Kak Lisa baru tiba dari luar kota. Buah tangan yang dibawa tentu membuat Anjani dan Meli bahagia. Dua paper bag telah berpindah ke tangan Anjani dan Meli. Penasaran dengan isinya, Meli mendahului membuka bingkisan miliknya. Awalnya Anjani tertawa melihat tingkah sahabatnya yang tidak sabaran. Akan tetapi, Anjani memutuskan untuk mengikuti jejak Meli dan membuka bingkisan miliknya.
Ternyata isi bingkisan dalam paper bag tidak hanya satu, melainkan tiga macam. Pertama, Anjani mengeluarkan aksesori wanita. Ada sebuah gelang yang terukir nama Anjani di sana. Kedua, Anjani mengeluarkan sling bag warna maroon, dan lagi-lagi ada nama Anjani terukir pada salah satu ornamen yang terkait pada resleting tas. Ketiga, benda yang membuat Anjani tersenyum dan bergegas mengucapkan kata terima kasih pada Kak Lisa. Anjani memeriksa kemeja lengan panjang warna navy berdesain casual. Ukurannya pas.
"Barang-barang itu bisa kalian gunakan untuk kuliah. Yang semangat kuliahnya, ya. Jangan pernah menyerah sebelum berhasil meraih gelar sarjana." Kak Lisa memberi motivasi kepada Anjani juga Meli yang telah dianggap seperti adik-adiknya.
"Kak Lisa memang terbaik, deh. Terima kasih banyak buat oleh-olehnya. Juga, motivasinya, Kak." Kini giliran Meli yang berterima kasih. Dia pun menerima barang-barang yang sama seperti Anjani, hanya warnanya saja yang berbeda.
"Kak, buat besok kami izin ke kampus, ya. Ada acara untuk mahasiswa baru," tutur Anjani meminta izin.
"Boleh banget. Besok kalian bisa ke kampus. Oh ya, meskipun kalian sudah tidak bekerja di sini lagi, kalau butuh apa-apa segera hubungi kakak kalian yang satu ini, ya. Kalau sesekali mau freelance juga boleh. Yang penting, dahulukan keperluan kuliah kalian." Kak Lisa tersenyum. Perkataannya kali ini benar-benar mirip seperti seorang kakak yang sedang menasihati adik-adiknya.
***
Waktu yang sama, di tempat yang berbeda
Mario, Ken, dan Juno duduk santai di teras depan rumah Ken. Meskipun berkumpul, ketiganya tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Mario sibuk mengamati perkembangan pemasaran produk sepatu melalui smartphone miliknya. Ken sibuk dengan isian Teka Teki Silang di salah satu majalah sport yang baru saja dibeli olehnya. Sementara itu, Juno terlihat sedang menerima telepon dari ayahnya. Motor baru siap diterima sore ini. Motor itu adalah hadiah dari sang ayah karena Juno sudah bersedia untuk kuliah.
"Jenis gaya renang, delapan huruf. Juno bantu aku!" ujar Ken sambil menarik-narik lengan baju Juno.
"Gaya batu," jawab Juno dengan asal.
"Kupu-kupu, Juno!" Ken malah menjawabnya sendiri.
"Ah! Kalau sudah tau kenapa tanya, Mas Ken." Juno kesal.
"Juno, apa kamu sudah menyiapkan kemeja putih dan celana hitam untuk acara besok? Ingat, jangan sampai salah kostum!" ujar Mario mengingatkan.
Perkataan Mario membuat Ken dan Juno terhenti dari aktivitasnya. Seketika Juno melirik tajam ke arah Ken. Mendapat lirikan tajam dari Juno, membuat Ken nyengir hingga menampakkan deretan gigi-giginya yang putih dan rapi. Juno sedang menghakimi Ken atas kesalahannya tempo hari. Baju milik Juno yang akan dikenakan untuk besok, oleh Ken dijadikan satu dengan tumpukan baju-baju yang didonasikan untuk acara amal. Ken berjanji akan mengganti, tapi hingga saat ini belum juga ditepati.
"Mas Ken, ayo tanggung jawab!" desak Juno.
"Ahaha, iya iya. Ntar malam aja, ya." Ken menjawab sekenanya.
"Oke, rapikan barang kalian. Kita berangkat cari kostum untuk Juno. Se-ka-rang!" ujar Mario menekankan.
"Siap, Mas. Yeh! Aku siap untuk menggapai masa depan. Kuliah-kuliah-kuliah. Sarjana-sarjana-sarjana!" ujar Juno sambil membuat gerak tari.
"Nah, itu baru Juno. Fokus kuliah dulu, dan kesampingkan perasaanmu." Ken menepuk-nepuk pundak Juno.
"Bagus," puji Mario. Kali ini Mario sukarela memuji semangat Juno.
"Kamu juga, Mario. Kesampingkan perasaanmu juga. Yah, malah pergi dulu. Hei, tunggu aku!" teriak Ken, padahal Mario sama sekali tidak menanggapi dan terus melangkah menuju motornya.
***
Keesokan harinya
Kampus, Fakultas Ekonomi
Mahasiswa baru jurusan Ekonomi siap mengawali dunia perkuliahan. Hari ini, ratusan mahasiswa baru berkumpul di satu gedung. Mereka tampak rapi dengan dress code atasan putih dan bawahan hitam. Tidak ada yang memakai pakaian mencolok ataupun di luar ketentuan, karena selama acara mahasiswa baru dilarang menggunakan aksesori berlebihan.
Sebelum acara dimulai, terlihat beberapa mahasiswa baru berkenalan dengan mahasiswa baru lainnya yang duduk berdekatan. Pertanyaan tentang nama, asal, hingga tempat kos pun sering ditemukan. Begitu pula dengan Anjani dan Meli, mereka juga mengambil kesempatan untuk berkenalan dengan beberapa mahasiswa baru yang nantinya akan menjadi teman saat perkuliahan dimulai.
Di sudut kanan deretan kursi paling belakang, tampak Juno menjadi pusat perhatian. Sedari tadi banyak sekali yang melirik, menengok, bahkan berkenalan dengannya. Wajah Juno memang tergolong tampan, dan banyak yang tiba-tiba mengangkatnya menjadi sebuah topik pembicaraan. Namun, di balik keriuhan yang sedang membicarakan dirinya, sikap Juno terlihat biasa saja. Sepertinya dia benar-benar sudah memutuskan untuk fokus kuliah.
"Perhatian kepada seluruh mahasiswa baru, acara akan segera dimulai." MC memberi isyarat.
Keriuhan seketika reda. Semua mahasiswa baru memperbaiki posisi duduknya dan mendengarkan dengan seksama. Mulanya acara berlangsung formal, menyanyikan lagu kebangsaan dan mars universitas. Setelahnya ada sambutan dari dekan, ketua BEM, dan koordinator bidang kegiatan mahasiswa. Semua itu diperhatikan dengan antusias oleh sebagian besar mahasiswa baru, termasuk Anjani. Akan tetapi, tidak demikian dengan Meli.
Mulanya Meli mengikuti dengan antusias, tapi hanya beberapa menit di awal. Setelahnya Meli lebih sering mengeluh. Anjani yang berada di sebelahnya pun menjadi sasaran curahan hati kebosanannya. Sebenarnya tidak hanya Meli, ada beberapa mahasiswa lain yang demikian. Mungkin hampir sama seperti Meli, kurang begitu terbiasa dengan acara formal.
Tidak lama berselang, nada MC saat membawakan acara berubah lebih santai, tanda bahwa acara formal telah usai. Kini beberapa senior yang mengaku sebagai panitia penyambutan mahasiswa baru memberi gambaran umum tentang jurusan yang dipilih Anjani dan mahasiwa baru lainnya, tapi dengan nada bicara yang asyik. Tidak hanya sekedar berbicara, ada pula beberapa senior yang menjadi peraga kesuksesan lulusan setelah meraih gelar sarjana. Semua mahasiswa baru pun bersorak sorai sembari bertepuk tangan. Tidak ada lagi kebosanan, dan suasana semakin menyenangkan.
"Selanjutnya akan disampaikan pidato dari perwakilan mahasiswa baru. Kepadanya dipersilakan!" ujar MC, kemudian meletakkan microphone yang dipegangnya.
Mahasiswa baru bertanya-tanya tentang siapa yang mendapatkan kesempatan menjadi perwakilan. Beberapa saat kemudian, melangkah penuh wibawa seorang mahasiswa dari arah belakang. Perlahan, gedung dipenuhi sorakan bangga. Tepuk tangan menyertainya kemudian. Beberapa mahasiswi bahkan terlihat ada yang histeris saat tahu siapa yang menjadi perwakilan. Juno, adalah mahasiswa yang beruntung itu.
Anjani seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sosok yang sekarang berdiri di depan sana adalah seseorang yang berasal dari desa yang sama dengannya. Seseorang yang memberinya sebutan istimewa, Bunga. Itu Juno. Juno yang sempat akan dijodohkan dengannya.
"Anjani .... Itu Juno-mu!" ujar Meli terlihat senang.
"Aw! Aduh, Meli. Sakit!" Anjani protes karena pipinya dicubit Meli.
"Tuh! Bukan mimpi. Itu beneran Juno yang kau kenal, Anjani. Wow!" tegas Meli.
Benar, Anjani sedang tidak bermimpi. Juno telah selangkah lebih maju, dan sukses membuat Anjani mengakui itu.
"Teman-temanku semua. Bersama, mari kita kobarkan semangat demi menggapai mimpi-mimpi kita. Saya Juno, salam solidaritas." Begitulah kata-kata penutup dari Juno dan sukses mengundang tepuk riuh semua yang ada di dalam gedung.
Saat melangkah menuju tempat duduknya, Juno melihat ke arah Anjani. Juno tampak tersenyum kepadanya. Melihat itu, Anjani bingung harus menanggapi seperti apa. Akhirnya, Anjani pun mengangkat tangan kanannya dan mengepalkan tangan, tanda saling memberi semangat. Sambil tetap melangkah, Juno pun melakukan hal yang sama.
***
Malam hari di rumah Mario
"Prediksiku nih, kamu bakalan jadi mahasiswa terkenal karena pidatomu tadi. Keren!" puji Ken sambil mengacungkan dua jempol untuk Juno.
Juno tidak langsung menanggapi. Dia masih mengunyah roti isi cokelat yang didapat dari acara tadi di kampus.
"Tapi isi teks pidato yang dibuatkan Mas Mario terlalu panjang, Mas. Aku harus semalaman menghafalnya. Lagi pula kenapa sih mendadak harus mengubah susunan acaranya? Harusnya kan Mas Mario yang ngasih sambutan selamat datang." Juno akhirnya bertanya.
"Bagiku tidak penting siapa yang memberi pidato. Yang jelas, hari ini kamu sukses menjiwai isi teks pidatonya. Selamat, Juno. Kuakui, kau akan lebih sukses setelah ini. Tadi keren!" ujar Mario mengapresiasi.
"Ah, ini pasti turunan ayahnya. Ayahmu kan kepala desa, Jun. Sudah pasti kamu sering lihat beliau pidato. Iya, kan?" tanya Ken. Dia benar-benar bangga pada Juno kali ini.
"Terima kasih Mas Ken, Mas Mario. Kalian berdua telah menjadi senior yang menginspirasi. Tapi, di luar itu semua, hari ini aku senang karena sudah membuktikan semangatku pada seseorang." Juno terlihat bangga pada dirinya.
Melihat Juno yang mulai senyum-senyum sendiri, Ken segera tahu yang dimaksud. Segera dia mengambil gelas berisi air, menuangkannya sedikit di tangan, dan mencipratkan ke arah Juno.
"Sadar, sadar, sadar!" kata Ken sambil setengah bercanda.
Melihat itu Mario tidak memberi tanggapan apa-apa. Dia memilih untuk balik badan, membelakangi Ken dan Juno. Kini dia menatap jauh ke atas sana, terdiam, dan hanyut dalam pikirannya.
***
Malam hari di tempat yang berbeda
Anjani dan Meli baru saja keluar dari warung bakso langganannya. Keduanya terlihat saling bercanda. Tidak sengaja, Anjani menyenggol bahu seorang gadis. Anjani berusaha meminta maaf dan menyadari bahwa itu kesalahannya. Namun, reaksi yang ditunjukkan gadis itu justru berbeda.
"Kamu mahasiswa baru jurusan ekonomi juga, kan?" tanya gadis itu dengan nada yang tidak enak didengar.
"Iya, benar." Anjani mencoba menanggapi.
"Dasar cupu, nggak modis!" ejek gadis itu sambil berlalu meninggalkan Anjani.
Tidak terima, Meli hendak membuat perhitungan dengan gadis yang baru saja menghina sahabatnya. Namun, tangan Anjani lebih dulu mencegah Meli untuk melakukan niatnya. Siapa sebenarnya gadis itu?
***
Nantikan lanjutan cerita CINTA STRATA 1. Dukung author dengan cara like dan tinggalkan jejak komentar di bawah. See You.
Ups, adakah yang rindu masa kuliah seperti author saat ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Daratullaila🍒
Hai author aku mampir lagi membawa like, semangat up nya💪
Jangan lupa baca episode baru CIC
Salam dari Calon Istri Ceo☺💖
2020-12-28
0
ineyyy
semangat
2020-09-11
1
Srisumarni
semangat
2020-07-20
1