sekali, tapi yang dibonceng berkali-kali teriak karena merasa sedang uji nyali. Anjani berkali-kali teriak, bahkan sudah berulang kali pula dia mengingatkan pamannya untuk mengurangi laju kendaraan. Namun, peringatan itu sama sekali tidak dihiraukan.
"Paman, turun di sini saja." Anjani menepuk-nepuk bahu pamannya agar berhenti.
"He? Kenapa pula berhenti di sini? Dikit lagi nyampek di depan gedung. Sekalian paman jelasin alasan kau terlambat. Biar nggak kena hukum," jelas Paman Sam sesaat setelah motor berhenti.
"Serahkan padaku. Sampai ketemu sore nanti. Terima kasih, Paman." Anjani bergegas turun dari motor, kemudian berlari menuju gedungnya.
Di depan gedung sudah berdiri beberapa mahasiswa senior. Ada lima mahasiswa, dan semuanya memakai jas almamater serta id card bertali kuning. Anjani terus berlari tanpa peduli lagi dengan hukuman yang mungkin sudah menunggunya di depan gedung sana.
Sampai di depan gedung, Anjani berhenti dan mencoba mengatur nafasnya. Anjani memandang satu per satu mahasiswa senior yang memakai id card bertuliskan 'komisi kedisiplinan'. Tidak ada satu pun dari mereka yang menampakkan wajah ramah. Hanya Anjani saja yang tersenyum di depan gedung itu. Sesaat setelahnya, Anjani pun meminta maaf atas keterlambatannya.
"Nama lengkap!" ujar salah satu mahasiswa senior dengan nada tegas.
"Siap. Adinda Dewi Anjani." Anjani mencoba bersikap tegap dan dengan lantang menyebutkan namanya.
"Alasan terlambat!" ujar mahasiswa senior lainnya.
"Kehilangan sepatu sebelah kiri," kata Anjani mencoba jujur dengan tetap bersuara lantang.
"Memakai alasan drama cinderella rupanya," kata mahasiswa senior lainnya.
"Peringatan pertama kategori kedisiplinan. Konsekuensi yang harus dilaksanakan hari ini, menghafal lima nama ruangan di gedung ini dan mendapatkan lima tanda tangan mahasiswa senior. Semua tugas harus terpenuhi sebelum waktu pulang, dan harus melaporkannya kepada salah satu komisi kedisiplinan." Kini giliran mahasiswa senior yang berdiri paling ujung menyebutkan konsekuensi atas keterlambatan Anjani.
Anjani tidak mengeluh dengan konsekuensi yang diberikan. Dia pun melangkah masuk ke dalam gedung untuk bergabung mengikuti kegiatan OSPEK bersama mahasiswa baru lainnya. Dia ditemani salah satu mahasiswa senior yang tadi berdiri di depan gedung.
Baru beberapa langkah, Anjani melihat sosok yang sangat dikenalnya. Anjani berpapasan dengan Mario. Untuk sesaat, keduanya bertemu pandang. Mario mengenakan jas almamater seperti mahasiswa senior lainnya. Anjani jelas penasaran dengan apa yang dilihatnya. Namun, dia tidak memiliki kesempatan untuk bertanya.
Mahasiswa senior mengantarkan Anjani ke salah satu ruangan. Di sana telah berkumpul teman-teman mahasiswa baru lainnya. Rupanya di dalam sana sedang berlangsung game berkelompok. Dari teriakan dan wajah ceria di sana, terlihat mereka menikmati game yang ada.
Anjani tidak terlalu menjadi sorotan atas keterlambatannya. Hanya beberapa mahasiswa saja yang sempat melirik memperhatikan. Di sisi kanan ruangan terlihat Meli bersama kelompoknya. Dia melambaikan tangan ke arah Anjani, tentu saja dengan ekspresi wajah bahagia. Di sisi lain, Anjani melihat Juno. Dia terlihat menyemangati anggota kelompoknya untuk menyelesaikan tantangan membuat menara sedotan. Melihat semua itu, tentu saja Anjani bersemangat untuk segera bergabung dengan mereka. Namun, keinginan itu sepertinya harus ditunda.
Mahasiswa senior yang mengantar Anjani selesai berdiskusi dengan mahasiswa senior yang bertugas dalam game yang sedang berlangsung. Rupanya Anjani tidak diizinkan hingga konsekuensinya selesai. Selang beberapa saat, Anjani diberi kesempatan selama tiga puluh menit untuk menghafal lima nama ruangan dan meminta lima tanda tangan dari mahasiswa senior. Anjani pun bergegas. Sebelum itu dia menyempatkan diri mengepalkan tangan ke arah Meli, tanda memberi semangat.
Misi pertama, Anjani berlarian kecil di sepanjang koridor. Dia memperhatikan setiap ruangan yang dilewatinya kemudian menghafal nama ruangan tersebut. Tidak sulit untuk menyelesaikan misi yang pertama. Kurang dari sepuluh menit, Anjani telah menghafal lima nama ruangan di gedung tersebut.
Misi kedua, Anjani kembali berlarian kecil. Kali ini dia mencari mahasiswa senior yang memakai id card bertali kuning. Setiap melihat ada mahasiswa senior, Anjani berhenti dan dengan sopan meminta tanda tangan. Akan tetapi, tidak semua mau memberi tanda tangan. Ada pula yang bersedia, tapi bersyarat dengan meminta Anjani membuat yel-yel singkat. Sejauh ini Anjani telah berhasil mendapat tiga tanda tangan. Kurang dua lagi, padahal waktu tinggal sepuluh menit lagi.
Anjani terus berjalan ke sana-sini, demi mencari mahasiswa senior yang mau memberinya tanda tangan. Hingga tanpa sengaja, dia berpapasan dengan pelanggan buket bunga yang dikenalnya. Itu Ken.
"Hei, sedang dihukum ya?" tanya Ken.
"Kamu ternyata mahasiswa di sini juga?" tanya Anjani dengan ekspresi kaget.
"Tepat sekali. Aku seniormu. Panggil saja aku ...."
"Kak, mohon bantuannya. Saya izin minta tanda tangan." Anjani tiba-tiba memotong ucapan Ken dan menyodorkan kertas serta bolpoin.
"Ahaha, baiklah. Ini .... Sudah. Semangat!" ujar Ken memberi semangat kepada Anjani.
"Terima kasih, Kak Ken. Saya permisi." Anjani berterima kasih, kemudian bergegas mencari mahasiswa senior lainnya.
Anjani terlihat berlarian kecil mencari keberadaan mahasiswa senior, entah di mana mereka berada. Kalaupun berpapasan tidak selalu bersedia memberi tanda tangan. Hingga tiga puluh menit yang diberikan pun habis, Anjani tidak bisa menyelesaikan misi yang kedua.
Anjani berjalan menuju mahasiswa senior yang tadi memberi tenggat waktu untuknya. Ternyata di sana sudah berkumpul lima mahasiswa senior yang menyebut diri mereka sebagai komisi kedisiplinan. Anjani sempat gentar, tapi dia mencoba tetap memberanikan diri. Apalagi, di saat game kelompok masih berlangsung, Anjani melihat Meli berulang kali menyemangatinya dengan mengepalkan tangan kanan ke atas.
Di depan mahasiswa-mahasiswa senior yang menunggunya, Anjani menyebutkan lima nama ruangan yang telah dihafalkan, bahkan lebih. Sukses, Anjani mendapat satu acungan jempol dari salah satu mahasiswa senior. Melihat itu, perasaan Anjani sedikit lega karena usahanya dihargai. Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama.
"Kenapa kurang satu? Bukankah kamu melihat ada banyak sekali mahasiswa senior di sekitar sini?" Salah satu mahasiswa senior mulai berkomentar karena melihat kertas yang disodorkan Anjani kurang satu tanda tangan. Dia mahasiswa senior yang tadi pagi mengira Anjani sedang beralasan drama cinderella.
"Maaf, Kak. Memang banyak sekali mahasiswa senior, tapi tidak banyak yang bersedia memberi tanda tangan." Anjani berani menanggapi komentar tadi.
"Berani beralasan lagi kamu, ya?" protes mahasiswa senior yang sama seolah sedang berusaha menyudutkan Anjani.
"Maaf, Kak. Memang demikian adanya." Anjani kembali berani menanggapi komentar mahasiswa seniornya.
"Kalau begitu hukumanku ditambah menjadi ...."
Kalimat itu terhenti. Mario datang menghampiri Anjani. Dia mengambil kertas berisi tanda tangan, kemudian sukarela memberi tanda tangan kelima. Selesai. Mario menyerahkan kertas tanda tangan itu kembali ke mahasiswa senior yang merupakan temannya satu angkatan. Melihat itu, komisi kedisiplinan lainnya terheran dengan sikap Mario.
"Silakan bergabung dengan kelompokmu. Di sana yang memakai pita biru," kata Mario sambil menunjuk satu kelompok yang tidak jauh dari kelompok Meli berada.
Sekilas, Anjani melihat tulisan pada id card yang dipakai Mario. Tertulis di sana 'wakil ketua pelaksana'. Saat itu juga Anjani tahu bahwa Mario adalah seniornya.
"Te ... terima kasih, Kak." Anjani berkata dengan sedikit terbata, kemudian bergegas menuju kelompoknya.
"Hei, apa-apaan sih, kamu?" protes salah satu teman Mario yang berada di komisi kedisiplinan.
"Tidak perlu mempersulit junior di saat mereka telah menunjukkan usahanya. Aku permisi!" tegas Mario.
"Huh, gemes banget. Dia selalu seperti itu. Tapi tetap saja kelihatan keren. Uh!" komentar salah satu teman Mario, mahasiswa perempuan yang tergabung dalam komisi kedisiplinan.
***
Terlepas dari hukuman tambahan, tentu saja membuat Anjani senang. Dia meminta izin kepada mahasiswa senior yang memandu game, kemudian bergegas menuju kelompoknya.
"Namaku Anjani. Salam kenal," sapa Anjani mencoba ramah dengan teman-teman barunya.
"Hai Anjani, perkenalkan namaku Dika, ketua kelompok di sini. Kuperkenalkan kau dengan teman satu kelompok ya."
Dika, dia adalah ketua di kelompok Anjani. Dika berkacamata, dan memiliki tanda khas di bagian bawah bibirnya. Sepertinya itu semacam tompel, tapi berukuran kecil. Dika memiliki postur tubuh yang hampir sama dengan Meli. Saat Anjani berdiri di sebelahnya, Dika terlihat sedikit kurang PD karena terlihat jelas lebih tinggi Anjani. Namun, di luar itu semua Dika memiliki senyum yang manis dengan deretan gigi-gigi putihnya.
"Kuperkenalkan dari sebelah kiri. Jihan, Restu, Siska, Rani, Beti, dan ada satu lagi namanya Berlian. Dia masih menyelesaikan hukuman. Itu dia, di sana." Dika menunjuk ke sudut belakang ruangan.
Anjani melihatnya. Teman satu kelompok yang dimaksud Dika adalah gadis tempo hari. Gadis yang saat itu tidak sengaja tersenggol saat berpapasan dengan Anjani. Gadis itu pula yang sempat melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar.
Dari tempat Anjani berdiri, terlihat jelas bahwa Berlian adalah gadis yang cantik. Dia memiliki rambut bergelombang yang indah. Meskipun sama-sama memakai atasan putih dan bawahan hitam, terlihat jelas bahwa Berlian memiliki gaya berpakaian yang modis. Warna pakaian memang sama, tapi model dan keserasian dengan tubuhnya berbeda dari mahasiswa baru lainnya.
"Ternyata namanya Berlian. Kalau boleh tau, kenapa sampai bisa dihukum?" tanya Anjani terlihat penasaran.
"Dia tadi sedikit curang saat game berlangsung, tapi anaknya asyik, kok." Jihan, salah satu teman kelompok Anjani menanggapi.
Asyik? Benarkah? Anjani bertanya-tanya tentang pengakuan salah satu teman kelompoknya. Dan ... rupanya dugaan Anjani benar. Saat Berlian bergabung, jelas dia menampakkan wajah kurang suka dengan Anjani. Sikap itu hanya ditujukan pada Anjani, dan sungguh jauh berbeda saat berinteraksi dengan teman lainnya.
Apa salahku? batin Anjani menyeru tanya.
Kegiatan OSPEK selanjutnya berlangsung lebih seru. Banyak sekali kegiatan menarik yang telah dirancang untuk mahasiswa baru. Secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan yang ada akan bisa dinikmati jika tidak melanggar kedisiplinan. Bagi Anjani, dia optimis bisa menyikapi segala kemungkinan, termasuk sikap Berlian terhadapnya.
"Perhatian para mahasiswa baru, besok jangan lupa tetap membawa kreasi tas kardus kalian. Boleh juga ditambah kreasi lainnya. Ingat, kreasi terbaik akan mendapat hadiah saat acara penutupan OSPEK. Selamat beristirahat, dan sampai jumpa di kegiatan besok." Salah satu mahasiswa senior menyemangati juniornya sambil menutup kegiatan OSPEK hari pertama.
***
Di perjalanan pulang, Anjani dan Meli saling bercerita tentang OSPEK hari pertama. Anjani yang lebih banyak bercerita tentang hukuman yang didapatkan olehnya karena terlambat datang. Anjani juga bercerita tentang pertemuannya dengan Ken dan Mario, yang baru diketahui pula oleh Meli kalau mereka adalah senior di jurusan yang sama.
"Anjani, gadis yang satu kelompok denganmu itu ...."
"Sudah tahu, Mel. Namanya Berlian. Hah, ternyata kita satu angkatan dengan dia."
"Kamu baik-baik saja?" tanya Meli sedikit khawatir.
"Tenang saja. Ada kamu yang pasti belain aku," tutur Anjani sambil sedikit menggoda Meli.
"Ahaha, tenang saja. Itu sudah pasti. Yuk, mampir bakso dulu!" ajak Meli.
"Oke."
***
Di parkiran motor, beberapa menit setelah acara OSPEK selesai.
Juno terlihat menunggu dua senior kebanggaannya, Ken dan Mario. Sesekali dia membenahi gaya rambutnya. Kaca spion motor menjadi teman setia. Beberapa teman perempuan seangkatan Juno terlihat banyak yang menyapanya.
"Sepertinya prediksi Mas Ken benar ini. Ah! Tidak kusangka bisa jadi idola seperti ini." Juno membanggakan diri di depan kaca spion motor.
"Idola baru, hei!" ujar Ken sambil menepuk bahu Juno hingga sukses mengagetkan dia. "Juno, hari ini Mario sudah menyelamatkan Bunga-mu," kata Ken mulai menggoda Juno.
"Beneran, Mas?" tanya Juno semakin penasaran dengan jalan ceritanya.
"Besok jangan sampai terlambat seperti Anjani hari ini. Dan ... tidak perlu berterima kasih. Aku sudah terbiasa datang sebagai pahlawan," jelas Mario. Dia mengatakan hal yang tidak biasa tentang kepahlawanannya. Mungkin niatnya bercanda, tapi baik Ken ataupun Juno tidak ada yang tertawa karena nada bicara Mario begitu datar.
Krik krik krik
"Lupakan, ayo kita pulang!" ajak Mario kemudian.
***
Bersambung di update selanjutnya, ya. Dukung author dengan cara like dan tinggalkan jejak komentar di bawah. See You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
pelangi21
baca cerita ini bikin saya ingat masa kuliah 😎😎😎😎
2020-06-22
1
Rabaniyasa
uhh yang namanya ospek sungguh melelahkan 😣
2020-06-06
1
Lost
Thor keren, aku mampir lagi ya 🥰🥰🥰
2020-06-03
1